6 Cerita Hari Raya Idul Fitri Bersama Keluarga 5 Paragraf

Ghina Aulia
10 April 2025, 17:32
Cerita Hari Raya Idul Fitri Bersama Keluarga 5 Paragraf
Freepik
Cerita Hari Raya Idul Fitri Bersama Keluarga 5 Paragraf
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Setiap kali bulan Ramadhan berakhir, sebuah suasana khas menyelimuti seluruh penjuru negeri. Jalan-jalan ramai, terminal padat, dan tiket kendaraan habis terjual.

Tak dapat dipungkiri, suasana menjelang dan selama Lebaran menghadirkan nuansa yang berbeda dari hari-hari lainnya. Bagi banyak orang yang tinggal jauh dari keluarga, ini adalah waktu untuk pulang, atau yang biasa disebut mudik.

Tak jarang anak-anak sekolah diminta menuliskan kisah mereka saat liburan Lebaran. Ini bukan sekadar tugas biasa, tapi cara untuk mengabadikan detik-detik yang mungkin hanya terjadi setahun sekali.

Menulis tentang Lebaran bukan hanya soal menceritakan kembali kejadian, tapi juga mengekspresikan rasa. Ada yang menulis tentang keseruan bermain kembang api, ada pula yang menuliskan rindu yang tak tertuntaskan karena seseorang tak bisa pulang tahun ini. Setiap cerita memiliki warna dan maknanya sendiri.

Terkait dengan itu, kami akan menyediakan sejumlah cerita Hari Raya Idul Fitri bersama keluarga 5 paragraf yang bisa dijadikan referensi. Berbagi kisah tentang Lebaran bukan hanya memperingati sebuah perayaan, tetapi juga mempererat hubungan dan menyimpan kenangan. Berikut lengkapnya.

Cerita Hari Raya Idul Fitri Bersama Keluarga 5 Paragraf

1. Menyambut Saudara di Momen Lebaran

Tinggal di kampung halaman membuat suasana Lebaran bagiku terasa biasa, tapi tetap menyenangkan. Tak ada agenda mudik, karena rumahku adalah tempat tujuan mudik. Aku tinggal bersama Ayah, Ibu, serta kakek dan nenek. Yang kutunggu tiap tahun adalah kedatangan sepupu-sepupu dari kota.

Hari-hariku menjelang Lebaran diisi dengan membantu Ibu memasak. Aroma opor ayam selalu jadi favoritku. Tapi sering juga aku merasa bosan, apalagi saat teman-temanku mulai pergi ke luar kota. Setiap hari aku bertanya pada Ibu, “Kapan sepupu-sepupu datang?”

Akhirnya hari itu tiba. Aku dan Ayah menjemput mereka di stasiun yang dipenuhi orang dan koper. Saat melihat mereka melambaikan tangan, aku langsung berlari menghampiri. Sepanjang jalan pulang, kami tak henti tertawa dan saling bercerita.

Sesampainya di rumah, suasana makin hangat. Nenek, Ibu, dan Kakek menyambut dengan hidangan hangat dan pelukan. Malam itu kami makan bersama sambil tertawa. Keesokan harinya, Lebaran pun datang. Rumah ramai oleh tamu dan saudara yang berdatangan.

Setelah salat dan bersalam-salaman, anak-anak mendapat THR. Aku ikut senang, tentu saja. Malamnya, kamar kami penuh—aku dan sepupu tidur berjejer sambil menonton film dan bercerita sampai larut. Rasanya, inilah bagian paling menyenangkan dari Lebaran.

2. Berlibur ke Rumah Nenek

Liburan lebaran tahun ini, kami memutuskan untuk menghabiskan waktu di rumah nenek di desa. Bukan tempat wisata mewah, tapi suasananya jauh lebih menyenangkan. Aku menghabiskan pagi hari bermain petak umpet di sawah yang becek, tertawa sampai lupa waktu. Sore harinya, kami memancing ikan di kolam belakang rumah.

Hari-hariku di kampung selalu penuh kejutan. Aku bertemu banyak teman baru—anak-anak kampung yang sederhana tapi ramah. Mereka bercerita tentang kehidupan mereka sebagai anak petani. Meski kami berbeda latar, rasanya seperti sudah kenal lama.

Suatu pagi, Ayah dan Ibu mengajakku ke kebun nenek. Pohon-pohon di sana lebat, dengan buah yang menggoda untuk dipetik. Dengan tangan Ayah membantuku, aku bisa memetik nanas dan sirsak yang sudah matang sempurna.

Setelah kegiatan di kebun, aku mandi dan bersiap pulang. Ayah bilang waktunya kembali ke kota. Aku menghampiri nenek untuk berpamitan. Wajahnya penuh senyum saat kucium tangannya.

Sebelum kami pergi, nenek memberiku uang saku. "Buat jajan di jalan," katanya sambil tertawa kecil. Meski singkat, liburan ini meninggalkan kesan manis yang tak akan kulupakan.

3. Lebaran Bersama Keluarga di Rumah

Pagi 1 Syawal, kami sekeluarga pergi ke lapangan dekat rumah untuk melaksanakan Salat Idul Fitri. Kami membawa sajadah dan koran agar tak kehabisan tempat duduk. Suasana salat sangat khidmat, ditambah cuaca yang sejuk dan nyaman.

Setelah salat, kami pulang untuk saling bermaaf-maafan. Aku juga sempat mengunjungi rumah tetangga dan teman-teman dekat untuk bersilaturahmi. Sesampainya di rumah, aku meminta maaf pada Ayah, Ibu, kakak, dan adik.

Kami lalu bersiap menuju rumah nenek untuk syukuran dan ziarah. Perjalanan hanya sekitar 30 menit dengan sepeda motor. Di sana, suasananya hangat. Kami berpelukan, saling mendoakan, dan aku mendapat THR dari nenek serta para paman dan bibi.

Menjelang siang, kami diajak ziarah ke makam keluarga. Letaknya tak jauh, jadi kami berjalan kaki. Kami berdoa di makam adikku dan beberapa kerabat dari pihak Ayah.

Karena matahari mulai terik, kami tak lama di sana. Pulang ke rumah nenek, hati terasa tenang. Lebaran kali ini memberi kebahagiaan sederhana yang sulit dilupakan.

4. Mengunjungi Kebun Bintangan Bersama Ayah dan Bunda

Lebaran tahun ini terasa sedikit berbeda. Tak ada koper yang harus dikemas atau tiket kereta yang harus dibeli. Kami memutuskan untuk tak mudik, tapi itu bukan berarti liburan kali ini membosankan. Sebagai gantinya, Ayah dan Bunda punya rencana kecil: petualangan ke Kebun Binatang Ragunan. Saat mendengar itu, aku langsung membayangkan hari penuh kejutan dan binatang-binatang lucu.

Pagi masih segar ketika kami mulai bersiap. Aku bangun lebih awal dari biasanya, dengan semangat seperti akan pergi ke negeri baru. Bunda menyuruhku menyiapkan botol minum dan camilan, sementara ia menyiapkan nasi goreng dan telur gulung yang harum baunya menggoda sejak di dapur. Ayah, seperti biasa, mengecek semuanya dengan teliti sebelum kami berangkat.

Perjalanan ke Ragunan memakan waktu hampir sejam karena jalanan penuh lampu merah. Tapi itu tak membuat semangatku luntur. Setibanya di sana, Ayah mengurus tiket dan kami segera melangkah masuk. Dunia baru terbuka di hadapanku, yaitu suara burung, geraman harimau dari kejauhan, dan tawa anak-anak lain berpadu seperti orkestra pagi hari. Aku bahkan melihat gajah yang lebih besar dari yang pernah kubayangkan, serta ikan-ikan raksasa yang berenang pelan dalam akuarium besar.

Menjelang siang, udara mulai terasa gerah dan panas matahari makin menyengat kulit. Kami mencari tempat teduh di bawah pohon besar. Bunda mengeluarkan bekal dari tas, dan kami makan sambil memandangi rusa yang duduk santai di kejauhan. Saat itu rasanya seperti piknik impian—sederhana, tapi hangat dan menyenangkan.

Sekitar pukul satu siang, kami memutuskan pulang. Langkahku masih ringan, meski sedikit lelah. Di dalam mobil, aku menyandarkan kepala ke jendela, masih memikirkan si orangutan yang tadi bergelantungan lucu. Liburan tanpa mudik ternyata bisa jadi kisah yang tak kalah seru. Dan hari itu, aku menyadari, petualangan tak harus jauh, yang penting, bersama keluarga tercinta.

5. Mudik ke Jogja Bersama Keluarga

Langit cerah pagi itu seakan ikut merayakan kebahagiaanku. Hari kemenangan telah tiba, dan setelah sebulan penuh menahan diri dari lapar, dahaga, dan emosi, kini saatnya berkumpul bersama orang-orang tercinta. Tahun ini terasa lebih berwarna karena aku bisa merayakan Idul Fitri tak hanya di rumah, tapi juga di kampung halaman ayah di Yogyakarta. Kami sudah lama tak mudik, jadi rasanya seperti pulang ke masa kecil.

Perjalanan dimulai saat ayah akhirnya libur dari pekerjaannya. Kami naik kereta menuju Yogyakarta, dan suasana di stasiun penuh dengan wajah-wajah lelah namun bahagia. Aku menghabiskan sebagian besar waktu di perjalanan dengan tidur, dan ketika membuka mata, kami sudah hampir tiba. Begitu turun dari kereta, udara Jogja menyambut dengan aroma nostalgia. Tak lama, ayah memesan taksi online, dan kami pun menuju rumah kakek dan nenek.

Di sana, bude sudah menunggu kami di depan pintu, tersenyum hangat. Malam itu kami berbincang panjang, membahas banyak hal sambil menikmati teh jahe buatan nenek. Esok paginya, kami berjalan bersama ke lapangan dekat rumah untuk menunaikan shalat Ied. Suasana religius terasa begitu kental, membuat hatiku tenang. Setelah shalat, kami pulang dan langsung disuguhi ketupat dan opor ayam—menu khas yang selalu kurindukan.

Momen paling mengharukan datang saat kami bersalaman dan sungkeman. Ayah memimpin, lalu aku menyusul. Kakek menatapku dengan mata berkaca-kaca, lalu menyelipkan amplop kecil ke tanganku. “Untuk jajan,” katanya sambil tersenyum. Aku tertawa, bahagia bukan karena isinya, tapi karena perhatiannya yang selalu hangat. Hari itu rumah kami ramai oleh tamu—kerabat dan tetangga datang silih berganti.

Tak terasa tiga hari berlalu, dan kami harus kembali ke Jakarta. Mobil sewaan sudah menunggu di depan rumah. Aku memeluk kakek dan nenek erat-erat, berjanji akan sering menelepon. Meski singkat, liburan kali ini sangat membekas di hati. Idul Fitri tahun ini bukan sekadar perayaan, tapi pengingat bahwa pulang tak selalu soal tempat, tapi tentang rasa yang tak tergantikan.

6. Berlibur ke Kampung Halaman saat Lebaran

Libur Lebaran selalu jadi momen yang aku nantikan. Bukan karena hadiah atau makanan, tapi karena kami akan pergi ke desa, ke rumah kakek dan nenek. Kami berangkat pagi-pagi naik kereta, dan aku suka sekali melihat pemandangan hijau sepanjang perjalanan.

Begitu sampai, suasana desa langsung membuatku tenang. Kakek dan nenek menyambut kami dengan senyum lebar dan pelukan hangat. Rumah mereka selalu terasa nyaman. Aku dan sepupu-sepupuku langsung sibuk bermain dan menjelajah.

Pagi hari kami sering berjalan ke sawah. Udara segar, kaki basah oleh embun. Di kebun belakang rumah, kami memetik buah—mangga, rambutan, semuanya manis. Tangan kotor oleh getah tak jadi soal.

Malamnya, kami duduk di teras, menonton bintang dan saling bercerita. Nenek menyajikan camilan khas desa—gorengan, kue ketan, dan teh hangat. Suara jangkrik dan obrolan ringan jadi pengantar tidur.

Saat waktu pulang tiba, rasanya berat meninggalkan semua ini. Tapi aku tahu, libur berikutnya akan datang lagi. Dan petualangan baru di desa sudah menunggu.

Itulah kumpulan cerita Hari Raya Idul Fitri bersama keluarga 5 paragraf yang bisa dicontoh. Semoga bermanfaat.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Editor: Safrezi

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan