PPN 12% Berpotensi Gerus Konsumsi Rumah Tangga Sampai Rp 40,68 Triliun
Penerapan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12% yang mulai berlaku 1 Januari 2025 mendapat banyak respon negatif dari berbagai lapisan masyarakat, termasuk dari Center of Economic and Law Studies (CELIOS). Dalam kajiannya, kebijakan tersebut berpotensi untuk menggerus konsumsi rumah tangga hingga Rp 40,68 triliun.
“Hasil studi CELIOS mengungkap kebijakan tarif PPN 12 persen berisiko menurunkan Produk Domestik Bruto (PDB) hingga Rp 65,3 triliun, mengurangi jumlah konsumsi rumah tangga sebesar Rp 40,68 triliun,” kata Direktur Fiscal Justice CELIOS Media Wahyudi Askar dikutip dari Antara, Sabtu (30/11).
Ia menjelaskan, kenaikan PPN12% akan meningkatkan pengeluaran kelompok miskin sebesar Rp 101.880 per bulan, kelompok rentan miskin sebesar Rp 153.871 per bulan, dan kelas menengah hingga Rp 354.293 per bulan.
Kondisi ini tidak hanya mengancam daya beli masyarakat namun juga memperburuk fenomena penurunan kelas sosial dari kelas menengah menjadi rentan miskin. Ia merekomendasikan pemerintah untuk mencari sumber pendapatan baru, misalnya dari pajak kekayaan, pajak windfall profit komoditas, pajak produksi batu bara, sampai pajak karbon.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur menjelaskan, kenaikan PPN 12 persen tak hanya berdampak pada ekonomi, tetapi juga mempunyai efek rambatan ke sektor pendidikan, lingkungan, dan iklim demokrasi yang semakin menyempit.
“Sementara pemerintah memiliki mandat konstitusi untuk mensejahterakan seluruh warga negaranya,” jelas Isnur.
Imbas kenaikan PPN 12 persen kian menggerus ekonomi rumah tangga dengan tambahnya pengeluaran uang. Isnur mengatakan, dalam kalkulasi ekonomi sederhana tambahan pengeluaran ini merogoh kocek sekitar Rp 1,75 juta per tahun. Kondisi faktual ini jelas kontras bertentangan dengan mandat negara untuk menyejahterakan rakyatnya sehingga kebijakan kenaikan PPN 12 persen bertentangan dengan Pasal 28 H ayat 1 yang berbunyi
“Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan," pungkasnya.