Revitalisasi Kota Tua Jakarta, Rencana Mempercantik Ratu dari Timur
Revitalisasi kawasan Kota Tua, Jakarta, mulai berlangsung tahun ini. Penandatanganan dokumen perjanjian awal atau head of agreement antara PT Jakarta Tourisindo (Jakarta Experience Board/JXB), PT Pengembangan Pariwisata Indonesia (Persero) atau Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC) dan PT Moda Intergrasi Transportasi Jabodetabek (MITJ) telah berlangsung pada April lalu.
Ketiga perusahaan sepakat membentuk usaha patungan atau joint venture pengelelolaan kawasan Kota Tua dan Sunda Kelapa. Nantinya, MITJ akan berperan dalam mengelola transportasi terintegrasi ke kawasan tersebut.
Sebagai informasi, JXB merupakan badan usaha milik daerah atau BUMD Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Perusahaan yang bergerak di bidang industri pariwisata & perhotelan, ekonomi kreatif.
Sedangkan ITDC adalah perusahaan pelat merah di bawah Kementerian Badan Usaha MIlik Negara (BUMN). Tugasnya adalahmengembangkan dan mengelola kompleks pariwisata terintegrasi di Indonesia.
Lalu, MITJ merupakan perusahaan patungan antara PT MRT Jakarta (Perseroda) dan PT KAI (Persero). Pembentukannya sesuai arahan Presiden Joko Widodo untuk untuk mewujudkan transportasi terintegrasi di wilayah Jabodetabek.
Pada kesempatan itu, Menteri BUMN Erick Tohir mengatakan revitalisasi akan mencakup gedung milik perusahaan negara di kawasan itu. “Tidak hanya gedung tapi juga fasilitas Sunda Kelapa yang ada di bawah Pelindo dapat disinergikan,” katanya pada 28 April lalu.
Di bulan berikutnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baseda mengkaji usulan penggunaan kembali nama Batavia pada kawasan Kota Tua. “Karena kota lama, kota baru, dan kota tua itu banyak sekali. Tapi hanya satu Batavia,” katanya.
Kota Tua, menurut dia, harus menjadi titik yang unik karena memiliki sejarah yang panjang. “Sehingga orang tahu nama aslinya tempat itu. Mudah-mudahan ketika kajiannya keluar, kita punya branding unik di dunia,” ucap Anies.
Revitalisasi Kota Tua merupakan kolaborasi antara BUMN, Pemprov DKI Jakarta, dan Pihak Swasta. Targetnya, kolaborasi ini menjadi kawasan pariwisata terintegrasi yang memiliki nilai sejarah dan memunculkan kreativitas baru di masyarakat.
Sejarah Kota Tua
Batavia atau sekarang dikenal sebagai Jakarta, pada jaman keemasannya adalah Eropa kecil di Nusantara. Kota ini dibangun oleh Gubernur Jendral Jan Pieterszoon Coen pada 1619.
Di sekitarnya terdapat benteng, kanal, dan bangunan bergaya campuran Eropa dan Asia. Pada masa jayanya, Batavia merupakan wujuh dominasi dan kekuasaan kongsi dagang dan megakorporasi Vereenigde Oostindische Compagnie alias VOC.
Selama 200 tahun Batavia menjadi ibu kota VOC. Keindahan kotanya terkenal di dunia, sehingga mendapat julukan Koningen van het Oosten atau Ratu dari Timur.
Seorang pelaut Inggirs, Woodes Rogers, ketika berkunjung pada 1710 melukiskan, “Rumah-rumah besar dan gedung di sekeliling kota dibangun dengan rapi dan teratur. Di sekelingnya terdapat taman-taman indah yang ditanami buah-buahan dan bunga, dihiasi dengan sumber mata air, air mancur, dan patung-patung.”
Dalam buku Hikayat Jakarta karya Williard A Hanna, tertulis pohon kelapa yang tersebar luas di mana-mana memberikan kesan sebagai Batavia kota yang indah dan menyenangkan.
Namun, keindahan itu hilang seiring dengan keruntuhan VOC. Korupsi dan kebangkrutan mulai terjadi di akhir abad 18, Batavia pun tenggelam dalam banjir, penyakit, dan kepadatan penduduk.
Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels pada awal abad 19 memutuskan untuk memindahkan pusat kota ke Weltferden, sekarang berada di kawasan Gambir hingga Lapangan Banteng.
Sisa-sisa Ratu dari Timur masih dapat dilihat pada Kota Tua. Saat ini statusnya adalah kawasan cagar budaya, yang terletak di antara wilayah Jakarta Pusat, Barat, dan Utara.
Salah satu bangunan utama disana adalah Gouverneurs Kantoor, yang sekarang diubah menjadi Museum Fatahillah. Ada juga Museum Bank Indonesia, Museum Bank Mandiri,Toko Merah, Cafe Batavia dan lainnya yang merupakan bangunan era kolonial.
Sebagai wilayah konservasi Oud Batavia pemerintah provinsi (Pemprov) Jakarta sudah beberapa kali mencanangkang untuk merevitalisasi Kota Tua. Proyek ini pertama dimulai oleh Gubernur Ali Sadikin pada 1972.
Yang tebaru adalah yang dilakukan oleh Gubernur Anies. Ia menjanjikan revitalisasi kali ini akan menggunakan cara berbeda dengan para pendahulunya. Cara baru tersebut adalah dengan kolaboratif, masif dan terstruktur.
Penyumbang bahan: Dhia Al Fajr (magang)