CanSino, Vaksin Tiongkok dalam Program Vaksinasi Gotong Royong
Tiga merek vaksin untuk program vaksinasi gotong royong akan tiba di Indonesia pada minggu keempat April. Ketiganya adalah Sinopharm, CanSino, dan Sputnik V.
PT Bio Farma Tbk telah mendapatkan komitmen pasokan 35 juta dosis. Direktur Utama Bio Farma Honesti Basyir mengatakan semua korporasi yang terlibat dalam program itu akan mendaftarkan jumlah karyawan dan anggota keluarganya.
Selanjutnya, data tersebut akan diserahkan ke Kementerian Kesehatan untuk menentukan kebijakan harga hingga layanan vaksinasinya. “Kami di Bio Farma juga akan melakukan registrasi, tapi Khusus untuk badan Usaha milik negara (BUMN),” kata Honesti dalam rapat kerja Bersama DPR, Kamis (8/4).
Sinopharm akan mengirimkan 15 juta dosis secara bertahap. Paling cepat pada minggu keempat bulan ini datang 500 ribu dosis vaksin asal Tiongkok tersebut.
Lalu, Sputnik V rencananya datang sekitar 20 juta dosis. Vaksin ini buatan Rusia. Terakhir, CanSino asal Tiongkok yang masih dalam proses dan sudah ada komitmen lima juta dosis.
Untuk merek yang terakhir ini, regulator kesehatan Chili baru saja menyetujui penggunaannya untuk kebutuhan darurat vaksin Covid-19. Negara tersebut menjadi tuan rumah uji coba tahap akhir vaksin CanSino.
Presiden Chili Sebastian Pinera pada Rabu lalu mengatakan, pemerintahnya telah menandatangani kesepakatan untuk membeli 1,8 juta botol vaksin tersebut dengan dosis tunggal. Reuters menuliskan, persetujuan serupa untuk CanSino juga telah diberikan oleh Tiongkok, Pakistan, Meksiko, dan Hongaria.
Berawal dari 108 Sukarelawan
CanSino sebenarnya salah satu pionir pengembangan vaksin Covid-19. Pada 29 Februari 2020, Dokter Chen Wei, seorang ahli virologi dan mayor jenderal Tentara Pembebasan Rakyat Tiongkok, menjadi salah satu orang pertama di dunia yang mendapatkan vaksin tersebut.
Chen tidak sendiri. Ada 108 orang lainnya yang menjadi sukarelawan. Mereka disebut “108 pelopor” atau “108 pahlawan” karena keberaniannya menerima vaksin yang baru dikembangkan.
Sejauh ini tidak ada dari mereka yang mengalami reaksi merugikan, apalagi serius. Pusat Pengendalian dan Pecegahan Penyakit (CDC) Jiangsu terus mengumpulkan dan menganalisis data kesehatan para sukarelawan.
Lebih dari 80% dari 108 orang itu mendapat satu suntikan vaksin lagi pada September 2020 untuk penelitian lebih lanjut. "Setelah lebih dari setahun, saya Bahkan merasa kondisi fisik saya lebih baik sekarang," kata Zhu Aobing, salah satu dari 108 sukarelawan dalam percobaan pertama ini, kepada Global Times.
CanSino Menyusul Ketinggalan
Para ahli mempertanyakan keputusan Chen menerima suntikan sebelum CanSino meluncurkan uji coba vaksin kepada manusia. Pada Mei 2020, CanSino menerbitkan data peer-review pertama di dunia tentang uji coba vaksin fase pertama. Bulan berikutnya, militer Negeri Panda menyetujui penggunaanya untuk para tentara.
Namun, sejak saat itu pengembangan CanSino tertinggal jauh dari vaksin lainnya yang sudah mengakhiri uji klinis fase ketiga. Pfizer, Moderna, AstraZeneca, Sinovac, dan Sinopharm berhasil mendapatkan otorisasi darurat di beberapa negara pada tahun lalu.
CanSino baru menyusul pada tahun ini. Pada akhir Februari, otoritas Tiongkok akhirnya menyetujui vaksin ini utnuk penggunaan umum. Dosisnya hanya sekali dan diklaim 65,7% efektif mencegah infeksi Covid019.
Wakil Presiden Senior CanSino Pierre Morgon mengatakan ada perbedaan teknologi dalam pengembangan vaksin-vaksin buatan Tiongkok. Perusahaan memakai vektor virus tidak seperti yang lainnya. Teknologi ini terbilang baru dan membuat proses pengembangan lebih lama.
“CanSino masih merupakan perusahaan berkembang. Jadi kami memiliki sedikit staf, lebih sedikit urusan medis dan pengalaman,” kata Morgon kepada Fortune.
Dalam pengembangannya, CanSino menggandeng militer Tiongkok, yaitu Institut Bioteknologi Beijing (bagian dari Akademi Ilmu Kedokteran Militer). “BIB adalah mitra yang sangat kredibel dan kuat dengan sains,” ujarnya.
Kelapa ilmuwan CanSinoBIO Zhu Tao pada pekan lalu mengatakan keampuhan vaksin dosis tunggalnya kemungkinan berkurang seiring waktu. Tingka efektivitasnya turun menjadi 50% dalam lima sampai senam bulan pascavaksinasi.
Dosis kedua sebaiknya diberikan enam bulan setelah suntikan pertama. "Suntikan booster menghasilkan peningkatan tujuh sampai sepuluh kali lipat pada antibodi penerima," ujar Zhu.