Sejarah Festival Musik DWP yang Pernah Vakum dan Ditolak Massa
Djakarta Warehouse Project atau DWP 2019 akan berlangsung mulai hari ini, Jumat (13/12), hingga dua hari mendatang. Seperti tahun-tahun sebelumnya, acara itu mengundang penolakan dari beberapa pihak.
Salah satunya, Gerakan Pribumi Indonesia (Gerprindo). Pendukung organisasi masyarakat (ormas) ini melakukan unjuk rasa ke Balai Kota, Jakarta pada Rabu lalu. Dilansir dari Tirto.id, para pendemo menuntut Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan membuktikan komitmenya meniadakan kemaksiatan di ibu kota.
Selain Geprindo, Gerakan Pemuda Islam atau GPI juga berencana melakukan aksi penolakan ketika DWP berlangsung di Jakarta International Expo, Kemayoran, Jakarta Pusat.
DWP adalah festival musik tahunan yang diselenggarakan oleh Ismaya Live. Musik-musik yang dipasang mayoritas bergenre EDM atau electronic dance music.
(Baca: YouTube Music Diliris, Saingan Baru Apple Music dan Spotify)
Sejarah DWP
Awal mula DWP adalah Blowfish Warehouse Project pada 2008. Acara ini diselenggarakan di klub malam ternama di Jakarta bernama Blowfish. Konsepnya ketika itu adalah indoor music festival. Sebanyak lima ribu pengunjung menikmati lantunan EDM.
Meskipun sukses di tahun pertama, acara ini tidak berlangsung pada 2009. Vakum setahun, DWP hadir kembali pada 24 April 2010. Namun tiga minggu sebelum jadwal, terjadi bentrokan yang merusak lokasi acara.
Panitia lalu memindahkan lokasinya ke Pantai Karnaval Ancol, Jakarta Pusat. Momen ini menjadi langkah untuk mengubah konsep acaranya dan nama Djakarta Warehouse Project pun muncul.
Panitia ketika itu mengundang para disk jockey atau DJ dari mancanegara. Sukses membuat DWP 2010, tahun berikutnya acara ini lebih meriah lagi. Ada 25 bintang tamu, termasuk Agnes Monica, Sherina, dan Ello.
(Baca: Layanan Musik Gratis Amazon Pukul Saham Spotify Turun US$ 7,25)
Tapi pada 2011, acara itu diadakan di Tennis Indoor & Outdoor Senayan, Jakarta Selatan. Kemudian pada 2012, DWP berpindah ke Istora Senayang, Jakarta Selatan. Setahun kemudian, festival ini berlangsung di Eco Park Ancol, Jakarta Utara.
Pada 2014 sampai 2017, DWP akhirnya menetap di JIExpo. Untuk merayakan satu dekade perjalanannya, pada 2018 acara ini berlangsung di Taman Budaya Garuda Wisnu Kencana, Bali.
Dalam lima tahun awal keberadaannya, acara tersebut hanya berlangsung satu hari. Baru setelahnya menjadi dua hari. Pada 2016, DWP berhasil menggaet 20 ribu penonton dari 39 negara.
Penolakan terbuka terhadap festival itu mulai terjadi pada 2017 ketika pasangan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno memimpin Jakarta. Namun, protes ini tidak menggoyahkan keputusan pemerintah provinsi Jakarta. DWP tetap berjalan dengan beberapa imbauan.
Imbauan pertama adalah tidak boleh ada perdagangan minuman keras untuk pengunjung berusia di bawah 21 tahun. Lalu, harus ada tarian tradisional diselipkan ketika acara berlangsung.
(Baca: Mengenang Musisi Djaduk Ferianto Yang Tutup Usia Hari Ini)
Pemerintah provinsi kembali memberi imbauan serupa. “Jika janji ini dilanggar, maka Pemprov DKI Jakarta akan bertindak tegas, termasuk di dalamnya mencabut izin kegiatan,” kata Alberto Ali, Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) DKI Jakarta, seperti dilansir Tirto.id.
Pemerintah provinsi melihat potensi pendapatan dari DWP mencapai Rp 6 miliar. Tahun ini panitia akan menghadirkan 72 pengisi acara, seperti Yellow Claw, Zedd, The Chainsmoker, Calvin Harris, Dipha Barus, Kallula, Monica Karina, Matter Mos, Jidho, dan Kayman.
Penulis: Amelia Yesidora (Magang)