Kapan Malam 1 Suro 2025? Ini Asal-Usul, Tradisi, dan Mitosnya
Malam 1 Suro merupakan malam pergantian tahun dalam kalender Jawa. Hingga saat ini, malam 1 Suro masih diperingati sebagai momen penting, terutama oleh masyarakat Jawa.
Lantas, kapan malam 1 Suro 2025 menurut kalender masehi? Informasi peringatan Tahun Baru Jawa dapat ditemukan dalam Kalender Hijriah Indonesia Tahun 2025 yang dirilis oleh Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam (Bimas Islam), Kementerian Agama RI. Kalender tersebut memuat integrasi penanggalan Masehi, Hijriah, dan Jawa.
Kapan Malam 1 Suro 2025?
Berdasarkan kalender tersebut, malam 1 Suro tahun 1959 Jawa jatuh pada Kamis malam, 26 Juni 2025. Hal ini karena 1 Suro 1959 bertepatan dengan Jumat, 27 Juni 2025.
Tanggal tersebut sekaligus menandai Tahun Baru Jawa dan Tahun Baru Islam 1 Muharram 1447 Hijriah. Adapun tanggal 27 Juni 2025 telah ditetapkan sebagai hari libur nasional dalam rangka Tahun Baru Islam, sebagaimana diatur dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri tentang Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama Tahun 2025.
Asal Usul Malam 1 Suro
Mengutip situs resmi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud), 1 Suro merupakan awal bulan pertama dalam kalender Jawa, yaitu bulan Suro. Penanggalannya mengacu pada sistem kalender Jawa yang dipengaruhi oleh kalender Islam, Masehi, dan Hindu.
Istilah "Suro" berasal dari bahasa Arab "Asyura" yang berarti sepuluh atau hari kesepuluh bulan Muharam. Dalam pelafalan Jawa, kata ini diserap menjadi "Suro".
Di beberapa wilayah, perayaan ini juga dikenal dengan sebutan "Suran". Malam 1 Suro diperingati pada malam hari setelah Magrib, yaitu sehari sebelum tanggal 1 Suro.
Karena dalam sistem kalender Jawa, pergantian hari dimulai saat matahari terbenam, bukan tengah malam seperti dalam kalender Masehi.
Tradisi Malam 1 Suro
Menurut situs resmi Kementerian Agama RI, bulan Suro dipandang sakral oleh masyarakat Jawa. Selain sebagai permulaan tahun, malam ini juga menjadi waktu yang dimaknai sebagai momen untuk melakukan perenungan, doa, serta ritual tertentu yang dianggap membawa keselamatan dan ketenangan batin.
Dalam tradisi Jawa, malam ini dianggap sebagai waktu terbaik untuk menyucikan hati dan pikiran, menjauhkan diri dari keramaian, serta mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa. Di beberapa daerah, malam 1 Suro juga dirayakan dengan berbagai ritual spiritual seperti tirakatan, tapa bisu, berziarah ke makam leluhur, dan memandikan pusaka.
Semua itu dilakukan sebagai bentuk penghormatan terhadap leluhur dan harapan akan keselamatan serta keberkahan di tahun yang baru.
Mitos Malam 1 Suro
Seiring dengan kekuatan spiritual yang melekat pada malam 1 Suro, terdapat pula banyak mitos dan pantangan yang diwariskan secara turun-temurun. Meskipun sebagian orang kini menganggapnya sebagai tradisi kuno, banyak pula yang masih memegang teguh larangan-larangan ini sebagai bentuk kehati-hatian dan penghormatan terhadap nilai budaya.
1. Dilarang Keluar Rumah pada Malam 1 Suro
Salah satu pantangan paling dikenal adalah larangan keluar rumah saat malam 1 Suro. Masyarakat percaya bahwa malam ini adalah saat makhluk halus, roh-roh leluhur, dan energi gaib berkeliaran di bumi.
Keluar rumah tanpa tujuan yang jelas dapat mengundang hal buruk seperti gangguan gaib atau kesialan. Karena itu, banyak orang memilih berdiam diri di rumah, berdoa, dan melakukan renungan pribadi.
2. Tidak Dianjurkan Mengadakan Pernikahan atau Hajatan
Malam 1 Suro dianggap sebagai waktu yang tidak tepat untuk menyelenggarakan acara besar, termasuk pernikahan, khitanan, atau pesta lainnya. Dalam kepercayaan Jawa, menggelar hajatan pada malam atau bulan Suro dipercaya dapat membawa ketidakbahagiaan.
Bahkan, bisa terjadi keretakan rumah tangga, hingga musibah bagi keluarga yang mengadakannya. Kepercayaan ini membuat banyak keluarga memilih untuk menunda acara hingga bulan berikutnya yang dianggap lebih membawa keberuntungan.
3. Pantangan Pindah Rumah
Memulai tinggal di rumah baru pada malam 1 Suro juga termasuk dalam larangan tradisional. Menurut kepercayaan, hal ini dapat membawa nasib buruk, seperti penyakit, rezeki seret, atau gangguan spiritual di tempat tinggal baru.
Oleh sebab itu, banyak orang Jawa yang menghindari proses pindah rumah bertepatan dengan malam ini.
4. Menjaga Suasana Sunyi, Tidak Boleh Bersuara Keras
Tradisi Tapa Bisu yang dilakukan di Keraton Yogyakarta menjadi simbol kuat dari pantangan bersuara keras. Kesunyian diyakini sebagai jalan menuju penyucian diri dan pencerahan batin.
Pada malam ini, masyarakat dianjurkan untuk menghindari keributan, berteriak, atau membuat kegaduhan. Semakin tenang malam itu dijalani, semakin besar kesempatan untuk mendapatkan kedamaian batin dan keberkahan spiritual.
5. Menjaga Ucapan dengan Menghindari Perkataan Kasar dan Negatif
Malam 1 Suro juga menjadi waktu untuk menjaga tutur kata. Masyarakat Jawa percaya bahwa perkataan buruk yang diucapkan pada malam ini berpotensi menjadi kenyataan.
Oleh karena itu, masyarakat dianjurkan untuk berkata yang baik-baik saja, atau jika perlu lebih banyak berdiam diri, merenung, dan membaca doa atau zikir.
6. Larangan Membangun Rumah
Melakukan pembangunan rumah atau proyek penting lainnya juga dianggap pantang pada malam 1 Suro. Menurut kepercayaan, memulai sesuatu yang besar pada waktu sakral ini justru mengundang halangan, hambatan, atau kegagalan.
Oleh karena itu, banyak yang menunggu waktu yang dianggap lebih baik menurut perhitungan hari baik (weton).
Demikian ulasan lengkap mengenai Kapan 1 Suro pada 2025 menurut kalender masehi berserta asal-usul, tradisi, dan mitosnya.

