Twitter Sepakat Semua Sahamnya Dibeli Elon Musk Senilai Rp 636 Triliun
CEO Tesla Elon Musk telah mencapai kesepakatan untuk membeli saham raksasa media sosial Twitter seharga US$ 44 miliar atau Rp 636 triliun (kurs Rp 14.458 per dolar). Kesepakatan itu akan membuat Musk memegang kendali penuh atas Twitter.
Dikutip dari CNN Internasional, dewan direksi Twitter telah menyetujui kesepakatan pengambilalihan perusahaan senilai US$ 44 miliar tersebut, kemarin (25/4). Kesepakatan itu telah disetujui dengan suara bulat oleh dewan direksi Twitter dan prosesnya diperkirakan akan selesai tahun ini
Namun, kesepakatan penuh akan dicapai tergantung pada pemungutan suara pemegang saham Twitter dan persetujuan peraturan tertentu.
Dewan direksi Twitter sendiri telah setuju untuk menjual saham kepada Musk seharga US$ 54,2 atau Rp 781 ribu per saham. Harganya setara premi 38% dari harga saham perusahaan sebelum Musk mengungkapkan bahwa ia merupakan pemegang saham tunggal terbesar Twitter.
"Dewan direksi Twitter telah melakukan proses yang bijaksana dan komprehensif untuk menilai proposal Elon Musk dengan fokus yang disengaja pada nilai, kepastian, serta pembiayaan," kata ketua Dewan Independen Twitter Bret Taylor, seperti dikutip dari CNN pada Selasa (26/4).
Pembelian saham itu akan membuat Musk bertanggung jawab secara penuh atas Twitter. “Kebebasan berbicara adalah landasan demokrasi yang berfungsi. Twitter memiliki potensi luar biasa. Saya berharap dapat bekerja sama dengan perusahaan dan pengguna untuk membuka potensi itu,” kata Musk dikutip dari Reuters.
Kesepakatan ini menghapuskan semua spekulasi terkait masa depan Twitter selama beberapa pekan terakhir. Awalnya, Musk membeli 9% saham Twitter dan menjadi pemegang saham tunggal terbesar platform media sosial itu pada 4 April 2022.
Ia kemudian mengumumkan tawaran pengambilalihan secara penuh pada 14 April. Namun upayanya ini dihadang oleh dewan direksi Twitter dengan menerapkan strategi "poison pil" atau "pil racun". Simak databoks berikut:
Pil racun adalah salah satu taktik untuk mencegah pengambilalihan saham oleh orang atau perusahaan yang tidak diinginkan. Caranya, perusahaan target atau yang akan diambil alih, membuat sahamnya tidak menguntungkan bagi pengakuisisi.
Perusahaan target berusaha memastikan bahwa tawaran akan mengurangi nilai dan daya tarik perusahaan, sehingga merugikan pemilik baru. Strategi ini meningkatkan biaya akuisisi secara signifikan dan menciptakan disinsentif besar.
Tapi langkah itu tidak akan menghalangi Musk menawarkan langsung ke pemegang saham Twitter dengan meluncurkan penawaran tender.
Berdasarkan dokumen komitmen penawaran, bos Tesla ini menyiapkan US$ 21 miliar atau Rp 301 triliun dana dari dompet pribadinya untuk membeli Twitter. Kemudian, ia menambahkan ekuitas sebesar US$ 12,5 miliar atau Rp 179 triliun dari saham di Tesla.
Sedangkan sisanya dibiayai melalui pinjaman dari bank, termasuk dari Morgan Stanley yang setuju memberikan utang sebesar US$ 13 miliar atau Rp 186 triliun untuk akuisisi saham Twitter.
Musk sendiri merupakan pengguna aktif platform media sosial itu dengan 83 juta pengikut. Ia telah mencuit terkait minatnya untuk membeli Twitter sejak 2017.
Dia telah memberi isyarat bahwa Twitter perlu diubah sebagai perusahaan swasta yang membangun kepercayaan dengan pengguna dan berbuat lebih baik dalam melayani apa yang dia sebut kebebasan berbicara.
Sedangkan, analis memperkirakan bahwa kesepakatan antara Musk dan Twitter tidak akan menghadapi pengawasan serius dari otoritas persaingan AS. Sebab, kepentingan bisnis utama Musk lainnya seperti Tesla dan SpaceX tidak bersaing dengan Twitter.
Tesla merupakan produsen mobil listrik terbesar global, sedangkan SpaceX merupakan perusahaan yang bergerak di bidang luar angkasa. Akan tetapi, kesepakatan pembelian akan meningkatkan kekhawatiran terhadap kekuatan raksasa teknologi dalam mengatur penggunanya.
“Tidak peduli siapa yang memiliki atau menjalankan Twitter, presiden telah lama mengkhawatirkan kekuatan platform media sosial yang besar,” kata juru bicara Gedung Putih Jen Psaki dikutip dari The Guardian.
Profesor hukum di Vanderbilt University Rebecca Allensworth juga mengatakan bahwa kesepakatan pembelian Twitter oleh Elon Musk akan menggangu iklim usaha perusahaan teknologi besar. “Ada sesuatu yang sangat meresahkan tentang perusahaan swasta yang memegang kekuasaan di Twitter," katanya.