Arti Masya Allah dan Cara Penggunaannya dalam Kehidupan Sehari-hari
Dalam keseharian saat bercakap-cakap dengan handai taulan, sering terdengar ucapan masyaallah atau Masya Allah. Frasa yang diambil dari bahasa Arab tersebut memiliki makna sebagai ekspresi kekaguman, atau penghargaan akan sesuatu. Di sisi lain juga sebagai pengingat bahwa semua pencapaian bisa terjadi karena kehendak-Nya.
Lafaz tersebut diartikan dalam Bahasa Indonesia maka akan berarti sebagai berikut: "Allah telah berkehendak akan hal itu". Bila menilik ayat tersebut, akan ditemukan kata 'telah' di tengah makna. Arti kata 'telah' tersebut adalah penekanan bahwa semuanya sudah ditata Allah dengan sangat seimbang, sehingga ketika kita menjalankan sunatullah (proses) yang semestinya, kita akan mendapatkan hasil.
Selain digunakan pada kedua fungsi di atas, frasa Masya Allah juga digunakan sebagai ungkapan kegembiraan disertai doa bahwa kita telah melalui proses atau sunatullah yang benar sesuai yang sudah ditata oleh Allah. Lafal masyaalah bisa menghafal al-Quran.
Asal Usul Frasa Masya Allah
Menurut situs Muslim.or.id yang mengutip dari tulisan Tafsir Al Quranul Karim Surat Al Kahfi, disebutkan “masyaallah” bisa diartikan dalam dua arti. Hal tersebut dikarenakan kalimat “maa syaa Allah” bisa dijabarkan (i'rab) dalam struktur kalimat di dalam bahasa Arab dengan dua cara, antara lain:
- Penjabaran yang pertama kata “masyaallah” adalah dengan menjadikan kata “maa” sebagai kata sambung dan kata tersebut berstatus sebagai predikat. Subjek (mubtada’) dari kalimat tersebut adalah subjek yang disembunyikan, yaitu “hadzaa” dengan demikian, bentuk seutuhnya dari kalimat “maa syaa Allah” adalah: hadzaa maa syaa Allah. Jika demikian, maka artinya dalam bahasa Indonesia adalah: “inilah yang dikehendaki oleh Allah”.
- Penjabaran yang kedua, kata “maa” pada “maa syaa Allah” merupakan kata benda yang mengindikasikan sebab dan frasa “syaa Allah” berstatus sebagai fi’il syarath (kata kerja yang mengindikasikan sebab). Sedangkan jawab syarat (kata benda yang mengindikasikan akibat dari sebab) dari kalimat tersebut tersembunyi, yaitu “kaana”.
Oleh karenanya, bentuk lengkapnya dari kalimat “maa syaa Allah” adalah: maa syaa Allahu kaana. Bila diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia, maka akan membentuk kalimat “apa yang dikehendaki oleh Allah, maka itulah yang akan terjadi”.
Adapun bentuk frasa dari “maa syaa Allah” bisa diterjemahkan dengan dua terjemahan, “inilah yang diinginkan oleh Allah” atau “apa yang dikehendaki oleh Allah, maka itulah yang akan terjadi”. Maka ketika melihat hal yang menakjubkan, lalu kita ucapkan “masyaallah”, artinya kita menyadari dan menetapkan bahwa hal yang menakjubkan tersebut semata-mata terjadi karena kuasa Allah.
Ucapan Kalimat Thoyibah yang Sering Tertukar
Melansir situs Arrahmah.com, ungkapan dzikir atau kalimah thayyibah “Subhanallah” sering tertukar dengan ungkapan “Masya Allah”. Ucapkan “Masya Allah” kalau kita merasa kagum. Ucapkan “Subhanallah” jika melihat keburukan.
Selama ini kaum Muslim sering “salah kaprah” dalam mengucapkan Subhanallah (Mahasuci Allah), tertukar dengan ungkapan Masya Allah (Itu terjadi atas kehendak Allah).
Kalau kita takjub, kagum, atau mendengar hal baik dan melihat hal indah, biasanya kita mengatakan Subhanallah. Padahal, seharusnya kita mengucapkan Masya Allah yang bermakna “Hal itu terjadi atas kehendak Allah”.
Ungkapan Subhanallah tepatnya digunakan untuk mengungkapkan “ketidaksetujuan atas sesuatu”. Misalnya, begitu mendengar ada keburukan, kejahatan, atau kemaksiatan, kita katakan Subhanallah (Mahasuci Allah dari keburukan demikian).
Arti Ucapan Subhanallah dan Masya Allah
Saat mendengar atau melihat hal buruk/jelek, ucapkan Subhanallah sebagai penegasan: “Allah mahasuci dari keburukan tersebut”.
Dari Abu Hurairah, ia berkata: “Suatu hari aku berjunub dan aku melihat Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam berjalan bersama para sahabat, lalu aku menjauhi mereka dan pulang untuk mandi junub. Setelah itu aku datang menemui Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau bersabda: ‘Wahai Abu Hurairah, mengapakah engkau malah pergi ketika kami muncul?’ Aku menjawab: ‘Wahai Rasulullah, aku kotor (dalam keadaan junub) dan aku tidak nyaman untuk bertemu kalian dalam keadaan junub. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Subhanallah, sesungguhnya mukmin tidak najis.” (HR. Tirmizi)
“Sesungguhnya mukmin tidak najis” maksudnya, keadaan junub jangan menjadi halangan untuk bertemu sesama Muslim. Dalam Al-Quran, ungkapan Subhanallah digunakan dalam menyucikan Allah dari hal yang tak pantas (hal buruk), misalnya: “Mahasuci Allah dari mempunyai anak, dari apa yang mereka sifatkan, mereka persekutukan”, juga digunakan untuk mengungkapkan keberlepasan diri dari hal menjijikkan semacam syirik.” (QS. 40-41).
Jadi, kesimpulannya, ungkapan Subhanallah dianjurkan setiap kali seseorang melihat sesuatu yang tidak baik, bukan yang baik-baik atau keindahan. Dengan ucapan itu, kita menegaskan bahwa Allah Subahanahu wa Ta’ala mahasuci dari semua keburukan tersebut.
Masya Allah diucapkan bila seseorang melihat yang indah, indah karena keindahan atas kuasa dan kehendak Allah Ta’ala.
Lalu, apakah kita berdosa karena mengucapkan subhanallah, padahal seharusnya masyaallah dan sebaliknya? Insyaallah tidak. Allah mahamengerti maksud perkataan hamba-Nya.
Hanya saja, setelah tahu, mari kita ungkapkan dengan tepat antara Subhanallah dan Masya Allah.