Jurus Pemerintah Menyehatkan UMKM dari Hantaman Corona

Image title
25 Juni 2020, 11:00
Pekerja menyelesaikan pembuatan gantungan kunci di sentra Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM) industri kerajinan cendera mata rumahan Desa Pucang, Secang Magelang, Jawa Tengah, Minggu (22/3/2020). Ditutupnya tempat wisata akibat wabah virus corona menyeba
ANTARA FOTO/Anis Efizudin
Pekerja menyelesaikan pembuatan gantungan kunci di sentra Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM) industri kerajinan cendera mata rumahan Desa Pucang, Secang Magelang, Jawa Tengah, Minggu (22/3/2020). Ditutupnya tempat wisata akibat wabah virus corona menyebabkan produksi cendera mata berkurang hingga 70 persen bahkan ada yang tidak berproduksi.

Pandemi virus corona Covid-19 membuat usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM tak lagi setangguh saat krisis moneter 1998/1999. Penurunan permintaan membuat arus kasnya sakit. Pemerintah pun berusaha mengobati motor pertumbuhan ekonomi ini dengan pelbagai stimulus agar tetap bertahan.

UMKM sektor pariwisata yang pertama kali terpukul oleh virus corona. Pembatasan sosial di sejumlah daerah membuat biro perjalanan kehilangan konsumen. Maritim Travel yang berbasis di Tangerang Selatan, satu di antaranya.

Advertisement

Menurut pemiliknya, Rizky Eka Valdano pada awal April lalu, banyak pelanggan yang membatalkan dan menjadwal ulang perjalanannya. Omzet Rp 200 juta per bulan yang biasa didapat lenyap. Seluruh pegawainya pun dirumahkan, lalu ia menutup sementara usahanya.  Saat dihubungi lagi pada 6 Juni, kondisi bisnisnya belum berubah. Kini dia mencari peruntungan dengan berbisnis bahan pokok.

(Baca: Pemerintah Siapkan Rp 12 T Agar Pemerintah Tetap Salurkan Kredit UMKM)

Norman Valentino, pemilik resto ayam panggang “Chicken Forest” di Bintaro, Jakarta Selatan bernasib seperti Rizky. Kepada Katadata.co.id pada 20 Mei lalu, ia menuturkan pengunjung restonya menurun drastis, dari 30 meja terisi per hari menjadi 1-2 meja, sejak DKI Jakarta menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pada awal April.

Omzet Norman anjlok mencapai 90 %. Ramadan yang diharapkan bisa mengerek omzetnya pun tak terealisasi. Ia terpaksa mengurangi jam operasional sampai merumahkan karyawan. Dari 10 pegawai hanya dua yang dipertahankan.

Sementara itu, Nur, pemilik konveksi Gazalba di Sidoarjo, Jawa Timur, menyatakan harga bahan baku produksi seperti kain dan benang naik akibat distribusi terganggu. Banyak dari barang-barang tersebut adalah impor. “Tiap minggu harganya bisa naik,” kata dia kepada Katadata.co.id, Kamis (11/6).

Nur juga merasakan penurunan permintaan. Pesanan busana muslim yang selama ini andalan utamanya berkurang. termasuk dari pabrik besar yang biasa memanfaatkan jasanya menggarap beberapa jenis produk. Penurunan omzet lebih dari 50% dibandingkan sebelum pandemi.

(Baca: Pandemi Covid-19 Mendorong 301 Ribu UMKM Beralih ke Online)

Gambaran lebih besar dari melemahnya daya juang UMKM di tengah pandemi terlihat dari hasil survei Katadata Insight Center (KIC) periode 8-15 Juni terhadap 206 UMKM di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Sebanyak 93,4 % UMKM terdampak negatif saat pendemi. Termasuk penurunan omzet yang bisa dilihat dalam grafik berikut:

Kondisi ini mengkhawatirkan lantaran kontribusi UMKM terhadap pertumbuhan ekonomi nasional signifikan. Data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2018 menyatakan UMKM menyumbang Rp 8.573,9 triliun terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) atau setara 57,8 % dari total pendapatan negara Rp 14.838,3 triliun. UMKM juga menyerap 116.978.631 pekerja atau 97 % dari total tenaga kerja Indonesia.

Apabila UMKM tak terselamatkan dalam masa-masa ini, Indonesia terancam mengalami resesi. Pada kuartal I lalu pertumbuhan ekonomi hanya 2,97 % dan Menteri Keuangan Sri Mulyani memprediksi kuartal II 2020 pertumbuhan ekonomi bisa minus 3,8 %.

Langkah-Langkah Pemerintah Selamatkan UMKM

Pemerintah pada 9 Mei lalu menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang mencakup stimulus UMKM. Bentuknya penempatan dana restrukturisasi kredit, penjaminan modal kerja, dan subsidi bunga kredit.

Pasal 10 ayat (3) menyatakan penempatan dana dilakukan pemerintah bagi bank yang telah merestrukturisasi kredit UMKM dan menyalurkan kredit modal kerja tambahan atau baru. Anggarannya sebesar Rp 78,78 triliun, seperti disampaikan Plt Kepala Pusat Kebijakan Sektor Keuangan, Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu, Adi Budiarso, dalam acara Dialogue KiTa: Program PEN untuk UMKM pada 19 Juni.

Program ini bersinambung dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019. Peraturan ini mengizinkan bank merestrukturisasi kredit UMKM terdampak corona dengan plafon maksimal Rp 10 miliar.

Data OJK per 23 Juni menunjukkan, 102 bank telah merestrukturisasi kredit UMKM dan non-UMKM. Debitur UMKM yang telah direstrukturisasi sebanyak 5,17 juta dengan nilai kredit Rp 298,86 triliun. OJK pun memproyeksikan debitur UMKM yang bisa direstrukturisasi mencapai 12,69 juta dengan nilai total kredit Rp 553,93 triliun. 

(Baca: Pemerintah Prioritaskan Belanja Kementerian Rp 700 triliun Untuk UMKM)

Selain restrukturisasi kredit, pemerintah menyediakan penjaminan modal kerja. Adi menyatakan, penjaminan modal kerja dilakukan secara langsung oleh badan usaha milik negara (BUMN) strategis dan badan usaha Jamkrindo dan Askrindo. Total anggarannya Rp 6 triliun, dengan rincian Imbal Jasa Penjaminan (IJP) sebesar Rp 5 triliun dan penjaminan untuk modal kerja atau stop loss sebesar Rp 1 trilun.

“Ini yang kami harapkan mampu meningkatkan daya tahan UMKM,” kata Adi.

Menkeu Sri Mulyani Indrawati pada 16 Juni saat memaparkan APBN KiTa secara virtual menyatakan, subsidi bunga kredit akan diberikan kepada 60,66 juta rekening UMKM. Anggarannya Rp 35,28 triliun. Teknis pelaksanaan juga sudah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 65 tahun 2020. 

Rincian subsidi bunga yang akan diberikan sesuai aturan itu sebagai berikut:

Jenis DebiturPlafonSubsidi
Perbankan dan Perusahaan PembiayaanPlafon sampai Rp 500 jutaSubsidi bunga 6% untuk 3 bulan pertama dan 3% untuk 3 bulan kedua.
 Plafon >Rp 500 juta-Rp 10 miliarSubsidi bunga diberikan 3% untuk 3 bulan pertama dan 2% untuk 3 bulan kedua
Penyalur Kredit Program PemerintahPlafon sampai Rp 10 jutaSubsidi sebesar beban bunga, paling tinggi 25%
 Plafon >Rp 10 juta-Rp 500 jutaSubsidi bunga 6% untuk 3 bulan pertama dan 3% untuk bulan kedua
 Plafon >Rp 500 juta-Rp 10 miliarSubsidi bunga 3% untuk 3 bulan pertama dan 2% untuk 3 bulan kedua.


Syarat debitur bisa mendapat stimulus ini, adalah memiliki baki debet kredit atau pembiayaan sampai 29 Februari 2020, tidak masuk dalam daftar hitam, dan memiliki kategori tagihan lancar atau kolektabilitas satu sampai dua pada 20 Februari 2020. Selain itu, debitur memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP) atau mendaftar untuk mendapatkannya, memperoleh restrukturisasi dari penyalur kredit atau pembiayaan, dan plafon kreditnya di bawah Rp 10 miliar. 

“Ini kadang-kadang memakan waktu dan angkanya kan bergerak sesuai dengan kecepatan dari lembaga-lembaga keuangan melakukan restrukturisasi,” kata Sri Mulyani.

(Baca: Bantu UMKM Sembilan BUMN Bangun Ekosistem Pasar Digital)

PEN juga memberikan pembiayaan investasi bagi koperasi melalui Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB) KUMKM senilai Rp 1 triliun. Dana ini untuk tambahan modal baru koperasi di luar Rp 1,85 triliun yang dianggarkan Kemenkop dan UMKM sebelumnya.   

Selanjutnya adalah insentif Pajak Penghasilan (PPh) final UMKM 0,5% ditanggung pemerintah senilai Rp 2,40 triliun. Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak, Hestu Yoga Saksama menyatakan, insentif ini berlaku selama 6 bulan dari April sampai September 2020.

“Kalau bicara sektor usaha kecil dan menengah, UMKM ini insentif pajaknya paling besar,” kata Hestu kepada Katadata.co.id, Senin (22/6).

Jurus Pemerintah Dinilai Tidak Jitu

Seluruh langkah pemerintah mendapat kritik dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) dan Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia. INDEF menilai stimulus tersebut terlalu rumit untuk bisa dirasakan langsung oleh UMKM. Padahal, UMKM membutuhkan bantuan secara cepat mengingat dampak Covid-19 yang menerpa mereka juga terus berlangsung.

“Pendekatannya memang harus lebih short term,” kata Peneliti INDEF Media Wahyudi Askar Katadata.co.id.

Halaman:
Reporter: Agatha Olivia Victoria
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement