Refleksi Jule Hingga Azizah, Ini 5 Alasan Brand Harus Waspada Cancel Culture

Image title
26 November 2025, 09:55
cancel culture julia prastini
https://www.instagram.com/p/DKCWsGEvppS/?hl=id&img_index=1
cancel culture julia prastini
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Fenomena cancel culture  tampaknya semakin sering disuarakan oleh warga Indonesia terutama untuk artis atau  influencer yang dianggap problematic. Kasus yang menimpa Jule atau Julia Prastinis misalnya, membuatnya kehilangan empat kontrak kerja sekaligus yang memicu diskusi luas tentang risiko reputasi bagi brand.

Azizah Salsha juga sempat mengalami situasi serupa lewat seruan dari netizen Tiktok untuk menghentikan dukungan kepada setiap campaign yang menggunakan dirinya sebagai model. Tekanan publik tak hanya diterima Azizah secara langsung, tetapi juga diterima oleh para rekan yang bekerja sebagai host live untuk mempromosikan produk campaign yang dimaksud.

Kenapa Brand Harus Waspada Akan Fenomena Cancel Culture

Dalam konteks ekonomi, reputasi memang jadi aset bernilai tinggi yang memengaruhi keputusan investasi, persepsi pasar dan keberlanjutan bisnis. Ketika cancel culture terjadi, risiko bukan hanya berupa penurunan citra, tetapi juga potensi kerugian finansial akibat terganggunya stabilitas kerja sama antara brand dan mitra talenta publik.

Ini juga beberapa alasan kenapa brand sudah sepatutnya memahami fenomena ini secara serius

1. Reputasi Mempengaruhi Nilai Ekonomi Brand

Fenomena Cancel Culture menunjukkan bahwa reputasi bukan sekadar aspek citra, melainkan variabel ekonomi yang memengaruhi nilai komersial brand.

Ketika suatu kasus terjadi, publik biasanya bereaksi cepat dan mendorong penilaian negatif yang menyebar melalui media sosial. Reaksi ini dapat menurunkan kepercayaan konsumen dan melemahkan brand equity secara signifikan.

Dampaknya, momentum penjualan bisa terganggu dan strategi pemasaran tidak lagi optimal karena sentimen publik condong ke arah yang tidak menguntungkan.

2. Risiko Kerugian Finansial Akibat Pemutusan Kontrak

Kasus Jule yang dilaporkan kehilangan empat kontrak kerja menjadi contoh konkret bagaimana efek domino cancel culture memicu keputusan bisnis yang cepat dan tegas.

Bagi brand, keputusan memutus kontrak sering kali dilakukan untuk menghindari kerugian finansial yang lebih besar akibat boikot atau sentimen negatif yang dapat melanda.

Fenomena Cancel Culture membuat brand harus mempertimbangkan risiko biaya tambahan, termasuk revisi kampanye, damage control, hingga potensi penurunan pendapatan akibat berkurangnya minat pasar.

3. Konsumen Semakin Sensitif terhadap Etika

Fenomena Cancel Culture muncul seiring meningkatnya preferensi konsumen terhadap isu etika dan moral.

Brand kini menghadapi tuntutan yang lebih besar untuk menunjukkan integritas, karena perilaku publik figur yang mewakili brand dapat dianggap sebagai refleksi nilai perusahaan.

Implikasi ekonominya terlihat melalui pergeseran permintaan, di mana konsumen rela meninggalkan produk yang diasosiasikan dengan isu negatif dan memilih kompetitor yang dinilai lebih etis.

Saat kasus mengenai Jule ini terjadi misalnya, konsumen ramai-ramai meninggalkan ulasan negative pada produk yang dikenakan. Sebaliknya, ada banyak sekali masyarakat social media menyerbu akun milik AA Daehoon dan melakukan pembelian lewat live pria korea tersebut.

4. Media Sosial Mempercepat Eskalasi Krisis

Perkembangan platform digital membuat isu berkembang dalam hitungan menit sehingga eskalasi krisis reputasi sulit dikendalikan. Fenomena Cancel Culture memperlihatkan bahwa gelombang reaksi publik dapat memengaruhi pasar dengan cepat, terlebih jika viralitas terjadi tanpa filter.

Brand yang tidak siap menghadapi dinamika ini berisiko mengalami sentimen negatif berkepanjangan yang berdampak pada biaya operasional, pengelolaan krisis, dan penurunan efektivitas kampanye pemasaran.

5. Konektivitas Publik Figur dan Brand Semakin Tidak Terpisahkan

Dalam ekonomi modern, hubungan antara publik figur dan brand bersifat simbiosis karena keduanya saling berkontribusi pada peningkatan nilai pasar.

Kasus Julia Prastini dan Azizah Salsha memperlihatkan bahwa perilaku seorang talent dapat berdampak langsung pada strategi komersial brand. Fenomena Cancel Culture menciptakan tekanan tambahan yang membuat perusahaan harus melakukan evaluasi mendalam sebelum menjalin kerja sama.

Brand yang kurang selektif dapat menanggung risiko besar, terutama ketika publik figur terlibat dalam isu yang sensitif dan dapat memicu reaksi luas.

Fenomena Cancel Culture kini menjadi variabel penting dalam pengambilan keputusan ekonomi bagi berbagai brand. Selain memengaruhi reputasi, fenomena ini berkaitan erat dengan risiko finansial, strategi pemasaran dan dinamika permintaan konsumen. Kasus Jule menjadi pengingat bahwa dunia bisnis harus memahami pola reaksi publik dan meresponsnya dengan pendekatan yang tepat.

Di tengah tingginya ekspektasi masyarakat terhadap etika industri, brand perlu membangun sistem mitigasi risiko yang komprehensif. Pendekatan ini tidak hanya untuk menjaga citra, tetapi juga memastikan keberlanjutan aktivitas ekonomi yang stabil dan sehat dalam jangka panjang.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan