Mengenal PBB-P2, Pajak yang Bikin Bupati Pati Didemo Warga dan Diminta Mundur
Protes warga Kabupaten Pati, Jawa Tengah, pecah pada Rabu (13/8) dengan aksi demonstrasi yang menuntut Bupati Pati Sudewo mundur dari jabatannya. Aksi ini dipicu kebijakan Sudewo yang menaikkan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) hingga 250%.
Menanggapi tuntutan tersebut, Sudewo menegaskan dirinya dipilih secara konstitusional oleh masyarakat sehingga tidak bisa langsung berhenti dari jabatan tanpa melalui mekanisme yang berlaku.
"Saya dipilih secara konstitusional, jadi tidak bisa berhenti dengan cepat. Ada mekanismenya," kata Sudewo di Kantor Bupati Pati, seperti disiarkan Kompas TV.
Ia juga menghormati rencana Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Pati yang akan mengusulkan hak angket untuk memproses pemakzulannya. Sudewo berjanji akan mengambil pelajaran dari demonstrasi tersebut.
Pengertian PBB-P2
Berdasarkan Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD) Pasal 1 ayat (37), Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) adalah pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, atau dimanfaatkan oleh orang pribadi maupun badan.
Pengecualian berlaku untuk kawasan yang digunakan sebagai tempat kegiatan usaha di bidang perkebunan dan pertambangan.
Siapa yang Menentukan Besaran PBB?
Besaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) menjadi kewenangan pemerintah daerah, yang penetapannya dipengaruhi oleh kenaikan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).
Pemerintah pusat juga memiliki peran yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD), yang memuat ketentuan mengenai NJOP dan PBB.
"Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan, yang selanjutnya disingkat PBB-P2, adalah pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan," tulis Pasal 1 ayat (33) UU HKPD.
Dalam undang-undang tersebut, bumi diartikan sebagai permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan pedalaman. Sementara bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap di atas maupun di bawah permukaan bumi.
NJOP sendiri adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli secara wajar. Jika tidak terdapat transaksi, NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek sejenis, nilai perolehan baru, atau NJOP pengganti.
Pasal 40 ayat (1) UU HKPD menegaskan bahwa dasar pengenaan PBB-P2 adalah NJOP. Adapun Pasal 40 ayat (7) menyatakan bahwa besaran NJOP ditetapkan oleh masing-masing kepala daerah.
Dasar Pengenaan PBB-P2
Mengutip Pajakku.com, dasar pengenaan PBB-P2 adalah NJOP yang diatur dalam pasal 79 UU PDRD. Besaran NJOP ini ditetapkan tiga tahun oleh masing-masing kepala daerah, namun dikecualikan untuk objek pajak tertentu yang bisa ditetapkan setiap tahun sesuai dengan perkembangan yang terjadi di wilayahnya.
Besaran NJOP dipengaruhi oleh:
- Faktor yang mempengaruhi NJOP bumi seperti lokasi, peruntukan, pemanfaatan, dan kondisi lingkungan sekitar.
- Faktor yang mempengaruhi NJOP bangunan seperti bahan baku yang digunakan dalam rangka membangun bangunan tersebut, lokasi bangunan, rekayasa, dan kondisi di sekitar bangunan tersebut.
Cara Menghitung PBB-P2
Dalam Pasal 81 UU PDRD, besaran pokok dihitung dengan cara mengalikan tarif yang sudah ditentukan sebelumnya dengan dasar pengenaan pajak atau DPP yang ditetapkan kepala daerah berupa NJOP setelah dikurangi NJOPTKP.
NJOPTKP merupakan batas untuk nilai jual objek pajak yang tidak kena pajak. Mengacu pada Pasal 77 ayat (4) dan (5) UU PDRD ditetapkan paling rendah untuk besaran NJOPTKP yakni sebesar Rp 10 juta untuk setiap wajib pajak.
Selain itu, NJOPTKP besarannya juga diatur dan ditetapkan dengan peraturan pada daerah masing-masing.
Dapat disimpulkan rumus untuk mencari jumlah PBB P2 yang terutang, sebagai berikut:
PBB P2 Terutang = Tarif x Dasar Pengenaan Pajak = Tarif x (NJOP – NJOPTKP).
