Rumah Sakit Siloam, Bisnis Kesehatan Grup Lippo yang Cuan Saat Pandemi
Pandemi Covid-19 memang memporakporandakan banyak aktivitas ekonomi. Di sisi lain, pegebluk ini memberikan angin segar bagi bisnis kesehatan seperti rumah sakit. Hampir semua rumah sakit berhasil meningkatkan pendapatan dan labanya selama pandemi corona, tak terkecuali Siloam.
Dilansir dari laporan keuangan perusahaan tersebut, Grup Lippo yang membawahi bisnis kesehatan ini berhasil membalikkan rugi Rp 43 miliar pada tahun lalu menjadi laba Rp 552 miliar rupiah per September 2021. Begitu juga dengan pendapatan Rumah Sakit Siloam yang naik 41 % menjadi Rp 7,1 miliar, dibandingkan periode September 2020, yakni Rp 5,01 miliar.
Tak hanya kinerja perusahaan yang cuan, bisnis kesehatan Grup Lippo ini mencatatkan performa saham yang positif. Perusahaan dengan kode saham SILO terus menghijau dalam tiga tahun terakhir.
Dilansir dari RTI, saham SILO sepanjang 2021 menguat 63,6 %. Ini melanjutkan tren tiga tahun terakhir yang melesat 201 %. Hanya saja, untuk jangka pendek -dalam sepekan terakhir- harga saham SILO cenderung koreksi 13,5 %. Pada perdagangan Senin kemarin (6/12), harga saham emiten ini dibuka moderat pada level Rp 9.075 per lembar.
SILO sudah melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) sejak September 2013. Pada saat itu, Siloam menawarkan 156,1 juta sahamnya dengan harga Rp 9.000 per lembar. Alhasil, emiten kesehatan ini mengantongi dana segar Rp 1,4 triliun.
Siloam Pionir Layanan Kesehatan
Rumah sakit Siloam adalah jaringan rumah sakit swasta yang berada di bawah naungan Grup Lippo. Bisnis kesehatan ini berdiri sejak 3 Agustus 1996 berkat kerja sama antara Grup Lippo dan Gleneagles Development dari Singapura.
Awalnya, rumah sakit ini bernama Siloam Gleneagles dan berada di kawasan Lippo Village, Karawaci. Siloam Gleneagles kemudian berhasil mendapat ISO pada 2001. Setelahnya, Siloam mulai membangun rumah sakit baru serta melakukan rebranding pada beberapa rumah sakit.
Adapun beberapa rumah sakit tersebut seperti Graha Medika menjadi Siloam Hospitals Kebun Jeruk, dan rumah sakit Budi Mulia menjadi Siloam Hospitals Surabaya pada 2003 dan 2004. Pelayanan kesehatan ini berhasil mendapatkan akreditasi Joint Commission International (JCI) pada 2007.
Lihat postingan ini di InstagramSebuah kiriman dibagikan oleh Siloam Hospitals Group (@siloamhospitals)
Tak hanya bergerak dalam pelayanan rumah sakit, pada 2010 Siloam membangun rumah sakit pendidikan, hasil kerja sama dengan Fakultas Kedokteran dan School of Nursing (SoN) Universitas Pelita Harapan (UPH). Kemudian, Siloam membuka Mochtar Riady Comprehensive Cancer Center (MRCCC) di Semanggi, Jakarta, rumah sakit swasta pertama di Indonesia yang khusus menangani pengobatan kanker.
Selanjutnya, Siloam melebarkan sayapnya ke luar Jawa dan membangun rumah sakit di Jambi dan Balikpapan pada 2011. Kedua layanan kesehatan tersebut adalah rumah sakit Siloam pertama di Sumatera dan Kalimantan. Hingga kini, laman perusahaan menyatakan kalau Siloam sudah memiliki 40 rumah sakit dan 22 klinik yang tersebar di seluruh Indonesia.
Selain mendirikan MRCCC, Siloam kemudian membangun rumah sakit khusus operasi bedah syaraf di Lippo Village pada Februari 2013. Rumah sakit ini bernama Gamma Knife Center, di mana layanan kesehatannya melakukan bedah tanpa pisau state of the art yang pertama dan satu-satunya di Indonesia.
Dilansir dari laman perusahan, Gamma Knife Centre tidak menggunakan pisau bedah untuk menyayat leher bagian atas atau kepala, melainkan menggunakan sinar gamma. Sekitar 192 sinar radiasi gamma akan difokuskan ke titik tumor yang tidak diinginkan.
Siloam di Bawah Konglomerat Mochtar Riady
Lippo Group yang menaungi sejumlah bisnis seperti Meikarta, OVO, Hypermart, dan RS Siloam dibangun oleh Mochtar Riady, pria kelahiran 1929. Karier Mochtar dimulai dari sebuah toko kecil milik iparnya di Malang, Jawa Timur yang berhasil tumbuh besar. Ia lalu pindah ke Jakarta pada tahun 1954 untuk menjadi seorang bankir.
Dalam perantauannya, Mochtar membeli Bank Kemakmuran dengan harga murah. Pasalnya, bank tersebut sedang mengalami masalah keuangan. Dia kemudian menjadi presiden direktur Bank Kemakmuran pada 1959-1960.
Setelah sukses membangun Bank Kemakmuran, Mochtar pindah ke Panin Bank pada 1971. Bank ini merupakan gabungan dari Bank Kemakmuran, Bank Industri Dagang Indonesia, dan Bank Industri Jaya.
Berkat kepemimpinan Mochtar, perjalanan Bank Panin bisa dibilang cukup pesat, hingga mampu menyaingi Bank BCA. Mochtar lalu membawa pengalamannya ini ke Bank BCA di 1978, lalu mendirikan bank sendiri bernama Bank Lippo.
Seiring dengan pengembangan bisnis di sektor keuangan, gurita Lippo masuk ke banyak sektor, seperti properti dan kesehatan melalui Rumah Sakit Siloam. Per 31 Oktober 2021, sebanyak 46,9 % saham SILO dipegang oleh Megapratama Karya Persada, 26,18 % dimiliki Prime Health Company Limited, 26,34 % digenggam masyarakat, dan sisanya termasuk dalam saham treasury.
Banyaknya porsi kepemilikan Megapratama Karya Persada di saham SILO menjadikannya sebagai pemegang saham pengendali. PT Megapratama Karya Persada sendiri masih bagian dari PT Lippo Karawaci dan bergerak di bidang real estate.
Dilansir dari IDX Channel, Mochtar cenderung lebih fokus pada bisnis real estate-nya setelah meninggalkan Bank BCA pada 1991. Dari sana, dia membangun Universitas Pelita Harapan, RS Siloam, Hypermart, dan lainnya. Kini perusahaannya dijalankan oleh anaknya, James dan Stephen. Sementara itu, cucunya, John, menjalankan MatahariMall.
Hingga April 2021, Mochtar Riady dinobatkan sebagai orang terkaya ke-9 di Indonesia dengan harta US$ 1,7 miliar atau Rp 25,5 triliun, menurut Forbes.