Apa Itu Silent Majority? Ini Pengertian, dan Dampaknya
Istilah silent majority ramai diperbincangkan usai Pemilu 2024 pada 14 Februari lalu. Silent majority atau mayoritas yang diam merupakan salah satu istilah dalam pemilihan umum (Pemilu) yang masih terdengar asing bagi sebagian orang.
Meski begitu, suara dari silent majority disebut-sebut mampu mengerek angka kemenangan seorang calon. Istilah ini sebenarnya sudah digunakan sejak lama.
Kelompok silent majority bisa menjadi penentu kemenangan salah satu calon dalam sebuah kontestasi politik.
Apa Itu Silent Majority?
Melansir Cambridge Advanced Learner's Dictionary (1995), silent majority artinya mayoritas yang diam. Silent majority adalah kelompok orang dalam jumlah besar yang belum menyatakan pendapat tentang sesuatu.
Menurut Encyclopaedia Britannica, silent majority merujuk pada sebagian besar masyarakat yang memiliki preferensi politik tertentu. Tetapi, enggan mengungkapkan pilihan mereka secara terbuka.
Menurut Collins Dictionary, silent majority memiliki beberapa arti. Di antaranya, silent majority adalah kelompok tertentu yang pendapatnya cenderung sangat berbeda dengan pendapat yang paling sering terdengar.
Sementara itu, melansir laman Political Dictionary diartikan sebagai sekelompok besar pemilih yang merasa terpinggirkan, dibungkam, atau kurang terlayani oleh sistem politik. Kelompok ini diasumsikan mempunyai kemampuan yang sangat besar untuk mempengaruhi hasil suatu pemilu ketika mereka memberikan suara secara massal.
Silent majority juga diartikan sebagai mayoritas orang yang dianggap moderat dan terlalu pasif dalam menyatakan pandangan atau pilihan. Mereka juga disebut sebagai mayoritas kelompok orang yang tidak vokal, blak-blakan atau aktif secara politik.
Fenomena silent majority dianggap sulit diprediksi melalui jajak pendapat atau survei elektabilitas menjelang pemilu sebab sifatnya yang sengaja untuk diam atau tidak menunjukkan sama sekali.
Sejarah Kemunculan Istilah Silent Majority
Istilah silent majority pertama kali digunakan secara politis oleh Warren Harding dalam kampanyenya pada 1919. Kemudian pada 1960-an, istilah silent majority kembali muncul dan mendapatkan perhatian setelah digunakan oleh Richard Nixon dalam pidatonya yang ditayangkan di sebuah televisi.
Nixon menggunakan istilah silent majority sebagai cara untuk menggalangkan semangat para pemilih yang mungkin belum memilih karena merasa tidak puas terhadap pemilu. Dalam pidatonya pada tahun 1969, Nixon memakai istilah tersebut untuk menarik sejumlah pemilih yang mendukungnya.
Nixon menggunakan istilah silent majority untuk menarik sejumlah pemilih yang menurutnya mendukungnya meskipun hal itu tidak tercermin dalam jajak pendapat atau oleh kaum intelektual politik. Pada saat itu, kelompok silent majority ini diasosiasikan dengan kelas pekerja kulit putih di Amerika.
Kelompok tersebut ternyata menjadi bagian penting dalam terpilihnya kembali Nixon. Selama 50 tahun sejak Nixon, istilah ini digunakan untuk menggambarkan sekelompok pemilih yang sikapnya tidak dianggap populer atau trendi.
Sampai sekarang, istilah silent majority dinilai tidak asing digunakan di ranah politik dan pemilu. Bahkan sudah banyak digunakan berbagai negara, termasuk Indonesia.
Dampak Silent Majority
Silent majority dalam pemilu ini berkaitan dengan masyarakat dalam kelompok besar yang secara tertutup menyatakan dukungannya kepada salah satu pasangan calon (paslon). Kelompok silent majority ini cenderung memilih untuk menjaga rapat pendapat mereka dan mungkin tidak mengungkapkan dukungan secara terbuka karena berbagai alasan tertentu.
Hasil dari keputusan silent majority baru akan terlihat pada hari pemungutan suara. Selain itu, survei dan jajak pendapat belum tentu mampu mengukur preferensi silent majority secara akurat.
Melansir laman Political Dictionary dalam konteks pemilu bisa memberikan dampak. Suara dari kelompok silent majority sulit terdeteksi jajak pendapat sehingga bisa membuat kejutan di hasil pemilu.
Berikut beberapa dampak dari silent majority dalam pemilu.
- Menimbulkan kontroversi karena sulit dilakukan verifikasi atas klaim silent majority.
- Sering dijadikan narasi politik oleh kandidat tertentu untuk mengklaim basis massa yang lebih besar.
- Membuat hasil pemilu menjadi tidak mudah diprediksi karena efek dari suara 'diam' ini.
- Kandidat yang mampu menarik dukungan dari silent majority berpeluang memenangkan pemilihan karena mereka mewakili suara mayoritas yang diam.
Demikian penjelasan apa itu dan pengertian silent majority. Keberadaan silent majority membuat hasil pemilu sulit diprediksi dan menjadikannya faktor penting yang dipertimbangkan para kandidat.