Berisiko Kanibalisasi, Bank Swasta Tak Terima Dana PEN dari Pemerintah
Pemerintah baru saja menambah penempatan uang negara di bank milik negara dalam program pemulihan ekonomi nasional (PEN). Penempatan ini sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 70. Seluruh bank bisa menerima penempatan uang untuk disalurkan menjadi kredit.
Beberapa bank BUMN sudah menerima penempatan dana ini. Bank pelat merah yang terdiri dari Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Tabungan Negara (BTN), Bank Negara Indonesia (BNI), dan Bank Mandiri, telah menerima Rp 47,5 triliun dalam dua tahap penempatan dana.
Lalu, pemerintah menempatkan dana di tujuh bank pembangunan daerah (BPD) pada akhir Juli 2020 dengan total mencapai Rp 11,5 triliun. Pemerintah pun menambah penempatan uang pada 4 BPD lagi dan 3 bank syariah BUMN dengan total Rp 5,8 triliun pada bulan ini.
Namun, tidak satu pun bank swasta yang menerima penempatan dana pemerintah. Padahal Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, pada 9 Juli 2020 lalu menegaskan, bank swasta boleh mengajukan penempatan uang dengan mempertimbangkan data-data dari OJK.
Ketua Bidang Pengkajian dan Pengembangan Perbanas Aviliani menilai bank swasta enggan menerima penempatan uang pemerintah itu karena permintaan kredit di lapangan belum ada. Padahal, dana itu wajib untuk disalurkan menjadi kredit. Ia menilai, penempatan dana yang berlebihan, bisa menimbulkan dua hal.
"Pertama akan terjadi kanibal. Bank mengambil kredit dari bank lain dengan bunga lebih murah. Kedua, bisa jadi bank hanya memberikan top up pinjaman," kata Aviliani kepada Katadata.co.id, Selasa (29/9).
Kekhawatiran Aviliani terhadap kanibal adalah bank merebut pangsa atau debitur bank lain dengan menawarkan kredit berbunga lebih rendah, tapi tidak ada efeknya pada perekonomian. Ekonomi tetap tidak akan jalan karena hanya memindahkan portofolio kredit dari bank satu, ke bank lainnya.
Sementara, kekhawatiran lain adalah penyaluran kredit yang dilakukan pada debitur lama yang tidak produktif. Hal ini bisa disalahgunakan dan berpotensi untuk menambah rasio kredit macet alias non-performing loan (NPL).
"Begitu restrukturisasi kredit sudah selesai, kreditnya malah bertambah, tapi usahanya tidak tambah. Jadi daya tampung bayarnya tidak mampu nantinya," kata Aviliani.
Bank swasta terbesar di Indonesia, Bank Central Asia (BCA) telah mengkaji kemungkinan menerima penempatan dana dari pemerintah. Hasilnya, BCA belum membutuhkan karena likuiditasnya masih longgar. Ini bisa terlihat dari rasio pinjaman terhadap simpanan (loan to deposit ratio/LDR) yang masihdi level 73,3%.
"Likuiditas berada pada tingkat yang sehat untuk mengantisipasi berbagai ketidakpastian selama masa pandemi Covid-19," kata Executive Vice President Secretariat & Corporate Communication BCA Hera F Haryn kepada Katadata.co.id, Rabu (30/9).
Likuiditas yang masih longgar itu, ternyata tidak membuat biaya dana alias cost of fund perusahaan membesar, hanya di level 1,4% hingga 1,5%. Bank milik Grup Djarum ini belum membutuhkan penempatan dana dari pemerintah, juga dikarenakan komitmennya yang selektif dan berhati-hati untuk menyalurkan kredit, terutama di tengah pandemi Covid-19.
Bank Bukopin juga merasa belum membutuhkan tambahan dana murah dari pemerintah. Direktur Utama Bank Bukopin Rivan A Purwantono mengatakan sampai saat ini KB Kookmin Bank Korea Selatan, selaku induk usaha masih mendukung operasional Bank Bukopin. Selain itu, likuiditas Bank Bukopin hingga saat ini pun masih aman. "Jadi, kami belum perlu," ujarnya.
Bank swasta lain, Bank Maybank Indonesia juga merasa tidak ada masalah dengan kecukupan likuiditas untuk penyaluran kredit, jika pemerintah tidak menempatkan dana PEN. Hingga semester I 2020, rasio LDR Maybank berada di level 94,2% dan diprediksi melonggar hingga 90% di akhir tahun.
Meski begitu, Presiden Direktur Maybank Indonesia Taswin Zakaria mengatakan bakal menyambut baik jika pemerintah menempatkan dana pada Maybank untuk disalurkan menjadi kredit. "Kalau mau ditempatkan di kami salah satunya, kami tentunya senang," katanya kepada Katadata.co.id, Rabu (30/9).
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) penyaluran kredit perbankan pada Agustus 2020 hanya tumbuh 1,4%. Angka pertumbuhannya melambat dibandingkan penyaluran kredit pada Juli yang mencapai 1,53%.
Sebaliknya, likuiditas bank sedang besar. Penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) perbankan nasional hingga Agustus 2020 tercatat naik 11,64% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Kenaikan ini merupakan lonjakan yang cukup besar.