Siasat Gedung Pertunjukan Menyambut Kontraproduktif Masa Pandemi

Luki Safriana
Oleh Luki Safriana
11 Juli 2020, 11:00
Luki Safriana
Ilustrator: Joshua Siringoringo | Katadata
Penari Iing Sayuti mementaskan tarian kontemporer berjudul "Eling" yang disiarkan melalui media daring di Indramayu, Jawa Barat, Sabtu (20/6/2020) malam. Pertunjukan tari kontemporer melalui media daring tersebut menggambarkan kegelisahan jiwa di masa Pandemi COVID-19.

Premis ini sebenarnya layak diperdebatkan. Namun, pandemi ini telah menjadi saksi hidup yang secara telak menggambarkan mungkin memang dominasi pendekatan “fisik” terlalu superior terhadap “daring”. Gugatan terhadap online behavior, ditambah masih lemahnya sektor infrastruktur menjadi salah satu penyebab sikap pesimistis terhadap dunia daring yang idealnya mampu berbicara banyak dalam eksosistem industri seni pertunjukan saat atau pasca pandemi.

Dalam webinar yang diusung oleh Ciputra Artpreneur dengan tajuk Dilema Teater Berbasis “online” (1/7/2020), disimpulkan bahwa seniman perlu bersiasat guna memperkuat lini aktivasi kegiatan seni pertunjukan dengan optimalisasi infrastruktur internet yang memadai. Mentransformasikan sistem digital dan memaksimalkan fungsi suatu gedung pertunjukan dalam perspektif “ruang” yang lebih eksploratif melalui program kerja atau tontonan yang kental dengan dunia maya menjadi keharusan.

(Baca: Strategi Bioskop CGV Bertahan di Tengah Pandemi Corona)

Persebaran gedung pertunjukan di beberapa titik sentral beberapa kota Indonesia menegaskan perlu adanya jejaring sebagai sebuah jalur kesenian, terutama seni pertunjukan, guna bergotong royong menciptakan suatu dunia baru yang khas. Jalur ini hampir serupa dengan tol laut yang diperkenalkan pemerintah, tetapi penghubungnya adalah internet.

Langkah ini merupakan peta strategis untuk membangun seni budaya bangsa, termasuk pendidikan dan pariwisata, mengingat semuanya saling terkait. Masyarakat dapat mengakses secara gratis atau dengan biaya murah untuk acara yang diusung gedung pertunjukan melalui medium tersebut. Penampilan seni tidak melulu hanya bergantung pada YouTube atau Zoom - ditakutkan melupakan pondasi sejatinya.

Persoalan jalur tol maya dalam dimensi seni budaya jelas relevan dengan rincian program yang disampaikan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Johnny G. Plate, dalam Rapat Kerja dengan Komisi I DPR RI mengenai Rencana Kerja dan Anggaran dan Rencana Kerja Pemerintah Kementerian Kominfo dan Isu-Isu Aktual Bidang Kominfo (22/06/2020). Isu terkait ialah penyediaan infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi (TIK), pengelolaan spektrum frekuensi, penataan pengelolaan pos dan informatika, serta komunikasi publik.

(Baca: Simalakama New Normal dan Gejolak Seniman Pertunjukan Meresponnya)

Persoalan paling krusial yang perlu dirumuskan oleh para pemangku kepentingan guna mendukung jalan tol maya dalam dimensi seni budaya ialah percepatan ketersediaan infrastruktur dunia maya. Kecepatan internet yang solid, keberadaan Base Transceiver Station (BTS), titik posisi dari gedung pertunjukan tersebut hingga kualitas program yang akan rilis merupakan kombinasi isu yang harus dihadapi agar demi menyempurnakan jalan tol maya tersebut.

Road map, perencanaan strategis terukur dan kerja kolaboratif yang produktif perlu segera direalisasikan agar dapat terwujud masyarakat berdaulat sinyal internet. Alhasil, keberadaannya dapat menjadi penopang eksistensi gedung pertunjukan dengan program berbasis daring.

Transformasi manajemen gedung pertunjukan yang adaptif, kesiapan perangkat pendukung serta mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) yang handal terhadap online behaviour strategy diperlukan agar kita tidak gagap menghadapi pandemi. Sejatinya gedung pertunjukan adalah aset yang menjaga identitas bangsa melalui nilai seni budaya yang tercermin dalam setiap nafas aktivitasnya.

Halaman:
Luki Safriana
Luki Safriana
Pengajar Paruh Waktu Prodi S1 Event Universitas Prasetiya Mulya, Mahasiswa Doktoral PSL-IPB University
Editor: Redaksi

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke [email protected] disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...