Ekonomi Sirkular Bisa Jadi Solusi Limbah Tekstil di Indonesia
Sejumlah pihak yang berada dalam rantai pasok tekstil mendorong kesadaran ekonomi sirkular dan kolaborasi bisnis berkelanjutan dalam sektor mode.
Upaya ini dilakukan melalui acara ‘Future of Fashion is Circular’ yang diselenggarakan oleh Climate Tech Hub, Selasa (25/7). Seluruh pemangku kepentingan dalam rantai pasok tekstil berkumpul untuk meningkatkan kolaborasi bisnis berkelanjutan dan kesadaran masyarakat akan dampak ekonomi, sosial, dan lingkungan limbah tekstil.
Persoalan limbah tekstil di Indonesia ternyata cukup signifikan. Komunitas Zero Waste Indonesia menemukan bahwa 80 persen dari total sampah yang terdampar di laut Indonesia berasal dari tekstil. Tidak hanya itu, 66 persen orang dewasa di Indonesia pun membuang setidaknya satu pakaian mereka dan 25 persen lainnya membuang lebih dari sepuluh pakaian dalam setahun.
Manager Government Relationship and Sustainability PT Pan Brothers sekaligus Pengurus Rantai Tekstil Lestari (RTL) Rizal Tanzil Rakhman mengatakan pentingnya memasukkan nilai-nilai keberlanjutan dalam rantai industri tekstil Indonesia.
Melalui diskusi ini, para pemangku kepentingan mendorong solusi atas masalah limbah tekstil, yaitu ekonomi sirkular. Konsep ekonomi sirkular merupakan memaksimalkan nilai penggunaan suatu produk dan komponennya secara berulang sehingga tidak ada sumber daya yang terbuang.
Caranya adalah meminimalisir emisi dan energi yang terbuang dengan menutup siklus produksi-konsumsi dengan memperpanjang umur produk, inovasi desain, pemeliharaan, daur ulang, remanufaktur, atau penggunaan kembali.
“Agar mewujudkan Indonesia yang lebih bersih dan sehat untuk masa depan serta menjadi bagian dari bangsa dunia untuk menciptakan lingkungan dunia yang bersih dan berkelanjutan,” kata Rizal, dalam sesi panel, Selasa (25/7).
Adapun RTL merupakan perkumpulan perusahaan, masyarakat madani, universitas dan pemangku kepentingan lainnya yang berkaitan dengan rantai nilai industri tekstil dan mode di Indonesia. Para pihak yang tergabung dalam RTL memiliki nilai yang sama akan isu keberlanjutan.
Untuk mewujudkannya, Rizal menyebutkan perlu kolaborasi yang kuat agar menciptakan ekosistem berkelanjutan di sektor Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) dari hulu ke hilir. Para panelis lainnya pun sepakat bahwa praktik berkelanjutan dan sirkular harus dimulai dari desain, bahan baku, proses produksi sampai penanganan limbah setelah di tangan konsumen.
Direktur Ever Shine Tex dan Anggota RTL Michael Sung berharap bahwa pemain TPT dapat mendorong aspek berkelanjutan tidak hanya dari sisi daur ulang bahan baku. “Tapi juga proses penggunaan kimia yang tidak mengandung bahan berbahaya, analisis life cycle yang berupa proses produksi dan bahan bakar yang dipakai untuk mengurangi emisi serta limbah,” katanya dalam sesi panel, Selasa (25/7).
Michael menyebutkan bahwa perusahaannya yang juga tergabung sebagai anggota RTL telah melakukan sejumlah upaya kolaborasi. Salah satunya dengan mengikuti loka karya dan pelatihan bersama untuk mewujudkan kemitraan ekonomi sirkular dalam rantai nilai serta industri tekstil.
Tidak hanya sesi panel, acara ini juga menggelar loka karya yang diselenggarakan oleh start-up The Future Kind. Tujuan kegiatan ini untuk mendorong peserta membuat peta jalan sirkular dalam proses mendesain sebuah tekstil.
Selain itu, peserta disuguhkan kisah baik berupa inovasi dari perusahaan start-up yang menangani limbah tekstil yaitu EcoTouch. Inovasi ini merupakan wadah pengumpulan pakaian tidak layak pakai dan pengelolaan daur ulang limbah tekstil. EcoTouch telah mengolah 2.750 ton limbah industri garmen yang belum sampai ke konsumen dan 15 ton limbah setelah berada di tangan konsumen.