Simalakama Petani Garam
Pemerintah akhirnya menugaskan PT. Garam untuk mendatangkan 75 ribu ton garam konsumsi dari Australia. Langkah tersebut diambil untuk memenuhi kebutuhan garam sekaligus menstabilkan harganya. Rencananya garam impor tersebut akan sampai di Tanah Air melalui tiga pelabuhan besar yaitu pelabuhan Ciwandan, Banten; Tanjung Priok, Jakarta; dan Belawan, Medan pada 10 Agustus mendatang.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan mengatakan, harga garam melonjak lantaran produksi garam terganggu akibat curah hujan yang cukup tinggi. "Ini situasi khusus," kata dia saat Konferensi Pers di kantornya, Jakarta, Jumat (28/7).
Adapun pemerintah memiliki jatah impor garam konsumsi sebanyak 226.124 ton tahun ini. Namun, Oke memastikan kebijakan impor akan dilakukan dengan hati-hati supaya tidak menganggu produksi garam di dalam negeri. Pemerintah tidak akan melakukan impor lagi bila produksi garam di dalam negeri sudah kembali normal.
Berdasarkan pantauan Katadata di Pasar Ciputat beberapa hari lalu, sebungkus garam 150 gram dijual dengan harga Rp 2.000. Sebelum kelangkaan, dengan biaya Rp 2.000 bisa mendapatkan tiga bungkus garam 150 gram.
Ke depan, untuk menjaga pasokan garam tetap stabil, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bakal fokus dalam program pengembangan usaha garam rakyat (pugar). Dalam program tersebut, kementerian juga membangun gudang untuk menyimpan hasil produksi garam rakyat.
ANTARA FOTO/Dedhez Anggara
Di tengah langkanya persediaan garam di pasaran, petani garam kini menikmati tingginya harga di pasaran.
ANTARA FOTO/Dedhez Anggara
Petani saat memanen garam dengan membersihkan kotoran tanah dari tambak
ANTARA FOTO/Dedhez Anggara
Di tingkat petani harga garam berada pada kisaran Rp3000 per kilogram untuk kualitas standar, sementara untuk kualitas super Rp4000 per kilogram, harga yang fantastis untuk sekilogram garam, padahal di tahun sebelumnya hanya Rp300 per kilogram.
ANTARA FOTO/Dedhez Anggara
Kristal garam yang sudah dipanen
ANTARA FOTO/Dedhez Anggara
Setelah air mengering dan berubah jadi kristal berwarna putih, barulah petani memanen garam untuk dijual.
ANTARA FOTO/Dedhez Anggara
Petani garam sibuk mencangkul tanah untuk dibuat sebentuk petakan kotak persegi dengan ukuran rata-rata 5 x 5 meter, membuat saluran air dan ada pula yang memperbaiki kincir angin untuk memompa air ke areal lahan garam.
ANTARA FOTO/Dedhez Anggara
Terik matahari siang itu dirasa bagi petani garam tradisional di desa Santing kecamatan Losarang Kabupaten Indramayu sebagai awal yang baik untuk memulai proses produksi garam di lahan yang sebelumnya hampir setahun lebih terbengkalai.
ANTARA FOTO/Dedhez Anggara
Suasana khas tambak garam, kincir angin untuk memompa air ke areal lahan garam.
ANTARA FOTO/Dedhez Anggara
Sebelum dialiri air, petakan tanah yang akan digunakan sebagai lahan garam terlebih dahulu diratakan dengan alat penggiling dari semen dan bambu.
ANTARA FOTO/Dedhez Anggara
Usai dihaluskan petakan tanah tersebut diisi air yang dipompa menggunakan kincir angin buatan sendiri.
ANTARA FOTO/Dedhez Anggara
Petani tambak memperbaiki kincir anginn untuk memompa air laut kedalam tambak
ANTARA FOTO/Dedhez Anggara
Petani harus pandai-pandai menakar air ke dalam petakan lahan, setelah itu air diuapkan di bawah terik matahari selama tujuh hari.
ANTARA FOTO/Dedhez Anggara
Petani garam was-was akan masuknya garam impor, yang dikhawatirkan akan menekan harga kembali rendah, mereka berharap pemerintah mengeluarkan kebijakan yang tepat agar tidak terjadi kelangkaan garam di pasaran, namun juga melindungi petani yang menggantungkan hidupnya dari produksi garam.