Nglanggeran, Desa Wisata yang Makin Mendunia
Warga Desa Wisata Nglanggeran, Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), giat belajar bahasa asing. Sejak beberapa bulan lalu, mereka berlatih cakap dengan menggunakan Bahasa Inggris.
Dilansir dari Harianjogja.com, pelajaran Bahasa Inggris itu diikuti oleh sejumlah pelaku wisata dan warga setempat yang tergabung dalam Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Nglanggeran.
Digelar di Balai Dusun Nglanggeran Wetan pada Mei 2022, pelatihan itu diadakan seiring dengan status Desa Wisata Nglanggeran yang semakin go international.
“Pelatihan dilakukan secara bertahap dan harapannya bisa bermanfaat untuk menambah pengetahuan anggota pokdarwis,” kata Kepala Bidang Pengembangan Kapasitas Dinas Pariwisata DIY, Titik Sulistyani, Senin (23/5/2022).
Kepala Biro Organisasi DPD Himpunan Pramuwisata Indonesia DIY, Isnani Fajri, menjadi pengajar dalam program pelatihan Bahasa Inggris tersebut.
Menurut dia, keinginan anggota Pokdarwis Nglanggeran untuk meningkatkan kualitas pelayanan kepada wisatawan sudah tinggi. Hanya saja, soal kemampuan berbahasa Inggris, mereka masih kurang mahir.
“Jadi, pelatihan ini untuk meningkatkan (kemampuan berbahasa Inggris) agar para wisatawan bisa nyaman saat kunjungan,” ujar Isnaini. Ia memprediksi, destinasi wisata ini akan banyak dikunjungi wisatawan dari Asia dan Eropa.
Sebagai desa wisata, Nglanggeran memang telah dikenal secara internasional. Tahun lalu, desa ini menjadi salah satu Desa Wisata Terbaik Dunia versi Organisasi Pariwisata Dunia atau The World Tourism Organization (UNWTO).
Desa yang terletak sekitar 30 kilometer dari Kota Yogyakarta itu masuk dalam daftar 44 desa dari 32 negara di dunia yang mendapatkan pengakuan internasional.
Pada tahun yang sama, Desa Wisata Nglanggeran juga mendapat sertifikat sebagai Desa Wisata Berkelanjutan dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
Sebelumnya, pada 2018, desa ini berhasil masuk dalam Top 100 Destinasi Berkelanjutan Dunia versi Global Green Destinations Days (GGDD).
Dan, pada 2017, dengan situs Gunung Sewu yang dimilikinya, Desa Wisata Nglanggeran meraih ASEAN Community Based Tourism (CBT) Award.
Desa ini memiliki alam yang indah dan budaya masyarakat yang unik, serta sistem pengelolaannya sangat tertata untuk menyambut wisatawan.
Di Desa Nglanggeran, terdapat Gunung Api Purba yang sudah tidak aktif. Gunung ini termasuk dalam gugusan Geopark Gunung Sewu yang meliputi kebun buah dan embung yang indah.
Bukit Nglanggeran konon merupakan tempat menghukum warga desa yang ceroboh karena merusak wayang. Nama ‘Nglanggeran’ berasal dari kata ‘nglanggar’ yang artinya melanggar.
Menurut cerita rakyat yang beredar, penduduk desa sekitar mengundang seorang dalang untuk mengadakan pesta syukuran hasil panen.
Akan tetapi, ada beberapa warga desa yang melakukan hal ceroboh. Mereka mencoba merusak wayang milik dalang.
Sang dalang pun murka, lantas mengutuk warga desa yang merusak wayangnya. Warga yang dikutuk kemudian dibuang ke Bukit Nglanggeran.
Desa Wisata Nglanggeran juga punya air terjun bernama Kedung Kandang. Air terjun ini terbentuk dari susunan batuan vulkanik yang berundak, tepat di tengah-tengah terasering sawah.
Bergeser sedikit, ada Embung Nglanggeran yang berlatar pemandangan desa serta pepohonan hijau.
Selain mengunjungi pegunungan dan waduk, desa ini juga memiliki peternakan kambing, pusat kerajinan topeng kayu dan pusat produksi cokelat.
Pengunjung juga bisa belajar bermain karawitan dan reog mataram. Kedua produk budaya itu merupakan kesenian khas masyarakat Desa Wisata Nglanggeran.
Desa Wisata Nglanggeran adalah desa binaan PT Pertamina (Persero) melalui program tanggung jawab sosial dan lingkungan (TJSL). Program tersebut membantu warga mewujudkan desa wisata untuk menjadi desa yang berkelanjutan.
Program pengembangan ini merupakan bagian dari implementasi prinsip lingkungan, sosial, dan pemerintah (environtment, social, and government/ESG) dalam TJSL Pertamina.
Berkat TJSL itu, Desa Wisata Nglanggeran telah memiliki waduk mini untuk menadah air hujan. Waduk bervolume sekitar 8.000-10.000 meter kubik itu berfungsi sebagai pusat irigasi sekaligus agrowisata. Di samping itu, Pertamina juga menginisiasi perbaikan rumah-rumah warga dan fasilitas umum.
Setiap keluarga di Dewa Wisata Nglanggeran mendapatkan alokasi tanah untuk bercocok tanam, masing-masing 2.000 meter persegi. Total, keseluruhan lahan ini mencapai 30 hektare.
Para petani pun sudah melakukan budidaya tanaman dengan teknik yang modern. Kini, warga lebih sejahtera dengan pendapatan rata-rata tiap keluarga sekitar Rp 1,5 juta hingga Rp 11,5 juta per bulan.
Selain itu, berbagai alternatif pekerjaan pun muncul. Warga membuka berbagai usaha, seperti homestay, kuliner, parkir, ticketing, pagelaran acara, pelatihan, serta kunjungan wisata.