Refleksi Satu Tahun Prabowo-Gibran: Perlunya Orkestrasi dan Penguatan Monitoring
“Measurement is about marking, but evaluation is about improving.”
Mengawali sesuatu selalu dirasakan lebih sulit. Vincent Van Gogh mengatakan “The beginning is perhaps more difficult than anything else.” Tetapi Van Gogh kemudian menutupnya dengan mengatakan: “Keep heart, it will turn out all right.” Tetaplah bersemangat, semuanya akan berjalan baik.
Tahun pertama pemerintahan Prabowo-Gibran mungkin belum berjalan sempurna. Kajian Prasasti tentang kinerja satu tahun pemerintahan Prabowo-Gibran setidaknya menggambarkan hal itu dengan hasil penilaian “acceptable”, yang artinya cukup baik.
Hasil ini sesungguhnya belum memuaskan. Kita berharap pemerintahan Prabowo sudah “gas pol” sejak tahun pertama dengan kinerja yang melampaui semua ekspektasi kita. Semua program berjalan sempurna dan pertumbuhan ekonomi diatas rata-rata pemerintahan sebelumnya.
Tapi sekali lagi mengawali sesuatu selalu tidak mudah. Apalagi mengawali sesuatu yang begitu besar, pastinya lebih sulit, jauh dari kata mudah.
Lesson Learned
Harus diakui bahwa tantangan dan permasalahan bangsa ini begitu banyak dan kompleks. Oleh karena itu belum sempurnanya semua program Presiden Prabowo hendaknya kita terima dan apresiasi. Tapi tentu kita berharap presiden mengambil pembelajaran untuk perbaikan di sisa pemerintahannya.
Pertanyaannya adalah pembelajaran apa yang bisa dipetik dari satu tahun ini?
Dari diskusi dengan berbagai pihak setidaknya ada dua hal utama yang perlu dilakukan. Yang pertama adalah orkestrasi. Perlu adanya satu lembaga yang memainkan peran sebagai konduktor agar terjadi harmoni yang tidak hanya menjadikan semua program berjalan sempurna tetapi menciptakan sinergi dimana hasil yang diraih bisa berlipat ganda.
Sejauh ini, belum nampak adanya satu kementerian atau lembaga yang menjalankan fungsi konduktor ini, yang mengorkestrasi semua programnya Presiden Prabowo. Bahkan yang lebih memprihatinkan jangankan terjadi harmoni, beberapa kementerian justru berjalan sendiri-sendiri.
Tidak terjadi komunikasi apalagi koordinasi. Inharmoni antarkementerian bahkan dipertontonkan dalam bentuk saling komentar di media. Beredar juga kabar bahwa beberapa menteri dalam satu bidang koordinasi tidak pernah berkomunikasi (karena permasalahan politik), dan oleh karena itu tidak mungkin juga bersinergi.
Pemerintahan Prabowo memang masih memiliki sisa waktu yang cukup panjang. Menunjuk satu menteri sebagai konduktor dalam pelaksanaan program nampaknya adalah sebuah keharusan untuk memastikan tercapainya semua target yang dijanjikan. Menteri tersebut tentu hendaknya cukup senior, berwibawa, dan sedikit “galak”, tidak sungkan untuk menegur menteri-menteri yang kurang performed.
Yang kedua adalah monitoring dan evaluasi. Prasasti dalam kajiannya merekomendasikan agar pemerintahan Prabowo mengaktifkan fungsi monitoring dan evaluasi untuk memastikan bahwa semua program berjalan sesuai rencana. Dengan adanya monitoring dan evaluasi, pemerintah bisa lebih dini mengantisipasi penyimpangan dan melakukan perbaikan agar program kembali ke track.
Prasasti menggunakan kata mengaktifkan karena sesungguhnya pemerintah sudah memiliki sistem dan perangkat yang bertugas melaksanakan fungsi monitoring dan evaluasi program khususnya program-program strategis sebagaimana diatur dalam Perpres Nomor 39 Tahun 2023 tentang Manajemen Risiko Pembangunan Nasional (MRPN).
Perpres Nomor 39 diterbitkan untuk memperkuat aspek manajemen risiko dalam penyusunan program, pengambilan keputusan, dan pengendalian program serta proyek strategis. Atas dasar Perpres Nomor 39 Tahun 2023, Bappenas kemudian menerbitkan Permen PPN/Ka. Bappenas Nomor 11/2024 tentang Penerapan Kebijakan Manajemen Risiko Pembangunan Nasional.
Permen PPN/KaBappenas mengatur bahwa Instansi Pelaksana Program harus mengelola risiko secara kolaboratif mulai dari pemantauan, pengendalian dan evaluasi. Secara kolaboratif karena dilakukan bersama-sama antarkementerian dengan pembagian peran dan tugas yang sangat jelas.
Meskipun pemerintah sudah memiliki perangkat peraturan dan sistem monitoring dan evaluasi yang cukup detail sebagaimana diuraikan diatas, implementasinya masih jauh dari harapan, baik secara parsial apalagi secara kolaboratif. Presiden Prabowo perlu memastikan disisa waktu pemerintahannya fungsi monitoring dan evaluasi sebagaimana diatur dalam Perpres Nomor 39 Tahun 2023 sepenuhnya dijalankan. Tidak ada lagi kompromi.
Penutup
Kajian Prasasti memberikan nilai “acceptable” untuk tahun pertama pemerintahan Prabowo. Kita berharap tahun kedua dan seterusnya nilai tersebut akan berganti dengan exceed expectation atau jauh melampaui harapan.
Program-program Presiden Prabowo memiliki pijakan konsep dan visi yang sangat baik. Permasalahannya ada pada implementasi. Makan Bergizi Gratis misalnya. Setahun terakhir diwarnai oleh insiden keracunan yang bagaikan setitik nila yang merusak susu sebelanga.
Presiden Prabowo sudah mencanangkan zero incident, 100% bergizi. Tapi siapa yang mengawal tekad Presiden ini dalam implementasinya?
Kita tidak bisa hanya berharap dari Kepala Badan Gizi Nasional. Harus ada koordinasi dan sinergi antara kementerian/lembaga, serta semua pihak yang terlibat dalam program MBG. Perlu ada orkestrasi, perlu ada monitoring dan evaluasi.
Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke opini@katadata.co.id disertai dengan CV ringkas dan foto diri.
