Revisi PSC Gross Split dan Investasi Hulu Migas

A. Rinto Pudyantoro
Oleh A. Rinto Pudyantoro
17 Juni 2023, 10:00
A Rinto Pudyantoro
Ilustrator: Joshua Siringo Ringo | Katadata
A Rinto Pudyantoro

Kehadiran kontrak bagi hasil atau PSC Gross Split dengan pola pembagian gross produksi sempat membuat heboh industri minyak dan gas bumi (migas) di Indonesia, khususnya di sisi hulu. 

Hal itu terjadi karena beberapa alasan. Pertama, industri dan pelaku bisnis sudah puluhan tahun dan sudah sangat terbiasa dengan PSC Cost Recovery. Karena itu, terasa gamang ketika harus menggunakan model baru dan harus mulai lagi dengan berbagai konsekuensi. 

Kedua, menggunakan PSC Gross Split memaksa perusahaan minyak menghadapi ketidakpastian dengan sepuluh variable split yang akan diberikan yang bergantung pada situasi lapangan. Demikian juga dengan tambahan split dari diskresi menteri energi dan sumber daya mineral (ESDM) yang secara praktik tidak mudah diperoleh.

Karena itu, menteri harus ekstra hati-hati dan sangat yakin tambahan split kontrakor layak dan harus diberikan. Setiap tambahan split kontraktor berarti sama dengan mengurangi split pemerintah.

Sedangkan pada variable kumulatif produksi, terasa redundant dengan ketentuan dalam PSC yang menyebutkan bahwa kontraktor akan memberikan bonus produksi pada jumlah kumulatif produksi tertentu.

Ketiga, variabel penentu split yang terdiri dari 10 variabel split dan tiga variabel progresif split, plus diskresi menteri, dalam pelaksanaanya membutuhkan effort yang luar biasa dalam hal pengendalian, pengawasan, pelaksanaan, dan pelaporan.

Pada ujungnya semua itu berpengaruh pada pertanggungjawabannya. Seringkali antar pihak pemerintah saling tarik-menarik.

Misalnya, tentang tingkat komponen dalam negeri atau TKDN. Jika mengacu pada Pedoman Tata Kerja atau PTK SKK Migas Nomor 066, peran penentunya ada di Kementerian ESDM. Namun, Kementerian bukan pelaku bisnis.

Dalam kondisi tersebut tentu Kementerian ESDM dapat menolak untuk mengerjakan. Kalaupun  harus mengerjakan, maka Kementerian akan kehilangan marwah sebagai regulator.   

REALISASI PRODUKSI MIGAS PHE ONWJ
Ilustrasi aktivitas hulu migas. (ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/rwa.)

Penyederhanaan PSC Gross Split

Usulan penyederhanaan PSC Gross Split sudah muncul segera setelah diluncurkan pada 2017. Kalaupun tidak dinyatakan secara eksplisit tapi keluhan SKK Migas dan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS)  sudah terdengar sejak awal.

Rupanya pemerintah sangat bijak, mendengarkan dengan seksama walau juga tidak tergesa-gesa merespon. Melalui kajian ke kajian, pada akhirnya tahun ini, di bulan ini, nampaknya waktu yang tepat untuk meluncurkan revisi ketentuan PSC Gross Split

Diskusi awal dan sounding model kontrak yang baru itu sudah dikumandangkan. Ancang-ancang modelnya mulai diperkenalkan pada Mei dalam pertemuan ASEAN 2023 yang bertajuk ASEAN Matters: Epicentrum of Growth.

Perubahan pokoknya terjadi pada penyederhanaan variable split yang semula terdiri dari 10 item menjadi tiga item saja dan menghapus item progresif split kumulatif produksi yang memang redundant. Sementara Based Split dipertahankan relatif sama, yaitu split kontraktor untuk minyak 47% dan gas 49%. 

Bila kita mencermati model yang lama, 10 item variable split tersebut sejatinya terdiri dari dua kelompok, yaitu tambahan variable split yang merupakan bentuk kompensasi biaya dan tambahan split yang bersifat intensif. 

Misalnya, lapangan dengan produksi hidrogen sulfida atau H2S lebih besar dari 4 ribu ppm diberikan tambahan split 5% di atas base split. Jadi maksudnya 5% tambahan split tersebut dimaksudkan mengompensasi kondisi lapangan, yang dengan H2S tinggi maka kontraktor harus mengeluarkan tambahan biaya.

Hal ini berbeda dengan tambahan split untuk TKDN, yang bersifat insentif. Tambahan split diberikan karena kontraktor berkenan dan memilih menggunakan TKDN dengan besaran antara 70% - 100%.

Pada model baru nantinya hanya digunakan tiga item variabel saja, yaitu jumlah cadangan, lokasi lapangan dan ketersediaan infrastruktur. Pada masing-masing item juga hanya dibagi menjadi dua hingga empat item saja.

Halaman:
A. Rinto Pudyantoro
A. Rinto Pudyantoro
Dosen Ekonomi Energi Universitas Pertamina dan Penulis Buku Bisnis Migas
Editor: Sorta Tobing

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke [email protected] disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...