Induknya Ant Financial Terseret Masalah, Akulaku Tetap Suntik Bank Neo
PT Akulaku Silvrr Indonesia, pemegang saham mayoritas PT Bank Neo Commerce Tbk (BBYB) memastikan akan tetap menyerap saham baru yang diterbitkan perusahaan melalui Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) atau rights issue.
Komitmen itu disampaikan kepada Bank Neo Commerce, meski pemilik modal Akulaku, Ant Financial tengah mengalami persoalan dengan pemerintah di negeri asalnya, Tiongkok. Hal itu diperkirakan mengganggu kinerja keuangan perusahaan secara menyeluruh.
"Terkait dengan rencana rights issue, Akulaku telah menyatakan komitmennya untuk melaksanakan seluruh hak yang dimilikinya untuk membeli saham baru yang diterbitkan oleh Bank Neo Commerce," kata Kepala Sekretaris Perusahaan Neo Commerce Agnes Triliana kepada Katadata.co.id, Jumat (7/5).
Diketahui, Jack Ma, pemilik Ant Group yang merupakan induk Ant Financial, diminta merombak bisnis menjadi hanya berfokus pada layanan pembayaran.
Dalam perkembangannya, Ant Group mempertimbangkan opsi untuk mengurangi kepemilikan atau divestasi saham Jack Ma. Sumber Reuters mengatakan, ini sebagai upaya untuk mengurangi tekanan dari pemerintah Tiongkok. Analis memperkirakan, valuasi afiliasi Alibaba ini anjlok dari US$ 320 miliar atau Rp 4.636 triliun menjadi US$ 115 miliar – US$ 29 miliar (Rp 1.666 triliun – Rp 420 triliun).
“Regulasi membuat pertumbuhan pendapatan Ant Group hanya belasan persen dibandingkan 30% pada November 2020. Ini menurunkan prospek laba,” kata analis Francis Chan dalam laporan, dikutip dari Bloomberg, Selasa (27/4).
Sebelumnya, Direktur Utama Bank Neo Commerce Tjandra Gunawan mengatakan, Akulaku dan Gozco Capital sebagai pemilik saham mayoritas Bank neo Commerce berkomitmen menyerap 10 miliar saham baru yang akan diterbitkan perusahaan.
Saat ini, kedua perusahaan memiliki masing-masing 24,98% dan 20,13% saham Bank Neo Commerce. Sementara, Tjandra mengatakan, belum mendengar komitmen dari PT Asabri (Persero) yang memegang 16,83% saham perusahaan.
Ia mengatakan, sebagian dana hasil aksi korporasi tersebut bakal untuk meningkatkan modal inti seperti yang diwajibkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Otoritas meminta modal inti bank minimum Rp 2 triliun pada tahun ini dan Rp 3 triliun tahun depan.
"Kami punya capital plan akan melaksanakan rights issue, sekarang lagi proses penawaran umum terbatas (PUT). Injeksinya untuk mengejar modal Rp 2 triliun tahun ini," kata Tjandra dalam wawancara bersama beberapa media, Rabu (28/4).