“Kalau Pilpres Dua Putaran, yang Tersisih Mas Ganjar”

Image title
Oleh Tim Redaksi
29 Desember 2023, 09:44
Hasan Nasbi
Katadata
Juru Bicara Tim Kampanye Nasional Prabowo-Gibran / Founder Cyrus Network

Pemilihan presiden 2024 kurang dari satu setengah bulan lagi. Komisi Pemilihan Umum juga sudah dua kali menyelenggarakan debat capres-cawapres. Beberapa survei memperlihatkan, hasil debat cukup berdampak pada keputusan publik. Hal ini terutama pada kelompok swing vooters atau juga mereka yang belum menentukan pilihan.

Hasil sigi termutakhir beberapa lembaga survei menunjukkan bahwa elektabilitas Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka cukup melejit. Survei Indikator Politik memaparkan keterpilihan pasangan ini setelah debat kedua pada 22 Desember sebesar 46,7 %. Sementara sigi CSIS menempatkan Prabowo-Gibran di peringkat pertama dengan nilai 43,7 %.

Di posisi kedua dan ketiga, hasil survei Indikator dan CSIS berbeda. Sigi Indikator masih memperlihatkan bahwa Ganjar Pranowo-Mahfud MD di nomor dua. Adapun di survei CSIS, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar sudah menyalip menjadi runner up.

Dalam analisis Founder Cyrus Network, Hasan Nasbi, mulai akhir Desember ini tingkat keterpilihan para capres mulai stabil dengan Prabowo-Gibran terus memimpin hingga pencoblosan di 14 Februari 2024. “Ganjar mungkin 20-an persen, sebesar PDIP. Anies paling tinggi 22 atau 23 persen,” kata Hasan dalam podcast Gultik -Pergulatan Politik- yang tayang di Youtube Katadata setiap Jumat pukul 19:00.

Dalam obrolan sekitra sejam yang dipandu host Wahyu Muryadi, pemilik akun Om Why, Hasan bercerita banyak hal. Selain kalkulasi elektabilitas para capres, Juru Bicara Tim Kampanye Nasional Prabowo-Gibran ini berkisah tentang kedekatannya dengan Presiden Joko Widodo dan Prabowo. Kisah lama mantan Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus TNI ini terkait huru-hara 1998 ini juga dikupas.

Anda pendukung Jokowi dalam pilpres yang lalu dan mengkritik sangat keras Prabowo Subianto, hingga sampai terjadi perang di dunia maya. Apa yang kemudian membuat Anda sekarang mendukung Prabowo?

Saya masih pendukung Pak Jokowi. Kita tahu Pak Jokowi sebagai pribadi bersama Pak Prabowo. Jadi, saya percaya dengan pilihan-pilihan politik Pak Jokowi. Sejauh ini pilihan-pilihan politiknya diperhitungkan dengan sangat matang. Makanya menang terus, di Solo, Jakarta, jadi presiden. Itu bukan satu-satunya jaminan, tapi saya melihat beliau cermat sekali dalam membuat perhitungan politik.

Jadi Anda berguru atau kagum sekali sama Pak Jokowi?

Jokowi itu guru buat banyak orang. Kadang-kadang, kita yang bergulat di ilmu politik, di political sains, merasa sudah pinter. Tapi secara praktis, Pak Jokowi itu guru besar ilmu politik. Beliau sangat cermat membaca data. Kalau ada kritik terhadap kebijakan, dia pelajari, termasuk untuk memprediksi siapa yang paling layak melanjutkan dia.

Anda sering bertemu Jokowi?

Sering banget sih enggak, tapi cukup lumayan. Untuk berdiskusi panjang, untuk tahu cara berpikir dan jalan berpikir. Bisa satu jam, satu setengah jam.

Selain Anda, apa ada lagi ahli riset politik atau polling lain yang ikut bertemu Jokowi?

Saya yakin bukan cuman kami. Kan dia mengambil sudut pandang dari beragam perspektif. Bukan ketemu satu orang kemudian langsung percaya. Pasti beliau cek lagi datanya.

Bertemunya itu dikontrak atau bagaimana?

Enggak. Kalau dalam rangka bercerita data segala macam, Pak Jokowi tidak menyeleksi lagi. Dia panggil kami semua, kontrak atau enggak kontrak. Pak Jokowi kan bos kami semua.

Sebelum ini, ketika beliau periode pertama?

Tahun 2012, saya konsultan Pak Jokowi. Tahun 2014 saya terlibat membantu, untuk Pilpres 2019 juga begitu. Tapi 2019 ke sini, ya, sebagai teman diskusi, sebagai partner diskusi. Pak Jokowi itu tidak secara resmi, tapi kita tahu pasti dukung Pak Prabowo dan Mas Gibran. Itu juga pasti dengan perhitungan yang cermat.

Kenapa Anda tekankan dengan secara tidak resmi? Kenapa Pak Jokowi tidak pernah memberikan statemen yang resmi? 

Harus dipisah-pisah. Sebagai bapak pasti mendukung Mas Gibran. Tapi sebagai presiden, ada tanggung jawab lagi yang lebih besar, harus menjamin pemilu berjalan dengan baik, jurdil.

Kalau ukuran Anda adalah pilihan politik Jokowi, misal, waktu itu pasangan yang didukung adalah Ganjar-Mahfud, Anda juga bisa ke sana?

Iya. Kalaupun berbeda, pasti dengan kesadaran bahwa kami kalah. Karena perhitungan beliau biasanya cermat sekali, bukan hanya memilih siapa yang tepat tapi orang ini bisa menang. Ketika Pak Jokowi mendukung bukan hanya sebagai pribadi. Dia punya gerbong pengikut yang luar biasa. Yang melihat ke mana arah Pak Jokowi, mereka bisa pindah. Itu yang terjadi sekarang, migrasi.

Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari juga bilang bahwa yang terjadi adalah perebutan kolam suara Jokowi. 

Betul. Sekarang, kolam suaranya Pak Jokowi ini migrasi ke Pak Prabowo atau ke tempat Mas Ganjar. Tapi pasti terbelah. Cuman, mungkin Pak Prabowo enggak butuh banyak. Butuh separuh lebih sedikit untuk bisa memenangkan.

Justru Mas Ganjar-Mahfud yang lebih butuh dukungan bulat-bulat?

Ya, karena mungkin suaranya full suara Pak Jokowi 2019. Sekarang, pembelahannya adalah pemilih yang masih stay dengan PDIP dan Mas Ganjar atau yang ikut pilihan Pak Jokowi.

Proposal Pak Jokowi kan akhirnya ke Prabowo-Gibran bukan lagi itu ke Ganjar Mahfud. Anda sendiri punya proposal seperti apa waktu itu?

Sebenernya enggak punya usulan apa-apa. Bulan Juli 2023 saya menghadap Pak Jokowi. Saya bilang setelah membanding-bandingkan tiga kandidat. “Pak Presiden, izin, boleh enggak saya bantu Pak Prabowo.” 

Terus Pak Jokowi bilang, “Saya sudah tahu kamu mau ke situ. Itu pilihan yang bagus,” katanya. Ada pembicara-pembicara lain yang saya tidak bisa buka, tapi itu menguatkan saya untuk berada di pilihan ini.

Alasannya apa waktu itu?

Pak Jokowi dari awal 2023 selalu menekankan kita butuh yang berani. Kalau mau jadi negara industri maju, pasti ditekan oleh negara luar. Baru hilirisasi nikel, kita ditekan luar biasa. Soal sawit, kita ditekan Uni Eropa. Kan enggak cuman ini yang harus di-hilirisasi. Bisa sepuluh komoditas, bagaimana tuh tekanan-tekanan dari Uni Eropa. Saya lihat, berarti yang dimaksud berani, bisa berhadapan dengan negara-negara asing kayaknya Pak Prabowo.

Kalau ngomong soal pemberani dan paling mengerti negara ini, Anies Baswedan kurang apa? Ganjar juga kurang paham dan kurang berani?

Mengerti dan berani itu bukan sesimpel tahu textbook. Kalau melihat jejak karier, jagat berpikir Pak Prabowo itu Indonesia di tengah percaturan dunia. Mohon maaf, jagat berpikirnya Mas Ganjar itu Jawa Tengah di tengah-tengah Indonesia. Mas Anies, berpikirnya mungkin Indonesia, atau spesialnya DKI, tapi juga masih di konteks Indonesia.

Tapi Anies manusia global, ke mana-mana.

Bukan masalah ke mana-mananya. Mungkin Mas Anis ke mana-mana, tapi networking globalnya bukan decision maker, mungkin pusat studi, akademia. Cara melihat dunia akan sangat berbeda. Dengan pusat studi di Cina, Amerika, Eropa, enggak ada rasa keterancaman. Interest mereka tidak akan terbuka dengan terus terang. Tapi ketika bertemu dengan decision maker, akan kelihatan kepentingan nasional mereka, kepentingan nasional kita.

Kalau Ganjar juga tidak punya networking seperti itu? 

Menurut saya belum. Ruang berpikirnya, alam experience dia Jawa Tengah di tengah-tengah Indonesia.

Prabowo memenuhi semua itu?

Iya, dan networking-nya decision maker, apalagi ketika dia jadi menteri pertahanan. Level-level yang menyambut dia kadang-kadang bukan hanya menteri pertahanan tapi prime minister, presiden. Menteri-menteri lain juga punya networking ini, cuman enggak jadi capres seperti Erick Tohir, Airlangga.

Tapi Anda mungkin tidak tahu Anies juga punya jaringan decision maker?

Ya enggak tahu. Ini kan anggapan saya. Sekarang kita lihat, kunjungan-kunjungannya ke mana.

Anda dengan Pak Prabowo juga intens obrolnya?

Lumayan. Sekali ketemu bisa dua jam, dua setengah jam untuk bicara banyak hal. Dan mengubah pandangan saya sama dia itu 180 derajat. Saya pertama ketemu dan diskusi panjang dengan Pak Prabowo itu baru Februari atau Maret 2023, sekitar dua setengah jam. Saya pikir, mungkin 15 menit sudah bubar, gebrak-gebrak meja. Eh, tapi enggak. Dia melayani baik. Duduk dua setengah jam kan tidak bisa pura-pura.

Apa saja yang ditanyakan?

Macam-macam. “Izin Pak, saya ke sini dengan banyak sekali pertanyaan”. Dia bilang boleh. Saya bilang, “Pak, walaupun ini digoreng-goreng ulang sampai gosong, tapi pertanyaannya tetap ada soal penculikan, kerusuhan, diberhentikan dari tentara.”

Tidak marah?

Tidak marah. Dia bilang soal penculikan, “Ada sembilan orang yang diamankan pada waktu itu, dan semua saya kirim pulang. Ada tanda terima keluarga, ada tanda terima polda, ada yang menyambut. Enggak dilepas keluar dari markas. Kalau dilepas dari markas, pada saat itu bahaya, bisa diambil orang lain, hilang. Kami yang dituduh karena kesatuan-kesatuan lain juga melakukan tindakan-tindakan untuk mengamankan pemerintahan.”

Jadi tanggung jawab Prabowo yang sembilan orang itu?

Sembilan orang yang pulang. Dan empatnya jadi anggota Gerindra: Pius, Desmond, Aan Rusdianto, dan Haryanto Taslam.

Saya tanya juga tentang kerusuhan Mei 1998. Tidak ada urusan sama dia. Bukan dia yang buat PAM Swakarsa. Ketika butuh orang yang ditumbalkan untuk menyelamatkan institusi, menurut pandangan saya, itu Pak Prabowo karena keterkaitan dengan Soeharto.

Tapi Anda juga dengar kalau dia dituding-tuding oleh keluarga Soeharto sebagai pengkhianat?

Dia dituduh menjadi antek tapi di saat yang sama keluarga Cendana memusuhi dia, tidak dipercaya oleh kedua belah pihak. Jadi, paling mudah untuk dikorban. Menurut saya, dia sadar betul dikorban.

Atau kecurigaan bahwa Prabowo mau melakukan kudeta?

Saya disuruh baca bukunya Pak Habibie, “Detik-detik yang Menentukan”. Ada kalimat di buku itu. “Saya percaya apa yang dilakukan oleh Prabowo waktu itu untuk melindungi saya adalah tulus, ikhlas, sesuatu yang baik dan tepat.”

Tapi Pak Habibie tidak bisa terima Pak Prabowo melakukan tindakan yang tidak diketahui oleh panglima. Kenapa Pak Prabowo diberhentikan? Dalam buku itu, bukan karena kudeta tapi karena tindakan dia dalam mengamankan Presiden Habibie tidak diketahui oleh panglima. Ini sebuah subordinasi.

Tapi ada satu potongan video yang kemudian jadi viral, ngomong, “wah tahu begitu, saya kudeta beneran?

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...