PM Belanda Minta Maaf atas Perbudakan 250 Tahun, Termasuk di Indonesia
Perdana Menteri Belanda Mark Rutte secara resmi meminta maaf atas penjajahan dan perbudakan yang terjadi selama 250 tahun di berbagai negara. Rutte mengakui penjajahan di koloni-koloni luar negeri negara Eropa seperti Suriname, Aruba dan Indonesia tidak dapat dibenarkan.
"Hari ini atas nama pemerintah Belanda, saya meminta maaf atas tindakan negara Belanda di masa lalu," kata Rutte dalam pidato yang disiarkan secara nasional seperti dikutip dari AFP, Selasa (20/12). .
Dalam pidatonya, Rutte mengakui perbudakan dan penjajahan yang dilakukan selama bertahun-tahun masih dirasakan efeknya sampai sekarang bagi negara terjajah. Pengalaman di masa lalu menurut Rutte menjadi beban sejarah yang membebani Belanda hingga hari ini.
“Negara Belanda memikul tanggung jawab atas penderitaan luar biasa yang telah dilakukan terhadap mereka yang diperbudak dan keturunan mereka," ujar Rutte lagi.
Permintaan maaf dari Rutte muncul di tengah adanya keinginan dari dalam negeri Belanda untuk menyelesaikan persoalan penjajahan yang telah terjadi. Termasuk upaya untuk mengembalikan karya seni dan benda budaya yang dijarah dari negara jajahan.
Berdasarkan laporan CNN, Belanda disebut mendapat banyak keuntungan dari perdagangan budak pada abad ke-17 dan ke-18. Salah satu organisasi yang banyak memberi keuntungan adalah Dutch West India Co. yang mengangkut budak dari Afrika ke Amerika.
Sedangkan di Indonesia Belanda menghidupkan Persatuan Perusahaan Hindia Timur (bahasa Belanda atau Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC). VOC merupakan persekutuan dagang asal Belanda yang memiliki monopoli untuk aktivitas perdagangan di Asia.
Di dalam negeri, permintaan maaf Perdana Menteri Belanda ini menimbulkan kontroversi. Beberapa pandangan menilai permintaan maaf seharusnya disampaikan oleh permintaan maaf itu seharusnya datang dari Raja Willem-Alexander.