Kolaborasi Data Dukung Daya Saing Daerah Berkelanjutan
Penyediaan data merupakan unsur terpenting dalam proses pembuatan kebijakan berbasis bukti atau evidence-based policy. Ini mendorong pembangunan berkelanjutan yang kompetitif di setiap daerah. Indonesia sendiri sudah memiliki program Satu Data yang merupakan kebijakan tata kelola data sebagai wadah terkumpulnya seluruh data di Tanah Air untuk memudahkan proses pembuatan kebijakan pemerintah pusat dan daerah.
Program Satu Data penting bagi pemerintah daerah. Jika berjalan efektif, program ini akan mendorong kemandirian pembangunan. Namun, program Satu Data baru dapat berjalan efektif ketika seluruh elemen pemerintah mampu mengumpulkan data-data. Nyatanya, pengumpulan data masih menjadi persoalan bagi pemerintah daerah.
Pada sesi talk show Regional Summit 2022 yang bertema “Transformasi Digital untuk Pembangunan Daerah Berkelanjutan”, Kamis (1/12), Analis Kebijakan Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPO) sekaligus Tim Indeks Daya Saing Daerah Berkelanjutan (IDSDB) Eduardo Edwin Ramda atau yang biasa dipanggil Edo menyatakan terdapat empat persoalan berdasarkan hasil kajian IDSDB 2022.
Adapun persoalan tersebut antara lain kurangnya kemauan politis atau political will daerah untuk membuka data, keterbatasan anggaran yang dimiliki, rendahnya dukungan digital, dan lemahnya pemahaman aparatur pemerintah daerah dalam memahami konteks data hingga metodologinya.
“Dari perspektif penyedia data, ada masalah pada pengumpulan data dan political will dari pemilik data itu sendiri, apakah mereka mau membagikan dan mempublikasikannya?” kata Edo.
Berdasarkan temuan IDSDB, Indonesia bagian barat dan tengah memiliki political will yang lebih besar dibandingkan bagian timur. Hal ini disebabkan oleh sejumlah faktor yaitu adanya ketidakseragaman perspektif metodologi pengumpulan data, sumber daya manusia yang belum memadai, hingga kekurangan infrastruktur baik akses internet hingga teknologi menjadi faktor penghambat.
Menurut Edo, persoalan terbesar di Indonesia adalah pemerintah daerah masih belum merasa pengumpulan data merupakan suatu kewajiban atau unsur penting yang perlu dijalankan dalam proses pembuatan kebijakan. Sebab, pemerintah daerah masih mengharapkan imbalan, seperti insentif, ketika didorong untuk mengumpulkan data.
“Melihat tantangan yang dihadapi saat ini, mungkin pemerintah daerah masih belum siap untuk program Satu Data,” ucap Edo.
Menurut Edo, solusi yang dapat ditawarkan adalah membenahi persoalan yang ada di pemerintah daerah dan kolaborasi dengan sejumlah pihak. Aspek yang perlu diperhatikan adalah perlu menyamakan perspektif pengolahan data dari hulu ke hilir, dengan menyamakan metodologi hingga proses internalisasi atau pengolahan data harus jelas dan terarah.
“Cara pandang pemerintah daerah juga perlu diubah, mereka harus menganggap data merupakan sebuah modal untuk investasi ke depannya,” kata Edo.
Saat dihubungi terpisah oleh Tim Riset Katadata pada Kamis (24/1), Bupati Trenggalek sekaligus Wakil Ketua Umum Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) Mochamad Nur Arifin menyebutkan pemerintah daerah masih terkendala sejumlah hal. Saat ini, data-data masih tersebar di berbagai pihak seperti di Organisasi Perangkat Daerah (OPD), komunitas, lembaga riset, hingga masyarakat.
Ditambah lagi, perlu ada upaya mengkonversi data yang sering kali berbeda-beda. “Karena data-datanya berserakan, saat ini kami masih proses mengumpulkan jadi satu, belum lagi dianalisis lalu diolah,” kata Arifin.
Maraknya peretasan dan ketidakamanan data juga menjadi persoalan yang tak kalah penting. Ini menyebabkan masyarakat enggan memberikan datanya, karena ada ketakutan kebocoran data. Sehingga, Arifin berpendapat perlu adanya keamanan data agar masyarakat percaya untuk membagikan datanya.
Menurut Edo, pemerintah pusat juga ikut andil dalam memperbaiki pengumpulan data di daerah. Ia menyebutkan selain memperjelas sisi substansi proses pengumpulan data, pemerintah pusat juga perlu menekankan pentingnya pengumpulan data melalui sosialisasi.
Selain itu, pemerintah pusat perlu memantau timeline yang sudah ditetapkan agar pemerintah daerah disiplin mengumpulkan data. Bila perlu, Edo mengusulkan adanya sistem hukuman bagi daerah yang tidak tepat waktu.
Proses pengumpulan data juga perlu didorong oleh kolaborasi dengan pihak lain, seperti masyarakat dan swasta. Menurut Edo, kolaborasi pendanaan dan kemitraan program dapat membantu pemerintah daerah untuk mengumpulkan data. Ia melihat, upaya-upaya seperti pembenahan metodologi dengan pihak swasta, perguruan tinggi, serta masyarakat dapat dilakukan.
Tak hanya itu, sistem kemitraan dengan evaluasi kinerja bersama pihak ketiga dapat menjadi solusi. Edo menyebutkan, kolaborasi penting lainnya dapat melalui keterbukaan data melalui sharing data yang dibangun atas asas kepercayaan dan keamanan.
Pada sesi talk show yang sama, Koordinator Penelitian dan Pengukuran Riset, Teknologi dan Inovasi Deputi Kebijakan Riset dan Inovasi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Yudi Widyanto menyebutkan akan dibentuk Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDA) di setiap daerah.
“Ini bertujuan mengawal supaya perencanaan pembangunan daerah agar berbasis data yang aktual, atau evidence-based policy, jika perlu science-based policy,” katanya.
BRIDA merupakan upaya pemerintah pusat untuk menjamin proses perencanaan dan pelaksanaan pembangunan daerah bisa berlandaskan data yang akurat agar kebijakan yang dibuat bermanfaat secara langsung bagi masyarakatnya. Yudi menyebutkan BRIN telah membuat Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK) bagi pelaksanaan BRIDA tersebut.
Selaku pemenang IDSDB 2022, Kabupaten Badung menceritakan pentingnya kelengkapan data dalam tata kelola pemerintahan. Kepala Bappeda Kabupaten Badung I Made Wira Dharmajaya menjelaskan bahwa Kabupaten Badung mendorong dinas-dinas yang ada untuk mengukur kinerja dengan data.
“Setiap perangkat daerah yang menjadi pengampu dari target-target capaian tersebut harus bisa memperlihatkan sebuah prestasi berdasarkan dukungan data yang ada,” kata Wira pada sesi talk show yang sama.
Tak hanya itu, Kabupaten Badung juga membangun Badung Satu Data melalui Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 3 Tahun 2022 tentang Satu Data Daerah yang berisi data-data penunjang pelayanan masyarakat dan kepentingan penyelenggaraan pemerintahan. Hal ini menjadi upaya mendukung dengan program Satu Data yang mencakup level nasional.
Di kesempatan yang berbeda, Arifin menyebutkan kolaborasi juga menjadi hal penting. Selain mengumpulkan data-data yang tersebar, Ia melihat pentingnya seluruh pihak untuk duduk bersama dan menyamakan persepektif.
Selain itu, Arifin menjelaskan strategi APKASI ke depannya adalah kolaborasi dengan berbagai pihak sekaligus mendorong literasi data di setiap daerah. “Karena setiap daerah punya tingkat kepemimpinan, tingkat pengetahuan serta skill yang bermacam-macam,” ucapnya.
Saat ini, upaya terdekat yang dapat dilakukan adalah dengan menyukseskan Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek) 2022. Program tersebut merupakan upaya registrasi data sosial dan ekonomi di Indonesia, yang akan mendorong terwujudnya Program Satu Data.
“Maka, nanti piranti-piranti untuk menyediakan atau mewujudkan Indonesia Satu Data ini bisa diwujudkan,” ucap Arifin.