Memahami Merdeka Belajar Kampus Merdeka

Piter Abdullah Redjalam
Oleh Piter Abdullah Redjalam
1 Februari 2023, 14:41
Piter Abdullah Redjalam
Katadata | Joshua Siringo-ringo
Piter Abdullah Redjalam

Salah satu permasalahan utama yang dihadapi perekonomian Indonesia adalah rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM). Meskipun mengalami bonus demografi, tetapi kualitas SDM tidak memadai.

Akibatnya, Indonesia tidak mampu mendorong pertumbuhan ekonomi secara maksimal. Pertumbuhan ekonominya terus berkutat di kisaran 5%. Sedangkan syarat untuk bisa melakukan lompatan menjadi negara maju adalah adanya periode panjang pertumbuhan diatas 8% atau bahkan double digit. 

Advertisement

Untuk memaksimalkan pemanfaatan bonus demografi, kualitas SDM mutlak harus ditingkatkan. Sistem pendidikan khususnya di tingkat perguruan tinggi harus dikembangkan untuk bisa mempersiapkan sumber daya manusia yang tidak hanya siap bersaing di dunia kerja tetapi juga memiliki inovasi dan kreativitas untuk berwirausaha atau membuka lapangan kerja sendiri. 

Ironisnya, lulusan perguruan tinggi saat ini justru yang terbesar menyumbang pengangguran. Data Badan Pusat Statistik (BPS) per Februari 2022 menunjukkan, dari 208,54 juta penduduk Indonesia usia kerja, 5,83% menganggur. Sebanyak 35,2 juta orang atau 14% dari angka pengangguran tersebut adalah lulusan perguruan tinggi, jenjang diploma, dan sarjana (S1). 

Tingginya angka lulusan perguruan tinggi yang menganggur terutama disebabkan oleh adanya kesenjangan antara sistem pendidikan dengan dunia kerja. Kualitas lulusannya banyak yang tidak sesuai dengan yang dibutuhkan oleh dunia kerja. Masalah lainnya, ketidakmampuan lulusan perguruan tinggi dalam beradaptasi dengan cepatnya perkembangan teknologi.

Dalam upaya memperkecil kesenjangan tersebut, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, menginisiasi kebijakan atau program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM). Program ini dimaksudkan untuk mencetak sumber daya manusia yang berkualitas, fleksibel, kreatif, dan dinamis dengan cara memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk mengasah kemampuan sesuai bakat dan minat terutama melalui pengalaman terjun langsung ke dunia kerja.

Tetapi selama hampir tiga tahun pelaksanaannya Program MBKM tidak pernah sepi dari kritik atau bahkan hujatan.  Terakhir adalah kritik yang ditulis oleh Agus Suwignyo dalam rubrik opini Harian Kompas tanggal 10 Januari 2023 yang berjudul Guncangan Kampus Merdeka

Dalam tulisannya, Agus Suwigno menggugat kebijakan MBKM yang telah mengguncang praktik pendidikan formal, khususnya di perguruan tinggi. Program MBKM yang sesungguhnya bertujuan memperbaiki model lama perkuliahan yang terlalu teoretis, bertumpu pada buku teks dan kurang memberikan pengalaman lapangan, menurut dia, justru menciptakan kebingungan dan ambivalensi. 

MAHASISWA BINA HUSADA KENDARI TELITI NYAMUK DENGUE
Ilustrasi kegiatan mahasiswa di kampus. (ANTARA FOTO/Jojon/pras.)

Paradigma Perguruan Tinggi

Kebingungan pertama menurut Agus Suwigno adalah terkait paradigma pendidikan perguruan tinggi. Dalam skema Kampus Merdeka, makna ”belajar” dibatasi secara pragmatis menjadi ”berlatih bekerja” pada lingkungan kerja yang senyatanya. Program-program MBKM mengubah makna ”pendidikan tinggi” menjadi ”pelatihan kerja” dan ”nyantrik” semata. 

Klaim kebingungan ini lebih bermakna akan adanya pelaku pendidikan di perguruan tinggi yang belum sepenuhnya memahami program MBKM dan semua faktor yang melatarbelakanginya. Program ini bukanlah faktor yang mengubah paradigma pendidikan di perguruan tinggi. Program MBKM justru adalah upaya mendukung perguruan tinggi yang mengalami perubahan karena lingkungan yang sudah berubah. 

Perubahan paradigma pendidikan di perguruan tinggi sudah dan akan terus terjadi, didorong oleh perubahan sosial ekonomi dan kemajuan teknologi. Mahasiswa sekarang berbeda dengan zaman dulu yang tidak mengenal internet dan YouTube. Perubahan tersebut menuntut institusi pendidikan untuk bisa bertransformasi jika ingin tetap relevan dan tidak dikalahkan oleh globalisasi.

Kebijakan atau program MBKM mendukung keberlangsungan praktik pendidikan formal di perguruan tinggi untuk bisa bertahan dan tetap unggul dalam arus perubahan global. Dengan mendorong transformasi pendidikan tinggi dan merombak cara belajar mengajar konvensional yang tadinya satu arah menjadi kolaboratif.

Program MBKM memang mendorong perguruan tinggi untuk lebih sadar akan kebutuhan dunia kerja, tetapi tidak membuat perguruan tinggi meninggalkan dunia akademik. Program MBKM tidak hanya sekedar “pelatihan kerja” atau “nyatrik”.  Pelatihan kerja hanya sebagian kecil dari aktivitas mahasiswa yang secara umum masih sangat akademik, bergulat dengan teori dan riset. 

Masih terkait paradigma perguruan tinggi, Agus Suwigno hanya menyoroti sebagian program dari sekian banyak program MBKM. Ada program-program unggulan MBKM yang luput dari ulasan Agus Suwigno. Sebut saja misalnya pertukaran mahasiswa internasional (IISMA) dan pertukaran mahasiswa nasional (PMM).  

Halaman:
Piter Abdullah Redjalam
Piter Abdullah Redjalam
Dosen Perbanas, Ketua Yayasan Pendidikan Indonesia Tanah Pusaka
Editor: Sorta Tobing

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke [email protected] disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement