Okupansi Mal Sulit Pulih Seperti Sebelum Pandemi karena Belanja Online
Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia atau APPBI menargetkan rata-rata tingkat keterisian toko atau okupansi di pusat perbelanjaan atau mal dapat mencapai 90% pada tahun ini. Namun, target ini sebenarnya sulit dicapai karena bayang-bayang penundaan pembukaan toko oleh pelaku usaha di tengah persaingan dengan e-commerce.
Ketua Umum APPBI Alphonsus Widjaja mencatat rata-rata okupansi mal sebelum pandemi Covid-19 mencapai 90%. Angka tersebut anjlok menjadi 70% pada 2020-2021 dan kembali pulih menjadi 80% pada 2023.
"Namun pada akhir 2023, kami khawatir karena tiba-tiba banyak peritel dalam rencana bisnis 2024 menunda atau membatalkan pembukaan toko-toko baru," kata Alphonsus dalam konferensi pers di Rodenstock Building, Selasa (16/1).
Alphonsus menilai, penundaan tersebut menjadi ancaman bagi keberlangsungan industri pusat perbelanjaan nasional. Menurut dia, kenaikan pertumbuhan rata-rata okupansi mal dari 80% ke 90% membutuhkan kenaikan jumlah tenan mencapai 12,5
Ia mencatat, total mal di Indonesia mencapai 400. Mayoritas atau 250 pusat perbelanjaan berada di Pulau Jawa dan Bali. Adapun di DKI Jakarta, terdapat 100 mal.
Alphonsus pun menilai banyak peluang pembukaan mal di luar Pulau Jawa dan Bali. Namun, ia mengakui kondisi industri perbelanjaan saat ini tidak kondusif.
Kondisi yang dimaksud Alphonsus adalah maraknya barang impor ilegal yang masuk ke dalam negeri. Menurutnya, akar dari permasalahan tersebut adalah perlakuan bias oleh pemerintah pada pedagang daring dan luring.
Alphonsus menilai, sebagian barang yang dijual secara daring merupakan barang ilegal dan pedagang daring tidak dikenakan pajak yang sama dengan pedagang luring. Alphonsus berpendapat kondisi tersebut diperburuk dengan pengetatan kebijakan impor dengan penerbitan Peraturan Menteri Perdagangan No. 36 Tahun 2023.
"Kalau hanya barang impor yang diperketat tapi barang ilegal dibiarkan, barang ilegal akan makin masif di dalam negeri. Ini yang kami sampaikan kenapa kami memperkirakan akan terjadinya stagnasi pertumbuhan industri mal kalau kondisi tidak berubah," ujarnya.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengakui persaingan antara peritel luring dan daring cukup ketat. Oleh karena itu, Airlangga mendorong agar peritel luring meningkatkan daya saing yang berdasarkan kebutuhan konsumen.
Airlangga mengatakan, sektor swasta harus berperan aktif dalam menemukan konsep-konsep baru untuk memenuhi perubahan gaya hidup masyarakat. Menurutnya, sektor swasta harus berada di depan lantaran menjadi tulang punggung ekonomi nasional.
Ia menilai gaya hidup masyarakat akan berangsur berubah hingga 2030. Airlangga memproyeksikan pendapatan per kapita pada tahun ini mencapai US$ 5.500. Angka tersebut diperkirakan terus naik hingga 2030 menjadi US$ 10.000.
"Untuk itu, antara pendapatan per kapita US$ 5.000 dan US$ 10.000, kebutuhan masyarakat akan berbeda," ujarnya.