Dengan Digitalisasi, Peluru Bank Syariah Sama dengan Konvensional

Rezza Aji Pratama
19 Juli 2022, 07:00
Achmad Kusna Permana
Katadata

Bank Muamalat sempat mengalami turbulensi dari sisi permodalan dan kredit macet. Pada 2018-2019, rasio kecukupan modal bank syariah pertama di Indonesia itu tertekan hingga di bawah 15 % dengan pembiayaan bermasalah di atas 5 %.

Belakangan, Bank Muamalat mulai memperkuat fondasi bisnisnya. Masuknya Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) sebagai pemilik mayoritas membuka jalan bagi manajemen untuk merestrukturisasi aset-aset bermasalah. 

Rasio kecukupan modal melonjak dua kali lipat menjadi 30 %. Sementara untuk menangani aset-aset bermasalah, Bank Muamalat menggandeng PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero).

Keterlibatan BPKH juga berarti menegaskan kembali fokus bisnis perusahaan di segmen islami terutama haji dan umrah. Sejak awal didirikan, kekuatan utama Bank Muamalat memang di bisnis ini.

“Kami tidak mau neko-neko lagi dalam hal pembiayaan. Segmen haji dan umrah itu saja pasarnya besar sekali,” kata Direktur Utama Bank Muamalat Achmad K. Permana, saat berbincang dengan Katadata.co.id, dua pekan lalu.

Dalam suasana sore yang santai, Permana banyak bercerita mengenai kisah di belakang layar masuknya BPKH, juga rencana bisnis perusahaan. Sosok yang sudah belasan tahun berkecimpung di sektor syariah itu juga banyak membahas soal peluang dan tantangan perbankan syariah di Indonesia. 

Bank Muamalat sempat dihantam krisis. Apa yang sebetulnya terjadi?

Problem saat itu kami tersandung pembiayaan bermasalah dan itu bukan aset produktif. Kita biayai pakai dana pihak ketiga (DPK) tetapi enggak ada bagi hasil. Ketika angkanya [kredit bermasalah] lebih dari 5 %, kami juga tidak punya modal jadi tidak punya banyak pilihan.  

Nasabah cuma bayar ala kadarnya karena tahu kita tidak bisa bikin kolektibilitas karena harus mencadangkan modal. Mau mengancam di-black list pun tidak bisa karena tidak ada modal. Jadi kami dulu nagih itu kayak memohon-mohon. 

Saat BPKH masuk sebagai pemegang saham, apa yang dilakukan untuk menyelesaikan masalah tersebut?

BPKH masuk melalui skema hibah saham dan investasi dua tahap senilai total Rp 3 triliun. Ini saja membuat rasio kecukupan modal [CAR] lompat dari 15 % menjadi 30%. Sementara untuk pembiayaan bermasalah, ketika BPHK masuk itu kami bersihkan. Sebenarnya simpel, transaksinya sama seperti zaman Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) dulu. Pembiayaan bermasalah dibuang, diganjal dengan obligasi negara. Siapa pengelolanya? BPPN. 

Kalau di Muamalat, peran BPPN itu diambil oleh PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA). Jadi PPA mengeluarkan sukuk yang kami pakai untuk pembayaran pembiayaan bermasalah, kemudian kami collect. Net sekarang di bawah 1 %. Kami juga bisa lebih tegas. Kami kejar mereka [nasabah bermasalah], bahkan bisa pakai aparat penegak hukum. 

Ilham Habibie mundur dari jabatannya sebagai Komisaris Utama setelah BPKH masuk, apa yang terjadi?

Pak Ilham itu dapat wasiat dari almarhum Pak Habibie untuk membantu Muamalat. Pak Habibie kan sangat dekat dengan Islamic Development Bank (IDB) yang saat itu memiliki saham di Muamalat. Ketika sudah berganti kepemilikan mayoritas ke BPKH, jadi Pak Ilham memutuskan mundur. 

Saat ini proses dengan BPKH sudah selesai?

Prosesnya sudah selesai. Kemungkinan pengurus akan dilakukan penyegaran juga tergantung BPKH. Sekarang baru komisaris-komisaris dan satu direksi dari BPKH. Mungkin di direksi dan komisaris butuh penyegaran juga.

Teller Bank Muamalat
Teller Bank Muamalat (Muhammad Zaenuddin|Katadata) 

Saat ini Bank Muamalat sudah lebih sehat, bagaimana strategi ke depan?

Belajar dari pengalaman, di awal-awal, kami tidak langsung bisa lompat kasih pembiayaan lagi. Kami harus prudent. Misalnya pembiayaan akan menyasar BUMN atau perusahaan kelas AAA. Jadi kami tidak akan neko-neko membiayai macam-macam yang ujung-ujungnya macet semua. 

Walaupun, kami tidak akan sepenuhnya meninggalkan sektor lain. Aset yang sudah ada dan terbukti bagus akan tetap dipertahankan. Misalnya ada sektor perkebunan yang bagus, kemudian ada beberapa lembaga pemerintah juga. 

BPKH saat ini memegang sekitar 82 % saham di Muamalat, bagaimana Anda melihatnya sebagai investor strategis?

Saya, ketika BPKH masuk sebagai pemegang saham utama, bersyukur. Ini doa dari para pendiri juga. Masuknya BPKH mengembalikan kepemilikan Muamalat dari asing selama 12 tahun. 

Lebih fundamental lagi, masuknya BPKH mengembalikan kepemilikan Muamalat ke jamaah haji. Dulu yang mendirikan Muamalat kan jamaah haji. Sekarang BPKH juga punya jamaah haji. Saya ketemu dengan 37 investor, ujungnya balik ke BPKH. 

Memang cepat atau lambat BPKH harus punya bank, seperti Tabung Haji Malaysia. Saya meyakinkan mereka, kalau membuat bank dari kecil akan sangat sulit. Mau beli bank lain akan sangat mahal. 

Bank Muamalat pada saat itu kan ada sesi hibah dari pemilik lama ke BPKH. Mereka memberikan ke BPKH kenapa? Pertama, karena non komersial dan kedua karena keuntungan BPKH dipakai untuk haji. Ini sempurna buat mereka. Ketiga, BPKH uangnya banyak jadi Muamalat yakin bisa besar dengan BPKH. 

Pandangan mereka sesimpel itu. BPKH butuh bank karena tidak mungkin pengelolaan haji disebar di berbagai bank. Jadi memang mutualisme menurut saya, dan BPKH ketika dapat bank ini sangat murah. 

BPKH sekarang mengelola ratusan triliun dana haji. Bagaimana Bank Muamalat bersinergi dengan BPKH di segmen ini?

Salah satu strategi kami memang akan fokus di segmen pembiayaan haji dan ekosistemnya. Apalagi itu memang sudah ranahnya BPKH. Kalau bicara haji dan umrah, tidak mungkin kami kalah sama bank konvensional manapun yang besar. 

Bahkan saya bisa jual ke para pengusaha haji dan umrah bahwa keuntungan Bank Muamalat akan dikasih ke BPKH, dan dipakai memberangkatkan haji. Jadi untuk mereka lagi. Itu menurut saya positioning-nya sangat kuat dan kami akan lakukan. 

Anda menyebut ingin membangun ekosistem haji, bagaimana implementasinya?

Captive market di sektor jamaah haji itu banyak sekali. BPKH tinggal top down ambil keputusan. Sekarang ekosistem haji belum terbentuk saja, setiap musim itu perputaran uangnya bisa sampai Rp 12 triliun.

Misalnya supplier haji dibangun oleh BPKH dan Kemenag, kami punya 230.000 orang berangkat haji setiap tahun. Kalau ekosistem itu nanti dibiayai oleh Bank Muamalat, sudah besar sekali itu. 

Jamaah umrah setahun bisa mencapai 1,1 juta. Kalau rata-rata biayanya Rp 30 juta, sudah Rp 30 triliun perputaran uangnya. Maka BPKH harus punya bank dan harus berpihak ke Muamalat karena dia punya saham di Muamalat. Orang yang punya bank X pun semua bisnisnya dicemplungin ke bank dia. Itu sangat wajar. 

Jadi kalau mengharapkan investment return bagus, semua kelolaan BPKH harus berputar di Muamalat. Dia bisa memaksa semua vendor untuk buka rekening di Muamalat karena semua keuntungan akan masuk ke Muamalat. Orang tidak perlu mempertanyakan itu. 

Monopoli sekalian pun tidak masalah karena banknya kan memang punya BPKH. Lebih dari itu adalah keuntungan bukan buat pribadi, keuntungannya buat subsidi haji.

Bagaimana potensi bisnis haji di Muamalat sendiri?

Ketika masuk Bank Muamalat, saya menyadari bahwa kekuatan Muamalat ada di segmen islami karena Bank Muamalat adalah bank syariah pertama. Sehingga orang akan pergi ke Bank Muamalat kalau dia ingin merasakan the true sharia.

Pada saat gonjang-ganjing 2018-2019, nasabah baru kami setahun naiknya 147.000. Bayangkan itu yang loyal terus tumbuh. Terkait haji, apa sih bisnis yang sampai kiamat akan tetap sustainable? Bisnis haji dan umroh. Batu bara ada musimnya. Begitu juga yang lain. Coba kita lihat antrean haji masih puluhan tahun. Apalagi nanti ada visi 2030 untuk meningkatkan kapasitas haji hingga tiga kali. 

Bisnis haji itu tidak perlu marketing. Ketika ekonomi bagus, orang datang sendiri. Pada saat normal saja yang mendaftar ke Muamalat sekitar 120.000 calon haji per tahun. Kalau dikalikan Rp 25 juta sudah sekitar Rp 3 triliun. Itu sebelum BPKH masuk. Apalagi setelah ada BPKH.

Selanjutnya: Strategi Bank Muamalat

Sebagai pelopor bank syariah di Indonesia, perjalanan Muamalat sangat berliku. Apa strategi perusahaan agar tidak terjerat krisisi seperti sebelumnya?

Value kami sekarang ada tiga; islami, modern, dan profesional. Jadi saya tidak lagi datang dengan tampilan keislamannya saja. Tapi saya harus bisa tampil rapi dan profesional, karena bank is all about trust. Orang lihat kemampuan Permana itu oke, dia bisa tidak hanya jadi imam sholat saja, tapi bagaimana kemampuan banking-nya.

Makanya di manajemen sekarang, saya mencari bukan orang-orang yang sembarangan. Talent yang di market bagus tapi dia juga punya aspirasi ingin bersyariah. Kami harus begitu karena bank itu bisnis kepercayan, tidak bisa hanya tonjolkan islaminya saja.

Halaman:
Reporter: Amelia Yesidora
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Video Pilihan
Loading...

Artikel Terkait