Mengenal Wabah Cacar Monyet, Gejala dan Antisipasinya

Dwi Hadya Jayani
16 Mei 2019, 04:57
cacar monyet, singapura, kementerian kesehatan, kesehatan, virus cacar monyet, monkeypox
ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal/aww
Petugas Kesehatan Karantina Bandara Soekarno Hatta melakukan pemeriksaan acak suhu badan penumpang yang baru mendarat di Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Selasa (14/5/2019). Pemeriksaan acak dilakukan untuk mewaspadai adanya penumpang yang terjangkit penyakit Cacar Monyet atau Monkeypox, dimana pemeriksaan dilakukan bagi penumpang yang tiba dari penerbangan Singapura dan Afrika.

Kementerian Kesehatan (MOH) Singapura menyatakan infeksi cacar monyet atau monkeypox telah terdeteksi di negaranya. Virus ini pertama kali ditemukan pada warga Nigeria berusia 38 tahun, pada 8 Mei 2019. Sebelum ke Singapura, dia menghadiri pernikahan di Nigeria dan mengonsumsi daging hewan liar yang menjadi sumber virus cacar monyet.

Dia mengalami demam, nyeri otot, ruam kulit, dan menggigil pada 30 April, hingga akhirnya dibawa ke Rumah Sakit Tan Tock Seng sepekan kemudian. MOH mengabarkan saat ini pria tersebut dalam kondisi stabil di bangsal isolasi National Centre for Infectious Diseases (NCID).

Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Anung Sugihantono menyatakan hingga saat ini virus cacar monyet belum ditemukan di Indonesia. “Masyarakat tidak perlu panik dengan pemberitaan mengenai adanya penyakit monkeypox yang kemungkinan dapat masuk ke Indonesia. Meski demikian, masyarakat diimbau untuk senantiasa waspada dan menjaga kebersihan," ujarnya dalam rilis resmi Kementerian Kesehatan.

Apa itu Cacar Monyet?

Cacar monyet merupakan penyakit yang diakibatkan virus dari hewan, seperti primata dan tikus yang menular ke manusia. Di Afrika infeksi dari hewan terjadi pada monyet, tikus, dan tupai raksasa Gambia. Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengungkapkan cacar monyet pertama kali diidentifikasi pada 1970 di Republik Demokratik Kongo, pada anak laki-laki berusia sembilan tahun.

Pusat Nasional Informasi Bioteknologi Amerika Serikat juga menemukan penyebaran virus ini terjadi di Kamerun, Republik Afrika Tengah, Nigeria, Pantai Gading, Liberia, Sierra Leone, Gabon, dan Sudan Selatan. Bahkan penyebaran virus ini dimasukkan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB).

Berdasarkan data tersebut, 72 persen penularan virus ini dari hewan. Sedangkan penularan antarmanusia sekitar 28 persen. Penularan virus cacar monyet akibat hubungan langsung dari hewan dan manusia yang terinfeksi terjadi melalui darah, cairan tubuh, atau lesi pada kulit. Mengonsumsi daging hewan yang telah terkontaminasi juga menjadi faktor penyebaran virus ini.  

Sementara, penularan dari manusia ke manusia terjadi akibat berhubungan atau melakukan kontak dekat dengan saluran pernapasan dan lesi kulit yang terinfeksi. Virus ini juga dapat ditularkan melalui benda-benda yang telah terkontaminasi penderita cacar monyet.

Secara umum, kelompok usia yang lebih muda lebih rentan terhadap penyakit cacar monyet. WHO dalam publikasi Pusat Nasional Informasi Bioteknologi Amerika Serikat menyebutkan 86 persen yang terinfeksi merupakan anak di bawah 10 tahun. Laki-laki mendominasi dengan persentase 58 persen, terutama kelompok anak berumur 5-14 tahun. Dugaannyam anak laki-laki rentan terinfeksi karena bermain dengan tikus atau bangkai tikus.

Gejala Cacar Monyet

Cacar monyet mirip dengan cacar air. Anung mengatakan gejala cacar monyet hanya bisa didiagnosis melalui pemeriksaan laboratorium. Rentang waktu infeksi hingga timbulnya gejala (masa inkubasi) dari cacar monyet biasanya 6 - 16 hari, ada juga yang berkisar 5 - 21 hari.

Infeksi dapat dibagi menjadi dua periode. Pertama, periode invasi (0-5 hari) yang ditandai demam, sakit kepala hebat, limfadenopati  atau pembesaran kelenjar getah bening, nyeri punggung, nyeri otot dan lemas.

Kedua, periode erupsi kulit yang terjadi dalam 1-3 hari setelah munculnya demam. Ruam pada kulit muncul pada wajah, kemudian menyebar ke bagian tubuh lainnya. Ruam ini berkembang mulai dari bintik merah seperti cacar (makulopapula), kulit melepu lepuh berisi cairan bening atau nanah yang kemudian mengeras. Biasanya, ruam akan hilang dalam tiga pekan.

Cacar monyet biasanya dapat sembuh sendiri dengan gejala yang berlangsung selama 14 hingga 21 hari. Adapun tingkat kematian akibat cacar monyet ini sebesar 10 persen. 

Mencegah Penyebaran Cacar Monyet

Menurut Kementerian Kesehatan, tidak ada pengobatan khusus atau vaksin untuk virus ini. Pengobatan simptomatik untuk meredakan gejala dan suportif dapat diberikan untuk meringankan keluhan yang muncul.

Anung mengatakan penularan virus ini bisa diantisipasi dengan menjaga kebersihan lingkungan. Dia pun menjelaskan empat langkah pencegahan penularan. Pertama, menerapkan perilaku bersih dan sehat, seperti cuci tangan dengan sabun. Kedua, membatasi kontak langsung dengan tikus atau primata.

Ketiga, menghindari kontak fisik dengan orang atau benda yang telah terkontaminasi virus cacar monyet. Keempat, menghindari kontak dengan hewan liar atau mengonsumsi daging yang diburu dari hewan liar.

(Baca juga: Cacar Monyet Sampai Singapura, Kemenkes Jaga Tanjung Pinang dan Batam)

Pemerintah Indonesia juga sudah melakukan langkah preventif, terutama untuk daerah yang berbatasan langsung dengan Singapura. Provinsi Kepulauan Riau mengantisipasi penyebaran virus cacar monyet di beberapa di titik, seperti Pelabuhan Ferry Internasional Batam Centre dan Bandara Internasional Hang Nadim, Batam, Kepulauan Riau. Salah satu upayanya dengan memasang thermal scan (pemindai suhu tubuh) setiap orang yang datang dari Singapura.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...