Cegah Kebocoran Sampah Plastik, Pasuruan Bangun 2 Fasilitas Terpadu
Pemerintah Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur menyatakan komitmennya dalam proses pengelolaan sampah yang berkelanjutan. Salah satunya dengan membangun dua fasilitas tempat pengelolaan sampah terpadu reuse-reduce-recycle atau TPST3R.
Fasilitas itu dibangun bekerja sama dengan Project Stop. Perusahaan multinasional, Nestle, menjadi mitra dan penyandang dana utamanya. Selain itu, Borealis, pemerintah Norwegia, Nova Chemicals, Borouge, dan Siegwerk juga turut mendanai Project Stop di Pasuruan.
Dua tempat pengelolaan sampah itu akan mengumpulkan dan memilah sampah hingga proses daur ulangnya. Berlokasi di Kecamatan Lekok dan Nguling, Bupati Pasuruan Irsyad Yusuf mengatakan fasilitas ini berkapasitas 32 ton per hari.
Angka tersebut setara 65,16% dari seluruh sampah yang dihasilkan Pasuruan. "Ini sangat membantu menghilangkan kebocoran plastik ke lingkungan dan meningkatkan efisiensi," ujarnya dalam diskusi secara virtual Kemitraan Menuju Indonesia Bebas Sampah, Jumat (26/2).
Sejak beroperasi pada januari 2021, Project Stop telah melayani lebih 42 ribu penduduk. Layanan ini termasuk pengangkutan dan pengumpulan 1500 ton sampah plastik per tahun. "Fasilitas ini dapat menciptakan sekitar 100 pekerjaan permanen baru bagi masyarakat," ucapnya.
Lebih dari dua hektare lahan dialokasikan untuk pembangunan TPST3R ini. Sampah anorganik akan dipilah, didaur ulang, dan dikirim ke industri daur ulang. Untuk pengolahan sampah organik, produk akhirnya adalah kompos untuk pertanian.
Indonesia diperkirakan menghasilkan 64 juta ton sampah setiap tahun. Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), komposisi sampah didominasi oleh sampah organik, yang mencapai 60% dari total sampah.
Pengelolaan Sampah di Hulu
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan pengelolaan sampah memang harus dimulai dari hulu. TPST3R menjadi solusi dalam mengentaskan masalah sampah melalui upaya pemilahan sampah organik dan non organik.
Harapannya, fasilitas itu dapat mengurangi volume sampah yang masuk ke tempat pembuangan akhir (TPA). Selain itu, kehadirannya dapat mengurangi risiko kebocoran sampah plastik.
Luhut menyebut Indonesia tidak bisa hanya mengandalkan TPA karena kapasitasnya terbatas. Pemerintah pun sedang fokus dalam pengelolaan sampah, terutama yang berbahan dasar plastik.
Hal tersebut sejalan dengan target mengurangi 70% kebocoran sampah plastik ke laut pada 2025. "Saya selalu tekankan ambil langkah tidak biasa, bukan business as usual, serta menerapkan peningkatan terintegrasi dari hulu ke hilir," ujarnya,
Penanganan sampah memang membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Tapi kegagalan dalam pengelolaan sampah akan memberikan dampak yang lebih besar bagi lingkungan pariwisata dan kesehatan masyarakat.
Kolaborasi pemerintah dan swasta dapat mendorong penyelesaian masalah itu. Saat ini dunia usaha pun dituntut untuk lebih bertanggung jawab, khususnya dalam pengurangan plastik dari barang kemasan yang diproduksi.
Pembangunan TPST3R tidak dapat dilihat sebagai fasilitas fisik saja. Perlu pula pendampingan khusus untuk mengubah perilaku masyarakat. "Ini tidak gampang dan kita harus menjadikan ini budaya baru," kata Luhut.
Program Director Project Stop Mike Webster mengatakan kolaborasi menjadi kunci untuk mengatasi krisis sampah global. Pihaknya akan terus mengedukasi setiap rumah tangga tentang pembuangan terbuka dan pembakaran sampah yang tidak dapat dilanjutkan kembali.
Hal tersebut hanya akan merugikan komunitas dan anak-anak di masa depan. "Kami membantu mereka dengan menggunakan sistem pengumpulan sampah baru,” katanya. “Arahnya adalah komunitas yang lebih sehat dan lingkungan yang lebih bersih.”