Cerita Rakyat Situ Bagendit, Legenda dari Jawa Barat

Ghina Aulia
5 Februari 2024, 19:31
Cerita Rakyat Situ Bagendit.
Banhub Jabar
Situ Bagendit
Button AI Summarize

Situ Bagendit merupakan destinasi wisata yang terletak di Desa Bagendit, Provinsi Jawa Barat. Selain memiliki pemandangan yang indah, situs warisan tersebut juga mengandung cerita legenda yang masih lestari hingga sekarang.

Singkatnya, legenda atau cerita rakyat Situ Bagendit menceritakan tentang seorang kakek yang murka terhadap Nyai Bagendit lantaran ia enggan membantunya ketika mengembara dan sedang kehausan. Kutukan dilontarkan hingga menimbulkan banjir besar dan menenggelamkan Nyai Bagendit.

Genangan banjir tersebut menjadi Situ Bagendit, yakni danau yang masih indah sampai sekarang. Meski dipertanyakan kebenarannya, cerita rakyat Situ Bagendit tetap dikenang sebagai legenda yang kerap dijadikan bahan bacaan untuk anak sekolah.

Terkait dengan itu, kali ini kami ingin menyajikan cerita rakyat Situ Bagendit dalam dua bahasa. Termasuk bahasa Indonesia dan Inggris, berikut kisahnya.

Cerita Rakyat Situ Bagendit Bahasa Indonesia

Pada zaman dahulu kala, di sebelah utara kota Garut, terdapat sebuah desa yang penduduknya kebanyakan adalah petani. Karena tanah di desa itu sangat subur dan tidak pernah kekurangan air, maka sawah-sawah mereka selalu menghasilkan padi yang berlimpah ruah. Namun meski begitu, para penduduk di desa itu tetap miskin kekurangan. Hal tersebut disebabkan oleh ulah seorang tengkulak bernama Nyai Bagendit.

Hari masih sedikit gelap dan embun masih bergayut di dedaunan, namun para penduduk sudah bergegas menuju sawah mereka. Hari ini adalah hari panen. Mereka akan menuai padi yang sudah menguning dan menjualnya kepada Nyai Bagendit.

Nyai Bagendit adalah orang terkaya di desa itu. Rumahnya mewah, lumbung padinya sangat luas karena harus cukup menampung padi yang dibelinya dari seluruh petani di desa itu. Ya! Seluruh petani. Dan bukan dengan sukarela para petani itu menjual hasil panennya kepada Nyai Bagendit. Mereka terpaksa menjual semua hasil panennya dengan harga murah kalau tidak ingin cari perkara dengan centeng-centeng suruhan wanita itu. Lalu jika pasokan padi mereka habis, mereka harus membeli dari Nyai Bagendit dengan harga yang melambung tinggi.

“Wah kapan ya nasib kita berubah?” ujar seorang petani kepada teman nya.”Tidak tahan saya hidup seperti ini. Kenapa yah, Tuhan tidak menghukum si lintah darat itu?”

“Sssst, jangan keras-keras, nanti ada yang dengar!” sahut temannya. “Kita mah harus sabar! Nanti juga akan datang pembalasan yang setimpal bagi orang yang suka berbuat aniaya pada orang lain. Tuhan tidak pernah tidur!”

Sementara itu Nyai Bagendit sedang memeriksa lumbung padinya.

“Barja.” kata Nyai Bagendit pada centengnya.”Bagaimana? Apakah semua padi sudah dibeli?”

“Beres Nyi.” jawab Barja. “Lumbung sudah penuh diisi padi, bahkan beberapa masih kita simpan di luar karena sudah tak muat.”

“Ha ha ha ha…! Sebentar lagi mereka akan kehabisan beras dan akan membeli padiku. Aku akan semakin kaya!” Nyai Bagendit tertawa senang. “Awasi terus Para petani itu, jangan sampai mereka menjual hasil panennya ke tempat lain. Beri pelajaran bagi siapa saja yang membangkang!”

Benar saja, beberapa minggu kemudian para penduduk desa mulai kehabisan bahan makanan bahkan banyak yang sudah mulai menderita kelaparan. Sementara Nyai Bagendit selalu berpesta pora dengan makanan-makanan mewah di rumahnya.

“Aduh Pak, persediaan beras kita sudah menipis. Sebentar lagi kita terpaksa harus membeli beras ke Nyai Bagendit.” keluh seorang penduduk desa pada suaminya. “Kata tetangga harganya sekarang lima kali lipat dibanding saat kita jual dulu. Bagaimana ini, Pak?”

Pada suatu siang yang panas, dari ujung desa nampak seorang nenek yang berjalan terbungkuk-bungkuk. Dia melewati pemukiman penduduk dengan tatapan penuh iba.

“Hmm, kasihan para penduduk ini. Mereka menderita hanya karena kelakuan seorang saja. Sepertinya hal ini harus segera diakhiri.” pikir si nenek. Dia berjalan mendekati seorang penduduk yang sedang menumbuk padi.

“Permisi! Saya numpang tanya,” kata si nenek.

“Ya, Nek ada apa ya?” jawab wanita yang sedang menumbuk padi tersebut

“Dimanakah saya bisa menemukan orang yang paling kaya di desa ini?” Tanya si nenek.

“Oh, maksud nenek rumah Nyai Bagendit?” kata wanita itu. “Sudah dekat, Nek. Nenek tinggal lurus saja sampai ketemu pertigaan, lalu belok kiri. Nanti akan terlihat rumah yang sangat besar. Itulah rumahnya. Memang nenek ada perlu apa sama Nyai Bagendit?”

“Saya mau minta sedekah,” kata si nenek.

“Ah percuma saja nenek minta sama dia, tidak akan dia memberinya. Kalau nenek lapar, makanlah di rumah saya, tapi hanya seadanya.” kata wanita itu.

“Tidak usah, terima kasih” jawab si nenek. “Saya hanya mau tahu reaksinya kalau ada pengemis yang minta sedekah. Oya, tolong beritahu penduduk desa lainnya agar siap-siap mengungsi. Karena sebentar lagi akan ada banjir besar.”

“Nenek bercanda, ya?” kata wanita itu kaget.”Mana mungkin ada banjir di musim kemarau?”

“Aku tidak bercanda,” kata si nenek.”Aku adalah orang yang akan memberi pelajaran pada Nyai Bagendit. Maka dari itu segera mengungsilah, bawalah barang berharga milik kalian,” kata si nenek. Setelah itu si nenek pergi meninggalkan wanita tadi yang masih berdiri mematung.

Sementara itu Nyai Endit sedang menikmati hidangan yang berlimpah, demikian pula para centengnya. Si pengemis tiba di depan rumah Nyai Endit dan langsung dihadang oleh para centeng.

Halaman:
Editor: Safrezi
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement