Dari Riset ke Aksi: AI Jadi Penggerak Inovasi dan Efisiensi di Berbagai Sektor
Forum kumparan AI for Indonesia kembali digelar di The Ballroom at Djakarta Theater dengan tema “Accelerating Impact with Applied AI.” Tahun ini, acara tahunan tersebut menyoroti penerapan nyata kecerdasan buatan (AI) untuk mempercepat inovasi dan produktivitas lintas sektor, mulai dari bisnis hingga kebijakan publik.
Sejalan dengan forum tersebut, kumparan meluncurkan Indonesia AI Report 2025, hasil riset bersama Populix yang memetakan persepsi dan adaptasi masyarakat terhadap teknologi AI. Survei yang melibatkan 1.000 responden dari berbagai kota besar di Indonesia menunjukkan bahwa publik semakin melihat AI sebagai peluang untuk meningkatkan efisiensi kerja dan membuka lapangan pekerjaan baru, meski sebagian besar masih memahami manfaatnya tanpa benar-benar menguasai cara kerjanya. Laporan lengkapnya dapat diunduh di kum.pr/aireport2025.
Chief of AI & Corporate Strategy kumparan, Andrias Ekoyuono, menuturkan bahwa dampak transformasi AI kini sudah terasa di ranah ekonomi, sosial, dan budaya.
“Sebanyak 95 persen responden percaya AI akan mengubah cara mereka bekerja dalam lima tahun ke depan, meski 68 persen juga khawatir pekerjaannya bisa tergantikan,” ujar Andrias.
Andrias menambahkan, implementasi AI di kumparan kini mendapat pengakuan global. Berdasarkan laporan Ahrefs tentang Global Top 50 Most Cited Brands in AI Assistants, kumparan menjadi salah satu brand asal Indonesia yang menjadi rujukan bagi ChatGPT, Perplexity, dan Google AI Overviews.
“Kami ingin mendorong bagaimana AI dapat diimplementasikan secara konkret, bukan hanya membahas konsep tetapi menampilkan hasil nyata dan kolaborasi yang mempercepat dampak positif bagi masyarakat,” tambahnya.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid menegaskan bahwa AI bukanlah ancaman, melainkan peluang besar jika dikembangkan dengan nilai dan etika yang tepat.
“AI bukan sekadar algoritma, tapi cermin dari nilai yang kita tanamkan. Karena itu, setiap langkah inovasi harus bersifat inklusif agar tidak meninggalkan siapa pun,” ujar Meutya.
Sementara itu, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyoroti peran strategis AI dalam memperkuat daya saing industri nasional.
“AI telah menjadi fondasi yang penting bagi daya saing industri masa depan dan ini bukan lagi sekedar tren teknologi. Saat ini, 66% Chief Information Officer di berbagai perusahaan juga menyatakan kekhawatiran akan tertinggal dari kompetitor apabila mereka tidak segera mengimplementasikan AI dalam perusahaan masing-masing,” jelasnya.
Dari sisi pendidikan dan riset, Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Stella Christie menekankan pentingnya kolaborasi lintas lembaga untuk membangun talenta yang siap menghadapi transformasi digital.
“AI bisa menggantikan pekerjaan tapi juga bisa menciptakan pekerjaan. AI bisa menurunkan keamanan, tetapi juga bisa mendeteksi ancaman lebih akurat. Di Indonesia, kita bisa menggunakan AI sama seperti negara maju, karena AI adalah penyeimbang,” tuturnya.
Adapun Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menilai potensi AI sangat besar dalam meningkatkan layanan kesehatan, dari deteksi dini penyakit hingga riset medis berbasis data.
“AI itu ‘kan butuh belajar, butuh data. Ternyata yang kita lakukan tentang digitalisasi, konektivitas, robotik, bioteknologi, nanti akan berdampak sangat besar terhadap perkembangan AI di kesehatan, yang nanti akan berdampak sangat besar terhadap layanan kesehatan di Indonesia,” ujar Budi.
Melalui kumparan AI for Indonesia 2025, kolaborasi lintas sektor terus diperkuat untuk memastikan kecerdasan buatan tidak hanya menjadi simbol kemajuan teknologi, tetapi juga menghadirkan manfaat nyata bagi masyarakat dan perekonomian nasional.
