YLKI Tuding Industri Rokok Manfaatkan Pandemi untuk Iklan Terselubung
Yayasan Lembaga Kosumen Indonesia menuding industri rokok memanfaatkan beberapa kegiatan sosial terkait yang berkaitan dengan bantuan corona untuk mengiklankan produknya secara terselubung.
Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi mengatakan ironisnya bantuan-bantuan sosial yang diberikan melalui dana tanggung jawab sosial atau corporate social responsibility (CSR) berupa alat pelindung diri (APD) yang diberikan kepada rumah sakit.
Padahal, secara kesehatan rokok sangat berdampak buruk bagi manusia. Sehingga hal ini sangat bertentangan dengan prinsip kesehatan lantaran para perokok sangat rentan terpapar virus.
"Justru industri rokok mencuri start dengan mengambil untung di saat wabah ini dengan membantu APD dan juga hiburan yang isinya untuk iklan mengenalkan produk itu ke masyarakat khususnya anak-anak untuk merokok," kata Tulus dalam diskusi daring di Jakarta, Selasa (19/5).
(Baca: Kendalikan Jumlah Perokok, Pemerintah Diminta Naikkan Lagi Cukai Rokok)
Menurut dia, sosialisasi pemerintah terkait dengan risiko besar perokok terpapar virus corona masih sangat minim. Berdasarkan catatannya beberapa waktu lalu, 12,4% pendapatan masyarakat menengah ke bawah digunakan untuk membeli rokok.
Bahkan, jumlah uang yang digunakan untuk membeli rokok tujuh kali lipat lebih banyak dibandingkan pengeluaran untuk membeli kebutuhan lauk pauk. Hal ini pun terjadi di tengah ancaman krisis ekonomi akibat pandemi Covid-19
Kondisi ini menggambarkan rendahnya tingkat kesadaran masyarakat akan kesehatan diri. Sebab, dengan ancaman krisis kesehatan seperti saat ini seharusnya masyarakat lebih mengutamakan pemenuhan gizi dibandingkan rokok.
"Ironisnya pemerintah secara keseluruhan maupun Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 belum menyentuh sama sekali soal keterhubungan antara dampak Covid-19 terhadap perokok. Mestinya ini menjadi salah satu yang disampaikan ke publik yaitu perokok punya kontribusi terpapar virus yang sangat besar," kata dia.
(Baca: Virus Corona Lebih Berbahaya Bagi Perokok, Ini Penjelasan Dokter)
Tak hanya itu, industri rokok juga dituding melakukan kampanye-kampanye terselubung melalui media hiburan online dengan memasang iklan secara masif. Di mana, pesan-pesan tersebut akan tersampaikan dalam skala besar bagi masyarakat yang tengah melakukan work from home.
"Industri rokok juga melakukan kampanye terselubung dengan memberikan iklan-iklan gratis pada media hiburan online bagi keluarga yang bosan di tengah pelaksaanan WFH," kata dia.
Adapun berdasarkan laporan Southeast Asia Tobacco Control Alliance (SEATCA) yang dirilis pada 2019, berjudul The Tobacco Control Atlas, Asean Region, Indonesia merupakan negara dengan jumlah perokok terbanyak di Asean, yakni 65,19 juta orang. Angka tersebut setara 34% dari total penduduk Indonesia pada 2016.
Sekitar 79,8% dari perokok membeli rokoknya di kios, warung, atau minimarket. Adapun 17,6% membeli rokok dari supermarket. Di Indonesia terdapat 2,5 juta gerai yang menjadi pengecer rokok. Angka ini belum memperhitungkan kios penjual rokok di pinggir-pinggir jalan.
(Baca: Konsumsi Rokok Masyarakat Dinilai Masih Tinggi Meski Ada Pandemi)