Sejumlah LSM Soroti Penurunan Dana Kampanye Pemilu 2019

Ameidyo Daud Nasution
28 Januari 2019, 16:26
KPU Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye (LPSDK)
Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Petugas KPU berjabat tangan dengan Abdul Kadir Karding, Wakil Ketua dan Wahyu Sakti Trenggono selaku bendahara (kanan) bersama TKN Jokowi-Ma'ruf nomor urut satu di KPU untuk penyerahan LPSDK (Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye), Jakarta Pusat (3/1). KPU RI tak memberikan batasan besaran dana dari partai politik pengusung dan pasangan calon presiden-calon wakil presiden untuk kepentingan pencalonan di Pilpres 2019.

Model pembiayaan politik dalam kampanye pemilihan umum (Pemilu) kembali menjadi sorotan. Sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) mencurigai adanya potensi pembiayaan ilegal melihat penurunan signifikan dalam Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye (LPSDK) partai politik yang berkompetisi dalam Pemilu 2019.

Dalam LPSDK 2014 tercatat dana kampanye sebesar Rp 2,1 triliun. Adapun pada LPSDK tahun ini hanya Rp 427,1 miliar saja. Direktur Eksekutif Sindikasi Pemilu Demokrasi August Mellaz mengatakan, penurunan dana kampanye ini aneh.

Pasalnya, Pemilu tahun ini diprediksi lebih alot dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun ini, pemilu akan diikuti 16 parpol atau lebih banyak dari parpol peserta Pemilu 2014 yang hanya 10 parpol. Jumlah daerah pemilihan (dapil) pun juga bertambah dari 77 dapil pada 2014 menjadi 80 dapil.

Dia mengingatkan, perlu ada kesadaran bersama dalam mengawasi pembiayaan kampanye Pemilu Legislatif (Pileg). Hal ini dilakukan untuk mencegah potensi pembiayaan ilegal dalam kampanye. "Apalagi tidak ada perubahan, sistem juga tidak berubah," kata August dalam diskusi Pembiayaan Gelap dan Korupsi Politik di Pemilu 2019, di Jakarta, Senin (29/1).

August juga menyoroti belanja kampanye yang masih berorientasi pada calon legislator. Total dari dana kampanye senilai Rp 427,1 miliar tersebut, sebanyak 79,1% berasal dari sumbangan caleg. Sedangkan parpol hanya berkontribusi 20,9% saja. August mengatakan, uang yang disetor caleg bisa saja merupakan dana dari sponsor yang di masa depan akan dipenuhi permintaan politiknya. "Karena ada kebutuhan yang harus didukung sponsor, apa itu tidak dilaporkan," kata dia.

Pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Mada Sukmajati mengatakan, selain pelaporan formal sebenarnya ada pula kebutuhan dana informal yang menguras kocek caleg. Dalam sebuah survei yang dilakukan saat pemilihan kepala daerah (Pilkada), dia pernah mendapatkan informasi ada calon yang melapor dana kampanye secara resmi Rp 900 juta. Namun, ternyata ongkos kampanye yang dikeluarkan bisa mencapai Rp 7 miliar. "Jadi pesan saya kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), jangan percaya laporan formalnya," kata Mada.

Halaman:
Reporter: Ameidyo Daud Nasution
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...