BPJS Ketenagakerjaan Bukan Cuma Buat Orang Kantoran

Rezza Aji Pratama
31 Juli 2022, 22:13
Dirut BPJS Ketenagakerjaan Anggoro Eko Cahyo
Katadata

Sejak pertama kali diluncurkan pada Februari 2022, ribuan pekerja telah memanfaatkan program Jaminan Kehilangan Pekerjaan. BPJS Ketenagakerjaan mencatat, sebanyak 2.260 orang telah mengklaim JKP dengan total mencapai Rp 6,9 miliar. 

“JKP itu amanat Undang-Undang Cipta Kerja. Tujuannya untuk memastikan pekerja yang di PHK bisa hidup layak sampai dapat pekerjaan lagi,” kata Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Anggoro Eko Cahyo, saat berbincang dengan Katadata, dua pekan lalu.

Dalam sesi wawancara di Gedung Plaza BP Jamsostek itu, Anggoro banyak bercerita mengenai tantangan dan pencapaian BPJS Ketenagakerjaan dalam beberapa waktu terakhir. Salah satu yang ia banggakan misalnya, tingkat kesuksesan (success rate) proses klaim yang melonjak dari 55% menjadi 95% hanya dalam waktu beberapa bulan.

Menurut Anggoro, hal tersebut bisa dilakukan berkat upaya digitalisasi lewat aplikasi Jamsostek Mobile. Strategi ini berdampak besar terhadap operasional. Proses klaim dipangkas dari lima hari menjadi 15 menit saja. Bahkan khusus untuk pencairan di bawah 10 juta, peserta tidak perlu lagi datang ke kantor cabang.

“Proses klaim sekarang bisa lewat aplikasi,” kata Anggoro. 

Anggoro juga bercerita mengenai rencana dan target BPJS Ketenagakerjaan di masa mendatang. BP Jamsostek misalnya, berencana melebarkan target kepesertaan kepada para pekerja di sektor informal. Para petani, nelayan hingga guru keagaamaan akan menjadi targer selanjutnya.

Bagaimana BP Jamsostek akan melakukannya? Apa saja tantangannya? Simak wawancaranya berikut ini:

Bagaimana Kinerja BPJS Ketenagakerjaan di 2021?

Jadi kalau bicara mengenai kinerja 2021, kita tahu di 2021 itu ekonomi masih belum stabil ya. Tapi tahun lalu kinerja kami itu masih bisa tetap tumbuh. Peserta baru tahun lalu itu 19,7 juta orang.  Itu sekitar 106% lah dari target. Yang kedua, kita juga memberikan kecepatan waktu klaim yang lebih baik. Jadi kalau sebelumnya waktu klaim itu 5-10 hari, kita bisa lakukan sekarang cukup 15 menit dengan proses digitalisasi. 

Kita juga memangkas beberapa proses sehingga success rate naik dari 55% menjadi 95%. Artinya dari 100 orang yang datang, itu 95% bisa dapat klaim. Itu tiga hal yang kita lihat bisa kita lakukan di tahun lalu. Tahun lalu jaminan sosial kita juga bisa tumbuh 26% dari posisi tahun lalu Rp 551 triliun.

Artinya secara garis besar, ada sinyal-sinyal positif di situ ya, Pak.

Tahun ini kita lihat memang ekonomi mulai membaik, tapi belum sebaik yang diharapkan. Kalau tahun lalu tumbuh sekitar 26%, tahun ini kita akan tumbuh 10%. Jadi dari Rp 551,78 triliun ke Rp 599 triliun, hampir Rp 600 triliun tahun ini. Itu tentu saja juga kita melihat prospek untuk kepesertaan. Tahun ini kita targetkan 37,93 juta total pengguna aktif dengan iuran Rp 83,08 triliun dalam setahun. 

Apa strategi untuk meningkatkan jumlah kepesertaan?

Kalau kita bicara kepesertaan, itu kita punya tiga strategi besar. Yang pertama ekstensifikasi, intensifikasi, dan retensi. Ekstensifikasi ini kata kuncinya bagaimana kita memperluas coverage pekerja baru. Kita lihat perbankan itu punya agen-agen bank, jadi kerjasama dengan agen-agen bank untuk pertumbuhan anorganik itu salah satu strategi kita. Bagaimana kita dapat peserta baru tapi dengan kerjasama, kolaborasi. 

Yang kedua, ekstensifikasi ini kita juga ada Instruksi Presiden (Inpres) nomor 2 tahun 2021 yaitu tentang Jamsostek. Itu kita dorong juga kementerian dan lembaga untuk bisa menambah kepesertaan di titik-titik yang memang kita bisa kejar. 

Yang kedua intensifikasi. Jadi bagaimana caranya kita menggali lebih jauh peserta kita, pekerja dan pemberi kerja. Yang pertama memang kita adalah di existing , para pemberi kerja, di perusahaan-perusahaan itu. Kita melihat supply chain-nya mereka, rantai pasok mereka apakah sudah terlindungi para pekerjanya atau belum. Juga kita melihat yang kedua adalah bagaimana memperkuat pengawasan dan pemeriksaan kita. Perusahaan-perusahaan yang masih belum patuh, itu kita ingatkan. Misalnya jumlah peserta pekerjanya yang belum terdaftar, atau iurannya yang enggak sesuai, atau programnya yang enggak sesuai. Jadi itu yang kita intensifikasi

Nah yang retensi ini memang kata kuncinya bagaimana kita meningkatkan manfaat tambahan. Fitur-fiturnya kita perbaiki supaya peserta merasa ada manfaat menjadi peserta BP Jamsostek, tidak hanya saat mengambil klaim. Itu situasi saat ini.

Anda juga sempat singgung soal klaim, success rate dari 55% naik dalam beberapa bulan jadi 95%. Artinya jumlah klaim juga naik ya, Pak, tahun lalu?

Iya, tahun lalu itu jumlah klaim meningkat 17%. Kalau kita lihat memang dampak Covid-19 itu terjadi banyak klaim, tapi itu masih bisa kita cover pertumbuhan dana jaminan sosial yang naik 26%. Lalu dari sisi hasil investasi naik 10%. Jadi itu hal-hal yang kita lihat dari sisi ketahanan dana hal-hal yang sangat baik.

Tahun ini klaim diperkirakan akan naik, Pak?

Ya, kalau kita lihat data sampai pertengahan Juni yang lalu, itu jumlah klaim kita 1,5 juta klaim. Itu naik 48,74% dibanding periode yang sama tahun lalu. Lalu kalau kita bicara rupiahnyas sekitar Rp 21,61 triliun, naik sekitar 33,04%. Jadi memang dari pattern lima bulan pertama tahun ini kelihatannya masih ada peningkatan. 

Ini bisa jadi juga kalau kita lihat kan dampak ekonomi global; inflasi mulai tinggi, lalu harga komoditas juga naik karena ada perang Rusia-Ukraina, startup juga banyak yang bertumbangan. Itu secara tidak langsung akan berdampak pada pekerja. Pekerjanya di-PHK maka terjadi klaim. Nah itu yang saya rasa kalau kita lihat kondisi tahun ini.

BPJS
BPJS (ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha/wsj.)
 

Tahun lalu dana investasi juga naik, bagaimana tahun ini?

Ya, tahun ini kita menargetkan dari Rp 551 triliun jadi Rp 599 triliun, sampai Rp 600 triliun. Saat ini komposisinya 67,5% dana investasi kita itu ada di surat utang, dan 92%nya dalam bentuk Surat Utang Negara (SUN). Lalu 16% itu ada di deposito, 10% ada di saham, 6% ada di reksadana, yang terakhir itu 0,5% di investasi langsung. 

Nah ini yang menurut kita, kita akan lihat situasinya. Komposisi ini kan tergantung situasi ya, jadi kita akan lihat dan salah satunya yang kita punya ruang untuk ditingkatkan adalah investasi langsung. Saat ini baru 0,5%, kita bisa ditingkatkan jadi 5%. Strateginya gimana? Tahun lalu kita kerjasama dengan Indonesia Investment Authority (INA) di Sovereign Wealth Fund (SWF) untuk kita bisa co-invest di project-project yang memang baik. Juga dengan Pertamina kita lihat ada beberapa kilang yang mungkin kita bisa biayai. Tapi itu masih dalam proses karena kita harus sangat hati-hati untuk menyeleksi pilihan-pilihan investasinya.

Investasi langsung itu banyak di properti dan infrastruktur ya, Pak? 

Investasi langsung salah satunya sebenarnya gedung ini [Plaza Jamsostek]. Tapi pilihan investasi bisa beragam, asal memang itu ada kaitan dengan pekerja. Pembukaan lapangan kerja baru yang ujung-ujungnya selain nanti manfaatnya pada pekerja. Jadi poinnya adalah satu, kita harus melihat visibilitas apakah punya dampak ke pekerja.

Kalau di tahun ini, apakah akan ada banyak perubahan soal komposisi investasi?

Prinsipnya begini, kita punya strategi investasi itu pertama liability-driven, driven by liability, kedua dynamic asset allocation. Perubahan itu tentu saja kita akan melihat bagaimana situasi makro ekonomi, global maupun domestik. Kita juga melihat pasar seperti apa, misalnya kita akan melihat nantinya saham-saham ini seperti apa. Tujuannya tentu agar kita mendapatkan gain dan untuk  averaging down dari sisi costnya, itu satu.

Kedua, kita bicara SUN. Kita lihat SUN adalah pilihan yang cukup baik pada situasi saat ini. Begitu juga deposito, itu pilihan-pilihan yang kita lihat sesuai dengan liability yang kita punya. Intinya kita hati-hati agar kalau peserta membutuhkan, itu bisa kita bayarkan. Sehingga tidak ada situasi yang mismatched.

BP Jamsostek merilis program Jaminan Kehilangan Pekerjaan yang sempat ramai dipebincangkan. Apa latar belakang peluncuran program tersebut?

JKP itu sebenarnya memang amanat UU Cipta Kerja. Tujuannya itu adalah memastikan pekerja mendapatkan hidup layak pada saat resiko PHK dan tentu saja juga menjadi bantalan sampai dapat pekerjaan lagi. Jadi tujuannya semata-mata itu, dan nanti pertanyaan berikutnya siapa sih yang layak, yang bisa terima?

Yang bisa pasti pekerja yang usianya belum 54 tahun ya. Kedua pasti WNI, yang ketiga dia juga kalau pegawai di perusahaan menengah, harus terdaftar di empat program: Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Hari Tua (JHT), dan Jaminan Pensiun (JP). Tapi kalau dia perusahaan kecil dan mikro, itu tiga program JKK, JKM, JHT, plus satu lagi dia juga terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan atau Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Nah, itu persyaratannya yang bisa dapat.

Artinya semua pekerja yang terima upah bisa terima seharusnya ya?

Halaman:
Reporter: Rezza Aji Pratama
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...