Prospek Saham Bank Besar Masih Moncer di Tengah Kenaikan Inflasi
Saham-saham emiten perbankan berkapitalisasi besar diperkirakan masih mengalami kenaikan harga di masa mendatang. Investor direkomendasikan untuk melihat peluang, khususnya pada saham PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI), PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI), dan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA).
Analis Sektor Perbankan PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Handiman Soetoyo mempertahankan status overweight pada saham ketiga perusahaan tersebut, di tengah risiko kenaikan inflasi, kenaikan suku bunga, dan pelemahan nilai tukar rupiah.
Istilah overweight dalam bursa saham dapat diartikan sebagai kondisi saham yang diperkirakan mengalami kenaikan melebihi saham lainnya dari sektor yang sama. Menurut teorinya, imbal hasil saham berstatus overweight umumnya lebih tinggi dari imbal hasil Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dalam 12 bulan ke depan.
"Kami memilih bank dengan likuiditas yang cukup besar, memiliki kemampuan untuk mengembangkan aset, terutama dengan imbal hasil yang tinggi, dan kualitas aset yang sehat," katanya.
Ketiga perusahaan perbankan raksasa tersebut dianggap terus menunjukkan pertumbuhan kinerja yang kuat sampai Agustus 2022. “Menurut kami, BBCA dan BMRI memiliki kualitas neraca paling kuat sejauh ini, ditambah dengan rasio kredit bermasalah yang lebih rendah,” kata Handiman dalam laporan risetnya, dikutip Kamis (6/10).
Berdasarkan hasil riset Mirae Asset Sekuritas, secara rata-rata, kredit perbankan tumbuh 10,6% pada Agustus lalu. Secara bulanan, total kredit meningkat Rp 14,1 triliun atau 0,2%. Hal ini didorong oleh kredit konsumer dan investasi.
Di sisi lain, pertumbuhan simpanan terus melambat menjadi 7,8% dalam perhitungan tahunan atau Year on Year (YoY), dari pertumbuhan simpanan pada Juli yang sebesar 8,6%YoY.
Pertumbuhan giro stabil di level 17,7% per tahun, pertumbuhan deposito rebound ke wilayah positif menjadi 0,1% per tahun. Sementara itu, pertumbuhan tabungan melambat menjadi 10,6% per tahun.
"Karena simpanan meningkat lebih tinggi dibanding kredit, rasio kredit bermasalah atau loan to deposit ratio (LDR) kembali menurun menjadi 81,2% sebelumnya pada bulan Juli 81,4%” lanjut Handiman.
Dari sisi kinerja keuangan, BBCA dan BBRI membukukan percepatan laba pada Agustus, sedangkan BMRI dan BBNI membukukan laba yang stabil.
“Pertumbuhan top line (laba) secara umum stabil dan meningkat. Di sisi lain, kami terus melihat beban provisi yang menurun dan stabil dari bulan ke bulan. Secara keseluruhan, laba berada sedikit di atas perkiraan konsensus,” papar Handiman.
Bank Harus Mampu Hadapi Risiko yang Meningkat
Kendati demikian, Mirae Asset menurunkan rating BMRI dari Buy ke Trading Buy karena kondisi reli harga saham. Risiko utama lainnya ialah sedikit penurunan kualitas aset, pertumbuhan kredit yang lebih lambat, volatilitas nilai tukar rupiah, dan inflasi yang tinggi.
Secara umum, Handiman menyebutkan, perusahaan perbankan besar harus mampu mengatasi risiko yang meningkat, dan mempertahankan status overweight, terutama kenaikan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi yang mengakibatkan inflasi pada September.
"Bank Indonesia (BI) diperkirakan menaikkan suku bunga menjadi 5% pada akhir tahun ini. Kami memperkirakan bank akan menaikkan suku bunga deposito secara bertahap, terutama mengingat ketidaksetaraan likuiditas dalam sektor tersebut," ujar Handiman.
Namun, lanjutnya, kenaikan biaya dana harus diimbangi sebagian dengan imbal hasil aset yang lebih tinggi dan volume yang lebih tinggi, sehingga mempertahankan pendapatan bunga bersih atau Net Interest Margin (NIM).
Dia menegaskan, kualitas aset tetap menjadi perhatian utama. Biaya kredit diyakini masih akan menurun jauh dibandingkan tahun lalu. Terlebih, OJK berpotensi memperpanjang kebijakan restrukturisasi utang.