Budaya Makanan dan Lingkungan Sehat Ala Burgreens
Meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap pola hidup yang sehat mendorong kebutuhan terhadap produk natural. Orang-orang mulai mencari alternatif makanan organik dengan proses pembuatan yang mengedepankan aspek keberlanjutan.
Helga Angelina, salah satu dari duo pendiri Burgreens, melihat minat masyarakat untuk hidup sehat sebagai peluang. Tak hanya untuk mengembangkan bisnis, ia juga ingin memberikan pengaruh sosial yang positif.
“Bisnis bukan hanya tentang mencari keuntungan,” kata Helga sebagai manajer Burgreens dalam acara Pahlawan UKM di Jakarta, Selasa (14/8) lalu.
Dia mengungkapkan, passion adalah unsur utama dalam menciptakan sebuah produk untuk diperkenalkan kepada masyarakat. Semangat itu yang menjadikan Burgreens yang berdiri sejak November 2013 di Jalan Flamboyan Nomor 19, Rempoa, Tangerang Selatan tetap eksis.
Menurut Helga, sebagai pionir makanan vegetarian, misi Burgreens adalah untuk membuat makanan sehat, beretika, dan berkelanjutan yang bisa enak, menyenangkan.
(Baca juga: Dua Merek Fesyen Lokal Bawa Gaya Jalanan ke Pasar Amerika Serikat)
Selain itu, Burgreens juga memikirkan bagaimana memberikan akses terhadap produknya secara luas. “Burgreens mudah diakses, sama seperti junk food.”
Kini, sudah ada 4 outlet Burgreens yang tersebar di beberapa pusat perbelanjaan Jakarta, seperti Pacific Place, Grand Indonesia, Pondok Indah Mall, dan Dharmawangsa. Bahkan, Burgreens berencana untuk ekspansi dua kali lagi, tepatnya di Neo Soho dan Menteng.
Produk Burgreens terbagi atas tiga jenis, food retail, meal plan, serta event catering. Untuk makanan yang dijual, kisaran harganya Rp 35 ribu sampai Rp 188 ribu, dari satu porsi cemilan sampai paket makanan berat. Harga minumannya dipatok sebesar Rp 15 ribu sampai Rp 55 ribu.
Sementara itu, meal plan merupakan produk penyediaan makanan sehat kepada konsumen yang memesan secara khusus. Variasi harga pun bergantung pada tipe diet, yaitu Rp 375 ribu sampai Rp 1,75 juta.
Helga menjelaskan, konsistensi adalah kunci kesuksesan dalam bisnis kuliner. Karena itu, Burgreens menggunakan central kitchen agar mutu produk di setiap gerainya setara. “Kami fokus pada kualitas,” katanya.
Max Mandiaz sebagai co-founder Burgreens yang sekaligus kepala koki memang mengedepankan cita rasa pada makanan bernutrisi tinggi. Ia memastikan semua produk Burgreens dibuat dengan bahan nabati berkualitas.
(Baca juga: Pesona Keramik Bali Jenggala Incar Pasar Amerika)
Burgreens juga menerapkan konsep ramah lingkungan dengan menggunakan alat makan dari kayu, plastik berbahan dasar singkong, dan serta sedotan kertas. Bahkan, Burgreens juga memikirkan dampak sosial atas keberlangsungan ekonomi masyarakat.
Helga menyatakan, Burgeeens mengambil langsung bahan makanan dari petani dan peternak, serta pendayagunaan perempuan. “Kita harus merangkul orang lain untuk berkembang bersama,” ujarnya.
Kuliner dan konsep bisnis Burgreens rupanya diterima cukup baik. Astrid Intani misalnya, mencoba Burgreens Steak yang terbuat dari jamur, dan menyukainya. Dia mengungkapkan, tekstur steak vegannya lembut dan mudah dikunyah, berbeda dengan steak daging pada umumnya.
Selain itu, rasanya sangat bersahabat untuk dikonsumsi oleh mereka yang non-vegetarian. “Porsi tepat, rasa pas, teksturnya juga sesuai seperti yang saya butuhkan,” tulis Astrid akun Instagram @astrid.intani.