Resep Amartha: Sustainability dan Profitability dalam Satu Nafas

Yura Syahrul
26 Februari 2024, 11:00
Chief Risk and Sustainability Amartha Aria Widyanto
Katadata/Bintan Insani
Chief Risk and Sustainability Amartha Aria Widyanto
Button AI SummarizeBuat ringkasan dengan AI

Di tengah terpaan winter tech, perusahaan teknologi finansial peer-to-peer lending Amartha, justru semakin bergeliat. Hingga Mei 2023, perusahaan ini mencetak penyaluran modal lebih dari Rp 12 triliun kepada 1,7 juta pelaku usaha kecil di seluruh Indonesia.

Dalam perbincangan bersama Katadata pada Rabu (21/2/2024), Chief Risk and Sustainability Amartha Aria Widyanto memaparkan salah satu rahasia dapur Amartha dalam menjaga mesin tetap menyala adalah dengan mengintegrasikan prinsip sustainability ke dalam proses bisnis yang kental dengan penciptaan profit. "Upaya pelestarian lingkungan adalah bagian dari mitigasi risiko yang menjadi satu kesatuan aktivitas, yang tidak dapat dipisahkan," kata Aria.

Aria juga memaparkan upaya Amartha untuk menerapkan prinsip sustainability ke dalam aktivitas perusahaan sehari-hari, bukan hanya jargon semata. Selain itu, ia memberikan bocoran mengenai rencana-rencana Amartha ke depan.

Simak perbincangannya bersama Pemimpin Redaksi Katadata Yura Syahrul berikut ini:

Bulan Januari lalu, Amartha ikut ambil bagian dalam program Sabuk Hijau Nusantara, penanaman ribuan pohon di kawasan Ibu Kota Nusantara. Apa yang melatarbelakangi Amartha ikut program ini?

Sustainability merupakan bagian yang terintegrasi ke dalam bisnis Amartha. Bagi kami, sustainability tidak dilihat dengan memisahkan bagaimana kami generate profits kemudian give back to environment. Di Amartha, kami melihat bagaimana bisnis dilakukan sekaligus bisa menjaga keseimbangan dengan masyarakat dan juga alam. 

Kalau menilik ke sejarah 11 ribu tahun yang lampau, manusia belum banyak. Saat itu kondisi bumi berada pada kondisi ideal. Alam bisa menyeimbangkan dirinya sendiri, memulihkan dirinya sendiri dari kerusakan dan manusia belum serakah seperti sekarang. 

Kemudian masuk ke era industrialisasi yang dimulai sejak tahun 1800-an. Manusia memiliki peran yang besar terhadap keseimbangan alam dan alam sudah tidak dapat lagi menyembuhkan dirinya sendiri. Karena itu, diperlukan berbagai intervensi yang tidak hanya menjadi tanggung jawab aktivis lingkungan saja atau pemerintah saja, tetapi dari semua penghuni bumi. 

Jadi, kami menganggap sudah menjadi kewajiban untuk bisa menjaga alam, membantu lingkungan agar dapat pulih kembali, sekaligus mendorong kesejahteraan.  Kami memandang bisnis harus dijalankan selaras dan seiring dengan upaya untuk melestarikan alam. 

Ketika ada inisiatif Sabuk Hijau Nusantara, kami memandang ini sesuai dengan prinsip Amartha yaitu Amartha Lestari. Tujuan Amartha Lestari adalah menyeimbangkan bisnis yang berorientasi pada peningkatan kesejahteraan sekaligus mengurangi kerusakan lingkungan dan menjaga keseimbangannya. 

Apakah prinsip ini sudah menjadi salah satu pilar Amartha sejak berdiri pada 2010 atau baru belakangan ketika hal ini sudah menjadi concern bersama para pelaku bisnis?

Jadi, sejak 2010, ketika Amartha berdiri dan masih menjadi microfinance konvensional, belum menjadi fintech seperti saat ini, konsep sustainability sudah menjadi bagian dari misi dan strategi bisnis kami. Sejak awal, kami mengusung tagline, 'Life for Greater Purpose,’ yang berarti, 'Menuju Kehidupan yang Bermakna'.

Artinya, ketika Amartha menjalankan bisnis, kami tidak hanya fokus pada satu pilar saja atau profitability saja. Kami berupaya mengimplementasikan nilai-nilai lain, antara lain bagaimana meningkatkan kesejahteraan, mendorong pemerataan terutama di level akar rumput, memberdayakan perempuan. Di dalam Amartha, kami berupaya menciptakan keseimbangan antara bisnis dengan pilar-pilar lainnya ini, di manapun kami beroperasi.

Misalnya ketika Amartha beroperasi di desa. Ketika kami berbicara kesejahteraan dan pemerataan pendapatan di desa, kami juga berupaya menjaga kohesi sosial atau hubungan yang seimbang dengan masyarakat setempat. Kemudian berkaitan pula dengan faktor lingkungan. Apabila kami tidak berkontribusi menjaga lingkungan kemudian terjadi kerusakan lingkungan seperti bencana alam, tentu itu dapat mengganggu keberlangsungan bisnis Amartha ke depan.

Di sini konsep risk and sustainability menjadi penting. Ketika Amartha bisa menjaga lingkungan, bisa menjaga kohesi sosial masyarakat, di saat itu proses mitigasi risiko bisnis berjalan. Jadi dapat dikatakan pengelolaan risiko bisnis dilakukan melalui strategi yang mengedepankan sustainability. Sehingga, menjaga sustainability merupakan bagian yang terintegrasi ke dalam visi dan misi Amartha sejak awal berdiri.

Kami melihat bisnis yang sustainable adalah bisnis yang dapat mengadopsi dan mengintegrasikan aspek profitability dengan kebutuhan masyarakat yang berjalan selaras, dan seimbang, juga dengan lingkungan di mana kami beroperasi. 

Untuk menerapkan kaidah-kaidah sustainability terkadang dianggap costly dari sisi bisnis yang dapat mempengaruhi margin. Menariknya, Amartha melihat ini dari sisi yang berbeda. Apakah ini yang dimaksud dengan konsep impact investing yang diusung oleh Amartha?

Ketika kita mengkotak-kotakkan antara tujuan yang berkaitan dengan profitability dengan upaya pelestarian lingkungan, tentu ini akan menjadi dikotomi atau sesuatu yang saling berlawanan. Tetapi, jika kita melihat dari sudut pandang upaya pelestarian lingkungan adalah bagian dari mitigasi risiko, ini menjadi satu kesatuan aktivitas yang tidak dapat dipisahkan. 

Misalnya ketika kami mengedukasi masyarakat di pesisir Sulawesi kemudian menanam mangrove di Pulau Tanakeke yang rawan bencana, sebenarnya Amartha sedang mengamankan potensi profitnya di masa yang akan datang. Karena jika lingkungan rusak, ibu-ibu atau masyarakat setempatnya dan UKM-nya tidak akan bisa berbisnis, Amartha jadi tidak bisa menyalurkan pembiayaan karena tidak ada potensi ekonomi di situ. 

Nah, jadi inilah paradigma Amartha dalam memandang mitigasi risiko. Ini yang membedakan, yang membawa kita ke dalam paradigma baru di mana impact investment is possible, bahwa impact dengan profit bisa berjalan beriringan. Ketika kita melakukan pendanaan atau investasi dengan tujuan finansial, kita juga bisa menjaga lingkungan agar tetap lestari, sekaligus menciptakan pemerataan kesejahteraan masyarakat, terutama yang berada di akar rumput. Kita bisa mensejahterakan UMKM, menciptakan lapangan kerja, dan mengurangi kesenjangan sembari menciptakan pemberdayaan perempuan. 

Semuanya bisa dilakukan dalam satu kerangka besar impact investment. Amartha berperan sebagai fasilitator yang mengerti dan memahami secara mendalam cara mengintegrasikan konsep sustainability ke dalam bisnis. 

Bagaimana meyakinkan investor yang menginginkan return dan profit yang cepat sementara impact ini baru terlihat 5-10 tahun lagi?

Itu memang tergantung dari tipe investor. Kalau investor yang motivasinya adalah hit and run, mengakumulasi profit sebanyak-banyaknya dan secepat-cepatnya, tanpa memperhatikan konsekuensi dari sebuah bisnis, tentu dia akan melihat model investasi yang terintegrasi dengan pelestarian lingkungan dan pemberdayaan masyarakat sebagai sebuah hal yang tidak menguntungkan. 

Tetapi bagi Amartha, memastikan sustainability dan keberlangsungan bisnis lebih penting daripada mengejar keuntungan jangka pendek. Amartha dirancang untuk tetap ada hingga 100 tahun ke depan, sehingga visi Amartha adalah visi jangka panjang. 

Dengan visi jangka panjang itu, tentu saja Amartha harus berinvestasi ke dalam pemberdayaan masyarakat dan pelestarian lingkungan. Ini bukan buang-buang uang, tetapi justru merupakan upaya untuk menciptakan infrastruktur jangka panjang, menciptakan ekosistem berkelanjutan.

Kami berupaya menciptakan masyarakat yang teredukasi mengenai pentingnya peningkatan pendapatan, peningkatan kesejahteraan, pendidikan, dan mendorong bisnis di level akar rumput, mengurangi kesenjangan. Sehingga dengan pemahaman yang meningkat, bisnis Amartha menjadi relevan. 

Artinya investor Amartha adalah orang yang melek soal sustainability, begitu pula dengan nasabahnya?  

Kami memang merancang bisnis seperti ini dan terbukti investor-investor Amartha, terutama dari Amerika dan Eropa, sebagian besar memang merupakan impact funds. Investasi yang dirancang dengan mandat tertentu. 

Mereka tetap mendapatkan keuntungan dari investasi tetapi mengubah matrik tertentu, termasuk mengurangi jejak karbon. Itu akhirnya menjadi bagian dari ekosistem sustainability Amartha. 

Ada berbagai macam pendanaan di Eropa, ada Green Funds, Blended Finance dan sebagainya, tetapi ini tidak terserap di Indonesia, terlebih di level akar rumput. Ini terjadi karena yang bisa mengelola upaya ESG, menghitung jejak karbon, memiliki komitmen pengurangan jejak karbon, hanya perusahaan besar. Artinya, dana investasi yang besar ini hanya akan diserap perusahaan besar sehingga akan menciptakan kesenjangan baru, yang kami sebut green gap.

Kalau dulu kesenjangan itu tercermin dari desa vs kota, yang berpendidikan vs tidak berpendidikan, yang digital savvy dan tidak digital savvy. Ke depan akan ada green gap di mana satu kelompok masyarakat tidak dapat mengakses pendanaan atau investasi hijau. 

Nah, Amartha berperan menjembatani agar pendanaan hijau itu dapat masuk ke level akar rumput sehingga tidak terjadi kesenjangan yang merugikan masyarakat kelas bawah. 

Bagaimana Amartha menerapkan mekanisme dan prinsip-prinsip tersebut ke dalam pencapaian target kinerja Amartha sebagai perusahaan?

Kami sudah memiliki peta jalan. Salah satu yang sudah kami terapkan sejak 2022 kemarin adalah menghitung jejak karbon sendiri. Kami menghitung ada 1.730 ton CO2e yang dihasilkan dari bisnis Amartha dengan 8.500 karyawan, sehingga kami mengemisi rata-rata 0,2 ton CO2e per karyawan, per tahun. Kami menargetkan ini akan berkurang hingga 30% pada 2030.

Untuk mencapai hal itu, kami mulai menerapkan green office dengan mengubah semua lampu menjadi lebih hemat energi, mengelola sampah dengan recycle. Tahun lalu kami menghasilkan 8,6 ton sampah dan 60% berhasil di-recycle. Ini akan kami tingkatkan lagi ke depan. 

Di bidang sosial, kami berupaya meningkatkan kesejahteraan dan pendapatan perempuan terutama di pedesaan, secara kontinu, melalui pembiayaan modal kerja. Tahun lalu, Amartha rata-rata dapat meningkatkan pendapatan nasabah sekitar 69,7% per tahun. Ini akan terus kami pantau melalui mekanisme pengukuran tingkat kesejahteraan. 

Peningkatan kesejahteraan ini dapat diterjemahkan sebagai anaknya bisa sekolah, rumahnya bisa direnovasi, dan satu keluarga bisa mengkonsumsi makanan bergizi. Kami mengukur ini dalam survei tahunan di Environment, Social and Governance Report.

Dalam hal governance, kami mengimplementasikan human rights protections dan employee protections di level perusahaan. Kami mendukung kesetaraan dan inklusivitas. Siapa saja bisa dipromosikan tanpa memandang suku, agama, jenis kelamin. Kami memastikan lingkungan Amartha adalah lingkungan antidiskriminasi.

Amartha secara sukarela membuka laporan ESG ini ke publik dengan harapan dapat menjadi inspirasi bagi private sectors lain untuk menerapkan hal yang sama.

Jika kita berbicara mengenai ekosistem fintech, beberapa tahun terakhir sering disebut sebagai musim gugur fintech. Bagaimana Amartha menilai kondisi ini? Apakah ini merupakan tantangan atau peluang?

Pertama dari segi regulasi. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan peta jalan 5 tahun ke depan untuk fintech. Salah satu pilarnya adalah penguatan tata kelola perusahaan melalui manajemen risiko, peningkatan kemampuan manajemen, termasuk penguatan permodalan. 

Ada pilar perlindungan konsumen untuk memastikan para konsumen fintech terlindungi, mereka mendapatkan transparansi dan nilai yang reasonable. Amartha mendukung sepenuhnya karena melalui penguatan regulasi ini akan tercipta ekosistem bisnis yang lebih prudent, lebih berhati-hati, dan tidak jor-joran dalam menjalankan bisnis. 

Mengenai tech winter, itu bergantung pada bagaimana perusahaan dapat menavigasi perubahan. Ketika perusahaan bisa tetap relevan dengan kebutuhan konsumen, kemudian bisa mengelola bisnis dengan hati-hati, bisnis akan tetap berkembang dengan baik dalam berbagai kondisi. Tentu ada naik dan turun, tetapi ketika melihat horizon jangka panjang dan membangun perusahaan untuk menjadi perusahaan yang sustainable, tentu akan bisa melewati masa-masa krisis dengan baik. 

Jadi, industrinya mungkin mengalami winter tetapi bagi Amartha yang terpenting saat ini adalah bagaimana menjaga relevansi bisnis sesuai dengan kebutuhan konsumen sekaligus menjaga pelestarian lingkungan. Terbukti, tahun lalu ketika industrinya dinilai sedang kurang baik secara keseluruhan, Amartha tetap profitable.

Sejak kapan bisnis Amartha menjadi profitable?

Sejak 3-4 tahun belakangan, Amartha sudah consecutively profitable. Kami optimistis ke depan dapat terus berkembang dengan peluang-peluang baru. 

Selama 14 tahun terakhir, Amartha telah membangun keahlian untuk bisa melayani segmen-segmen masyarakat di daerah-daerah seperti di pulau terpencil, yang belum terjangkau oleh jasa keuangan. Ini menjadi kunci bisnis Amartha tetap relevan di tengah perubahan yang sangat cepat.

Apakah ada rencana untuk membuat Amartha menjadi perusahaan terbuka? 

Pembicaraan tentang itu ada, terlebih secara tata kelola, finansial, produk, organisasi telah siap untuk step up the game. Tetapi dalam business decisions ukurannya tidak hanya kinerja keuangan saja, ada parameter lain seperti kondisi pasar, iklim investasi, target pasar, dan sebagainya. Ada banyak variabel. 

Saya mendengar dalam tahun ini Amartha akan mengadakan forum, seperti apa forum tersebut?

Amartha Asia Grassroot Forum. Amartha ingin membuat satu forum serupa dengan World Economic Forum tetapi mengumpulkan orang-orang yang peduli dengan ekonomi akar rumput. Di sini kami akan mengundang akademikus, seperti dari Amerika dan Inggris, ada juga policymakers dari Indonesia seperti para menteri yang mengurusi kesejahteraan, ekonomi, pedesaan, dan pemberdayaan perempuan. Kemudian ada pebisnis dan investor yang peduli terhadap kesejahteraan dan pembangunan di akar rumput. 

Forum ini akan menjadi satu katalis bagi mereka yang memiliki atensi terhadap akar rumput sehingga semua pihak, termasuk NGO's, dapat berkolaborasi untuk melahirkan formulasi strategi yang dapat mengurangi kesenjangan. Kita juga dapat mendorong lebih banyak modal masuk ke level akar rumput dan melahirkan beragam inovasi untuk meningkatkan perekonomian masyarakat kelas bawah.

Ini misi yang akan dibawa Amartha. Amartha akan menjadi katalisator, pendorong, agar semua orang mulai melirik akar rumput. Dengan meningkatnya investasi di level akar rumput, kesenjangan akan semakin berkurang. 

Mengapa Amartha menganggap ini sebagai sebuah peluang sehingga mengambil peran besar untuk menyelenggarakan forum ini?

Amartha sudah mendapatkan kepercayaan dari investor global. Kami akan mengundang beberapa institusi yang high profile seperti IFC dan Women's Road Banking, beberapa development funds dari Eropa dan Amerika. 

Kami ingin mereka tidak hanya mengenal Indonesia sebagai Jakarta saja, tetapi Indonesia yang memiliki 17 ribu pulau dan 30-40 juta UMKM yang masih belum menerima banyak dukungan permodalan dan bagaimana Amartha bisa membantu para investor global untuk menjangkau mereka. 

Kami ingin meyakinkan Indonesia memiliki prospek yang sangat tinggi dan yang belum tersentuh oleh mereka adalah masyarakat di level akar rumput. 

























Editor: Dini Pramita

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...