Strategi BNI Jaga Likuiditas di Tengah Resesi Global
PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI memaparkan strategi dalam menghadapi resesi global. Beberapa usaha akan dilakukan BNI seperti menjaga kondisi likuiditas.
Direktur Utama BNI, Royke Tumilaar mengatakan, terkait dengan ancaman resisi global saat ini volatilitasnya cukup tinggi dan memang sedang menghadapi potensi untuk resiesi.
"Untuk itu, perkembangan pertumbuhan bisnis kita juga coba sesuaikan dengan kondisi yang ada. Kami juga memang mengukur kondisi likuiditas,"katanya dalam konferensi pers paparan kinerja kuartal III, pada Senin (24/10).
Selain itu, dia juga menyampaikan pihaknya mulai menjaga likuiditas yang coba kita cerminkan dengan target rasio deposito terhadap pembiayaan atau Loan to Deposit Rasio (LDR) itu di bawah 90%. Hal tersebut disampaikannya terkait suku bunga tinggi. "Pertumbuhan kredit juga kami coba jaga sekonservatif mungkin,"katanya.
Di samping itu, Royke meyakini likuiditas kredit dan permodalan itu masih cukup aman untuk BNI di dalam situasi krisis global sepertin sekarang ini. Serta, BNI tetap menyalurkan kredit secara prudent dan konservatif. Sehingga, BNI pun dapat mengendalikan rasio kredit bermasalah atau Non-Performing Loan (NPL) ke depannya.
"Secara likuiditas ya memang tahun depan pasti akan cukup tight untuk itu kami sudah mengantisipasi untuk menjaga likuiditas yang cukup dan pertumbuhan kredit yang sehat dengan permodalan yang saat ini kami rasa cukup baik untuk kita hadapi resesi ,"ungkapnya.
Adapun, Royke mengakui prospek ekonomi domestik berpotensi tidak lagi seimpresif semester pertama. Namun, perseroan masih melihat indikator makro ekonomi di Indonesia akan cukup sehat dibandingkan negara lain. Inflasi hingga September berada pada level 6%, dan masih cukup wajar untuk ukuran negara berkembang dan tahun depan diperkirakan membaik di bawah 4%.
Meskipun tren perlambatan ekonomi global cukup mengkhawatirkan, katanya, perekonomian Indonesia diperkirakan relatif stabil dengan didukung bauran kebijakan fiskal dan moneter yang efektif untuk menjaga stabilitas. Indikator kestabilan eksternal ekonomi Indonesia pun terus membaik, terutama dari cadangan devisa yang kuat serta tingkat eksposur utang luar negeri yang rendah.
Adapun, BNI membukukan laba bersih Rp 13,7 triliun pada kuartal III 2022, atau melonjak 76,8% dari capaian laba bersih periode yang sama tahun lalu, Rp 7,77 triliun. Hal ini dianggap dapat memperkuat fondasi perusahaan dalam menghadapi tantangan ekonomi global ke depan.
Sebelumnya, Royke berpendapat, kondisi eksternal di kuartal tiga ini tergolong menantang dipicu oleh eskalasi tensi geopolitik sehingga menciptakan sejumlah risiko baru di tengah efek Pandemi Covid-19 mulai mereda.
Ketegangan geopolitik telah mengganggu rantai pasok sehingga menyebabkan lonjakan harga komoditas energi dan pangan global. Hal ini pun berdampak pada meningkatnya laju inflasi yang kemudian diikuti pengetatan kebijakan moneter di berbagai negara. Tren ini berpotensi menyebabkan perlambatan laju pertumbuhan ekonomi.
“Tentunya kami akan terus berupaya untuk menjaga kinerja perseroan agar tetap sustain sehingga dapat membantu pemerintah melanjutkan tren pemulihan ekonomi serta tetap memberikan imbal hasil investasi kepada pemegang saham,” katanya.
Royke melanjutkan, perseroan yakin dapat merealisasikan kinerja positif hingga akhir 2022, didukung oleh portofolio kredit yang sudah jauh lebih sehat dan tetap mengedepankan aspek prudential banking.
Terlebih, tren kinerja ekonomi Indonesia yang masih tumbuh impresif sebesar 5,4% YoY di kuartal dua dan hingga akhir tahun diperkirakan masih pada kisaran di atas 5,3% YoY.
“Tren pertumbuhan ini masih cukup baik dibandingkan dengan banyak negara lain di dunia. Maka, kami optimis masih berada dalam jalur yang tepat untuk memenuhi perkiraan laba tahun 2022 sesuai dengan corporate plan,” pungkasnya.