Harga Saham Anjlok, Bos Bukalapak Fokus ke Fundamental Bisnis
Harga saham PT Bukalapak.com merosot hampir 50% dibanding harga penawaran umum perdana saham atau initial public offering (IPO) pada awal Agustus lalu. Menanggapi hal itu, Presiden Direktur Bukalapak Rachmat Kaimudin menyatakan akan mencoba mengembalikan kepercayaan investor melalui peningkatan kinerja bisnis perusahaan.
Presiden Direktur Bukalapak Rachmat Kaimudin mengatakan salah satu strategi yang akan dilakukan adalah meningkatkan fundamental perseroan.
"Cara terbaik untuk mengembalikan kepercayaan (investor di) capital market in short term adalah selalu meningkatkan kinerja perseroan dan mengkomunikasikannya dengan baik," kata Rachmat dalam acara Whitepaper Launching Bank Mandiri, Selasa (7/12).
Berdasarkan laporan keuangan Bukalapak, pendapatan sebelum bunga, pajak, penyusutan, dan amortisasi (EBITDA) membaik 21% dari rugi Rp 1,2 triliun pada Januari-September 2020 menjadi Rp 1 triliun.
Pertumbuhan EBITDA itu didorong oleh naiknya pendapatan perseroan sebesar 42% secara tahunan hingga kuartal III-2021 menjadi Rp 1,3 triliun dari Rp 948 miliar. Selain itu, nilai proses bisnis (TPV) naik 51% menjadi Rp 87 triliun.
Kenyataannya, perbaikan fundamental itu tidak tercermin pada harga saham emiten marketplace berkode BUKA. Berdasarkan data Stockbit, harga saham BUKA telah turun 616 poin atau melemah 58,11% secara tahun berjalan ke posisi Rp 444 per saham.
Selain itu, harga saham BUKA menyentuh posisi terendahnya pada hari ini, yakni Rp 426 per saham. Adapun, harga IPO BUKA adalah Rp 850 per saham. BUKA pernah menyentuh titik tertingginya di posisi Rp 1.110 per saham tiga hari setelah IPO atau pada 9 Agustus 2021.
Pada hari ini, harga BUKA melemah 2,63%secara harian. Salah satunya adalah aksi jual bersih asing senilai Rp 96 miliar di pasar regular. Secara tahun berjalan, total dana asing bersih yang keluar dari BUKA mencapai Rp 103 miliar di pasar regular.
Secara tahun berjalan, investor asing masih membukukan pembelian bersih senilai Rp 194 miliar. Pasalnya, transaksi investor asing di pasar negosiasi dan tunai mencapai Rp 297 miliar.
Co Founder Jarvis Asset Management Kartika Sutandi menilai turunnya harga saham BUKA disebabkan oleh kepanikan investor. Pasalnya, fundamental BUKA tidak jauh berbeda dengan kondisi saat IPO dan cenderung menguat.
"Kalau saya (posisinya) memberikan kesempatan untuk manajemen (BUKA) untuk bekerja dulu. Dana (IPO) juga baru masuk September, biarkan mereka bekerja dan membuktikan," kata Kartika kepada Katadata, Selasa (7/12).
Kartika menilai pergerakan harga saham BUKA pada 2022 akan tergantung dari strategi penggunaan dana segar IPO. Namun, harga saham BUKA dapat berubah dalam jangka pendek. Hal itu dapat terjadi jika perseroan membeli kembali atau buyback terhadap saham-saham perseroan.
Di sisi lain, Kartika menilai kemampuan buyback BUKA akan menjadi krusial pada April 2022 saat masa tahan pemilikan saham oleh investor lama berakhir. Menurutnya, ada potensi pada manajer investasi maupun perusahaan kapital ventura mengambil untung saat itu.
Menurut dia, keyakinan investor akan menjadi penting saat itu. Oleh karena itu, Kartika menilai BUKA akan menjadi studi kasus yang dapat membuktikan apakah investor domestik dapat berlanjut ke level investasi berikutnya, yakni investasi emiten teknologi.
"Kalau (confident investor) tidak ready, ya sudah stick with the old economy saja. Tidak usah FOMO (Fear Of Missing Out ) ke investasi teknologi. Investasi teknologi buka untuk semua orang," kata Kartika.
Di sisi lain, Head of Equity Research Mandiri Sekuritas Adrian Joezer berpendapat, turunnya harga BUKA merupakan bagian dari dinamika pasar. Selain itu, penurunan harga saham BUKA merupakan salah satu risiko yang telah dipaparkan saat IPO.
Adapun, Adrian mengatakan harga saham BUKA masih dapat tumbuh jika melihat fundamental perseroan. Selain itu, perseroan juga masih memiliki dana segar hasil IPO senilai Rp 21,9 triliun.
Seperti diketahui, perseroan akan memakai 33% dari total dana IPO atau senilai Rp 7,2 triliun untuk modal kerja perseroan. Sementara itu, sekitar 34% akan digunakan untuk modal kerja entitas anak.
Sebanyak 15% akan dialokasikan untuk PT Buka Mitra Indonesia, sedangkan PT Buka Usaha Indonesia akan mendapatkan 15%. Sementara itu, sekitar 3% akan digunakan untuk pengembangan usaha oleh BUKA maupun anak usaha.