Luhut Sebut Rupiah Tembus 17.000 per US$ dalam Batas Normal, Apa Alasannya?

Agustiyanti
9 April 2025, 13:20
luhut, rupiah
Katadata/Fauza Syahputra
Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan menyampaikan paparan pada acara Sarasehan Ekonomi Bersama Presiden Republik Indonesia di Assembly Hall, Menara Mandiri, Jakarta, Selasa (8/4/2025). Acara tersebut membahas mengenai Memperkuat Daya Tahan Ekonomi Indonesia di Tengah Gelombang Perang Tarif Perdagangan.
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Ketua Dewan Ekonomi Nasional Luhut Binsar Pandjaitan menilai, koreksi yang terjadi pada nilai tukar rupiah masih dalam kondisi wajar di tengah eskalasi perang tarif Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Koreksi pada rupiah dan pasar saham masih sejalan dengan negara lain. 

"Rupiah yang ditakutkan lebih dari 17.000 per dolar AS, sebenarnya masih dalam batas-batas normal," ujar Luhut dalam Sarasehan Ekonomi Bersama Presiden Republik Indonesia di Jakarta, Selasa (8/4). 

Ia menjelaskan, kurs rupiah yang melemah ini dapat mengkompensasi eksportir yang akan terdampak tarif Amerika Serikat. Pelemahan rupiah terhadap dolar AS memang dapat menguntungkan eksportir karena berarti bisa menjual barang dengan harga yang lebih kompetitif.

Trump resmi mengenakan tarif impor balasan ke banyak negara mulai 9 April 2025, termasuk Indonesia sebesar 32%.  Luhut menjelaskan, dampak dari kebijakan tarif impor AS ke Indonesia secara langsung sebenarnya relatif terbatas. Ini karena porsi ekspor terhadap produk Domestik Bruto (PDB) hanya sebesar 23,8%. Porsi ekspor Indonesia ke AS juga hanya mencapai 10%. 

Namun, menurut dia, tetap perlu diwaspadai dampak tidak langsung dari kemungkinan eskalasi perang tarif yang dapat berdampak pada perlambatan ekonomi Cina yang saat ini juga belum sepenuhnya pulih. Adapun Cina saat ini menjadi mitra dagang terbesar Indonesia. 

"Kita tidak perlu khawatir berlebihan, tapi tentu harus waspada," kata dia. 

Kebijakan untuk Bantu Eksportir 

Luhut mengatakan, pemerintah juga akan menyiapkan kebijakan untuk membantu sektor-sektor yang terdampak tarif resiprokal, terutama di sektor-sektor padat karya.

Berdasarkan catatan Institute for Development of Economics and Finance (Indef), beberapa produk ekspor Indonesia akan terdampak akibat dari kebijakan ini adalah tekstil, garmen, alas kaki, kemudian palm oil. Secara total, ada 10 produk ekspor Indonesia yang akan terdampak tarif resiprokal AS.

Untuk menanggapi kebijakan AS tersebut, Indonesia disebut telah menyiapkan proposal untuk negosiasi tarif dengan Amerika yang dapat diimplementasikan dan menjawab keinginan Negeri Paman Sam.

Pada Kamis (17/4), delegasi Indonesia yang terdiri dari Kementerian Koordinator Perekonomian, Dewan Ekonomi Nasional, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Dalam Negeri, dan Dewan Ekonomi Nasional, dinyatakan akan bertemu dengan beberapa pejabat dari AS untuk melakukan negosiasi atas tarif resiprokal terhadap Indonesia sebesar 32 persen.

Pembicaraan non formal dengan Amerika juga telah dilakukan sesuai arahan Presiden.

“Kita perang bersama-sama, kita satu tim. Nah, itu kita dengarkan dan kita tangkap bagaimana cara kita melawan keadaan seperti ini, dan ini saya pikir kita sangat bangga bahwa teman-teman dari asosiasi memberikan masukan-masukan yang sangat konkret,” ungkap dia.

Salah satu kebijakan yang diterapkan Indonesia guna menghadapi tarif impor AS adalah deregulasi yang bertujuan memangkas ekonomi berbiaya tinggi. Ini dilakukan untuk meningkatkan daya saing produk-produk Indonesia di pasar internasional, terutama yang terbebani tarif.

Langkah ini, menurut Luhut, telah diputuskan oleh Preside. Kebijakan counter-cyclical pemerintah ini diharapkan meminimalkan dampak negatif perang dagang terhadap perekonomian domestik.

“Saya kira kita bisa meng-absorb dampak tarif 32 persen yang diterapkan oleh Amerika,” kata  Luhut. 

 

 

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...