Kami akan Komit kepada Utang yang Membebani Pemerintah
Utang pemerintah tahun 2018 sudah tembus Rp 4.000 triliun. Bagaimana menguranginya? Apakah akan memutihkan utang?
Menurut saya, kita harus mengirimkan pesan yang sangat jelas kepada financial market. Kami akan komit kepada utang-utang yang sudah dibebani kepada pemerintahan karena perlu continuity. Tapi harus punya sebuah pengelolaan anggaran yang jauh disiplin.
Kita berutang karena pengeluaran lebih besar dari pemasukan. Misal pengeluaran dipangkas, pembiayaan infrastruktur bisa melibatkan swasta, perbankan lokal dan multilateral.
Dengan menekan pengeluaran dan tax ratio naik, akan ada penghasilan yang bertambah. Syukur-syukur bisa surplus. Di situlah kami pikirkan bagaimana secara sistematis jangka panjang untuk mengurangi utang. Ketergantungan kepada utang luar negeri itu harus pelan-pelan secara bertahap dikurangi.
Jadi tidak setuju pemutihan utang?
Pernyataan itu akan membuat financial market atau pasar keuangan menimbulkan ketidakpastian. Secara politis akan sangat seksi dan sentimental, tapi sekali lagi ini saya (bicara) di Katadata, bukan di tabloid politik. Kami akan komit terhadap pilar-pilar keuangan internasional, perjanjian masih harus kita patuhi. Tapi yang terpenting bahwa pengelolaan keuangan negara ini akan jauh lebih disiplin.
Bagaimana pandangan Anda terhadap pinjaman dari lembaga donor?
Ini yang sudah dilakukan puluhan tahun lalu ya. Kita harus melihat efektivitas pinjaman tersebut dari segi peningkatan kesejahteraan masyarakat, pengurangan kemiskinan, penciptaan peluang kerja, penciptaan harga barang pokok yang terjangkau. Kita harus lakukan kajian, jangan langsung menilai, tapi kita kaji satu persatu.
Kembali soal infrastruktur, apakah Anda akan melanjutkan pembangunan infrastruktur pemerintahan sekarang?
Justru akan kami tingkatkan, akan ada satu dorongan baru, terhadap pembangunan infrastruktur. Dunia usaha akan terlibat, kami akan fokus di infrastruktur yang menyangkut hajat hidup orang banyak, membuka lapangan pekerjaan, meningkatkan konektivitas masyarakat.
Energi dan Migas
Apa poin utama Anda tentang kebijakan energi?
Sangat ironis di negeri yang sangat kaya raya ini kita belum bisa swasembada energi. Kita terlalu terpaku dengan minyak dan gas bumi yang terus menghantam defisit neraca perdagangan. Kami ingin mengembangkan kemampuan, khususnya di energi baru yang terbarukan. Di Jawa Timur fokus kunjungan saya beberapa waktu lalu mengenai potensi tenaga surya yang luar biasa, mulai dari rumahan hingga ke skala industri besar. Teknologinya bisa kita adopsi dengan mengajak investor yang peduli lingkungan.
Bagaimana pandangan Anda mengenai subsidi harga BBM dan LPG?
Tentu kita harus membantu masyarakat ekonomi rendah dengan menerapkan pola subsidi yang tepat sasaran. Kami sudah lakukan di Pemprov DKI Jakarta, berbasis data untuk menyalurkannya. Kami bisa tahu siapa yang harus di subsidi, bukan produknya yang disubsidi.
Terkait soal listrik, elektrifikasi sudah mencapai di atas 90%. Apakah Anda akan melanjutkan program listrik 35.000 MW?
Bila kita ingin menjadi negara yang menyegarkan industrialisasi, harus hadirkan listrik. Kalau kita hanya bilang cukup, ya cukup untuk sekarang. Bila ingin mengundang investor untuk membuat pabrik besar perlu menambah jumlah pasokan daya listriknya. Jadi itu selalu sejalan dalam mengundang orang berinvestasi.
Bagaimana pandangan Prabowo-Sandi mengenai nasionalisasi aset migas?
Menurut saya kita lepaskan dari isu tersebut. Kami lihat apakah mengakuisisi kembali ini merupakan kebijakan yang membuat masyarakat sejahtera dan membuka lapangan kerja? Yang utama bagi kami, bagaimana bumi, air dan yang tergantung di dalamnya digunakan semaksimal mungkin untuk rakyat.
Bagaimana menurut Anda wacana Presiden harus turun langsung membenahi iklim investasi migas yang dinilai kurang menarik?
Kita sudah terlalu banyak institusi. Tapi yang perlu adalah delivery. Saya yakin bahwa kepemimpinan yang kuat akan mengirimkan satu keyakinan dan tingkat confidence yang tinggi kepada masyarakat bahwa sumber daya yang kita miliki digunakan untuk kesejahteraan. Presiden harus menjadi ujung dari tanggung jawab tersebut. Presiden harus bertanggung jawab dan harus terlibat atas keputusan tersebut.