Sri Mulyani Paparkan Lima Materi Utama dalam RUU KUP, Ini Rinciannya

Abdul Azis Said
13 September 2021, 22:05
RUU KUP, Sri Mulyani
Antara/Hafidz Mubarak
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengikuti rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (8/6/2021).

Kementerian Keuangan memuat lima perubahan materi utama dalam Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Kelima atas UU Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP). Revisi dilakukan mulai dari ketentuan umum, hingga penetapan jenis pajak baru. 

Perubahan materi ini dipaparkan oleh Kementerian Keuangan sebagai pembahasan lanjutan dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI sore ini (13/9).

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan lima perubahan materi utama tersebut mengakibatkan adanya perubahan 15 pasal dalam UU KUP, perubahan tujuh pasal dalam UU Pajak Penghasilan (PPh), tujuh pasal pada UU Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) serta perubahan satu pasal dalam UU Cukai. Terdapat pula tambahan satu pasal baru tentang pengenaan pajak karbon.

Ketentuan yang diubah dan ditambah antara lain, sebagai berikut:

a. Ketentuan umum dan tata cara perpajakan

Terdapat sejumlah ketentuan yang diatur dalam klaster ini. Pertama, pengaturan mengenai asistensi penagihan pajak global berupa pemberian bantuan penagihan aktif kepada negara mitra. Sebaliknya, pemerintah RI juga dapat menerima permintaan bantuan penagihan pajak dari negara mitra yang dilakukan secara resiprokal.

"Artinya kita bisa membantu negara lain yang memiliki wajib pajak di Indonesia atau kita mendapatkan bantuan dari negara lain untuk menagihkan kewajiban dari wajib pajak kita yang berlokasi di negara lain," ujar Sri Mulyani dalam Rapat Kerja Komisi XI DPR RI bersama Kementerian Keuangan, Senin (13/9).

Kedua, mengatur mengenai kesetaraan dalam pengenaan sanksi dalam upaya hukum. Ini dilakukan dalam bentuk pembatalan sanksi 100% oleh pemerintah apabila putusan Mahkamah Agung (MA) atas sengketa pajak dimenangkan wajib pajak. Sebaliknya pengenaan sanski 100% kepada wajib pajak apabila putusan MA atas sengketa pajak dimenangkan pemerintah.

Ketiga,  ketentuan tindak lanjut putusan Mutual Afreement Procedures (MAP). Ketentuan MAP antara otoritas pajak Indonesia dan negara mitra tetap dapat ditindaklanjuti sekalipun terdapatputusan banding dan peninjauan kembali. Ini bisa dilakukan sepanjang obyek yang diajukan MAP tidak diajukan banding atau peninjauan kembali oleh wajib pajak.

Keempat, penunjukan pihak lain untuk memungut pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai (PPN) dan Pajak Transaksi Elektronik (PTE).

"Hal ini untuk menyesuaikan dengan perkembangan transaksi ekonomi yang semakin borderless dengan perkembangan teknologi. Sehingga Pemerintah dapat menunjuk pihak lain seperti penyedia sarana transaksi elektronik sebagai pemungut pajak atas transaksi yang melibatkan pihak lain tersebut," ujar Sri Mulyani.

Kelima, program peningkatan kepatuhan wajib pajak. Program ini mengatur pemberian kesempatan kepada wajib pajak untuk melaporkan atau mengungkapkan kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi. Ini melalui pembayaran pajak penghasilan berdasarkan pengungkapan harta yang tidak atau belum sepenuhnya dilaporkan oleh peserta program pengampunan pajak.

Serta, pembayaran pajak penghasilan berdasarkan pengungkapan harta yang belum dilaporkan dalam SPT tahunan pajak penghasilan orang pribadi dengan tahun pajak 2019.

Keenam, penegakan hukum pidana pajak dengan mengedepankan ultimum remidium. Pemerintah mengharuskan kepada wajib pajak untuk mengganti kerugian pada pendapatan negara ditambah sanksi walaupun kasus pidana perpajakan sudah dalam proses penuntutan.

b. Ketentuan pajak penghasilan (PPh)

Pertama, pengaturan kembali natura atau fringe benefit. Pemberian naturan dianggap menjadi penghasilan bagi penerima dan menjadi biaya bagi pemberi kerja. Kedua, perubahan tarif dan bracket PPh orang pribadi. Penambahan lapisan tarif PPh wajib pajak orang pribadi sebesar 35% untuk penghasilan kena pajak di atas Rp 5 miliar agar lebih mencerminkan keadilan.

Ketiga, instrumen pencegahan penghindaran pajak (GAAR). Ini dilakukan dengan memberikan landasan bagi pemerintah untuk melakukan koreksi yang diindikasikan dapat mengurangi, menghindari atau menunda pembayaran pajak.

Keempat, penyesuaian insentif wajib pajak Usaha Kecil Mikro (UKM) omzet lebih kecil atau sama dengan Rp 50 miliar. Kelima, penerapan alternatice minimum tax (AMT) atau pajak minimum. Skema ini memungkinkan wajib pajak badan yang menyatakan rugi namun usahanya tetap beroperasi untuk tetap dibebankan pajak. Namun ketentuan ini tidak diberlakukan bagi UMKM.

c. Ketentuan pajak pertambahan nilai (PPN)

Ketentuan ini mengatur mengenai perluasan basis PPN dengan pengurangan atas pengecualian dan fasilitas PPN. Beberapa ketentuannya antara lain.

Pertama, jenis barang dan jasa yang dikecualikan dari pengenaan PPN yakni, barang yang sudah menjadi objek PDRD seperti restoran, hotel, parkir dan hiburan. Kemudian, uang, emas batangan untuk cadangan devisa dan surat berharga. Jasa pemerintahan umum yang tidak dapat disediakan pihak lain serta jasa penceraham keagaman juga bebas PPN.

Kedua, fasilitas tidak dipungut PPN atas barang atau jasa kena pajak (BKP/JKP) tertentu, antara lain, BKP/JKP yang mendorong ekspor dan hilirisasi SDA, fasilitas PPN dibebaskan atas BKP/JKP strategis diubah menjadi fasilitas PPN tidak dipungut. Kemudian, fasilitas PPN juga diberikan untuk BKP/JKP yang menyangkut kelaziman dan perjanjian internasional.

Ketiga, PPN juga dikenakan untuk barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat banyak seperti barang kebutuhan pokok, jasa pendidikan dan jasa kesehatan. Sri Mulyani menjelaskan pengenaan PPN ketiga jenis barang dan jasa tersebut akan diberlakukan secara terbatas.

"PPN hanya akan dikenakan untuk barang kebutuhan pokok tertentu yang dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi misalnya, beras atau daging berkualitas khusus yang biasanya berharga mahal," kata Sri Mulyani.

Sementara untuk jasa kesehatan, pengenaan PPN ditujukan terhadap jasa kesehatan yang dibayarkan tidak melalui sistem jaminan kesehatan nasional (BPJS). Sri Mulyani mencontohkan jenis layanan yang mungkin akan dikenakan seperti jasa klinik kecantikan dan estetika atau operasi pelastik yang sifatnya nonesensial.

Sementara itu, untuk jasa pendidikan, pengenaan PPN ditujukan untuk jasa pendidikan yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan yang bersifat komersial. Termasuk bagi lembaga pendidikan yang tidak menyelenggarakan kurikulum minimal yang dipersyaratkan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional.

"Dengan demikian, madrasah dan lain-lain tentunya tidak akan dikenakan dalam skema PPN ini," ujar Sri Mulyani.

Keempat, kebijakan pengenaan multi tarif PPN agar mencerminkan keadilan bagi wajib pajak dimana tarif umum dinaikkan dari 10% menjadi 12%. Selain itu diperkenalkan range tarif dari 5% sampai dengan 25%.

Kelima, terdapat ketentuan yang mengatur kemudahan dan kesederhanaan PPN yaitu penerapan PPN final. Ini menjadi bentuk penyederhanaan pengenaan PPN untuk BKP/JKP tertentu dengan tarif tertentu, yang dihitung dari perdaran usaha dengan besaran lebih rendah dari 5%.

d. Aturan cukai plastik

Pemerintah juga melakukan ekstensifikasi cukai dengan menambah barang kena cukai (bkc) baru yakni produk plastik.

e. Aturan pajak karbon 

Pemerintah juga memasukkan ketentuan pajak karbon ke dalam RUU KUP yang baru dengan tujuan untuk pemulihan lingkungan. Besaran tarif pajak yang akan ditetapkan yakni Rp 75 per Kg CO2 ekuivalen.

Reporter: Abdul Azis Said
Editor: Lavinda

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...