Waskita Beton PHK Karyawan, Bagaimana Nasib Emiten BUMN Karya Lainnya?
Beban utang BUMN Karya yang menjulang mulai dirasakan ke entitas afiliasinya. Baru-baru ini, PT Waskita Beton Precast Tbk (WSBP), anak usaha PT Waskita Karya Tbk (WSKT) akan memangkas sekitar 600 karyawan sepanjang tahun ini sebagai upaya memperbaiki kinerja.
Sebelumnya, Waskita gagal mendapat penyertaan modal negara senilai Rp 3 triliun untuk membiayai proyek ditambah dengan kerugian yang membengkak di semester pertama tahun ini.
Director of Finance & Risk Management WSBP Asep Kurnia mengatakan, nantinya karyawan WSBP akan berkurang dari 2.000 orang menjadi 1.400. Hingga kini, pemutusan hubungan kerja (PHK) sudah dilakukan terhadap 510 pekerja.
"Jadi ada target 600 karyawan dan sampai saat ini sudah berjalan sekitar 510 karyawan yang sudah kita lepas baik dari pegawai tetap maupun outsourcing. Jadi semua aspek kita lakukan dari sisi ini untuk jaga keberlangsungan WSBP ke depan," kata Asep di, Jakarta, Selasa (8/8).
Lalu bagaimana dengan nasib perusahaan BUMN karya yang lainnya?
Sekretaris Perusahaan PT Waskita Karya Beton Tbk (WTON) Dedi Indra mengatakan perusahaan tidak berencana melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pegawai.
Anak usaha PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) ini memilih strategi untuk fokus pada optimalisasi SDM dengan menerapkan kebijakan negative growth. WTON mendorong efisiensi di semua lini operasi perusahaan.
"Meski dalam kondisi lingkungan industri yang cukup menantang, kami berkomitmen untuk terus menjaga stabilitas kinerja perseroan dengan terus memberikan nilai tambah bagi para pemangku kepentingan perusahaan," kata Dedi kepada Katadata, Rabu (9/8).
Beban Berat Utang BUMN Karya
Katadata mencatat, sejumlah emiten konstruksi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) seperti PT Waskita Karya Tbk (WSKT), PT Wijaya Karya Tbk (WIKA), dan PT PP Tbk (PTPP) memiliki utang jumbo kepada sejumlah bank-bank milik negara atau Himbara maupun bank swasta.
Tidak hanya berutang kepada bank pemerintah, BUMN karya juga memiliki utang kepada bank swasta besar dengan jumlah yang tidak sedikit. Waskita Karya misalnya, memiliki liabilitas paling tinggi antara BUMN karya lainnya senilai Rp 84,31 triliun pada semester pertama 2023. Liabilitas perusahaan naik 0,38% dibanding dengan Desember 2022 Rp 83,98 triliun.
Sebagai pembanding, Wijaya Karya senilai Rp 56,7 triliun pada semester pertama 2023, turun 1,52% dibanding dengan Desember 2022 Rp 57,57 triliun. PTPP mencatatkan liabilitas Rp 42,72 triliun pada semester pertama 2023, dibanding Desember 2022 yang senilai Rp 42,79 triliun.
Tak usai diterpa masalah, Waskita juga mengalami gagal bayar obligasi yang akan jatuh tempo bulan depan. Hal ini yang kemudian membuat pemerintah menunda pencairan PMN Rp 3 triliun kepada Waskita karena sedang melakukan tinjauan terhadap perjanjian restrukturisasi induk atau Master Restructuring Agreement (MRA).
“Saat ini perseroan sedang dalam diskusi intensif dengan kreditur baik dengan perbankan maupun pemegang obligasi dalam proses tinjauan secara komprehensif terhadap skenario MRA" kata Direktur Utama Perseroan Mursyid, dalam keterangan resminya, dikutip Rabu (9/8).
Mursyid juga mengatakan dana PMN 2022 sebesar 3 triliun belum masuk ke kas perseroan. Namun dirinya yakin pemerintah akan membantu dalam rangka percepatan penyelesaian Proyek Strategis Negara (PSN) terutama untuk ruas tol Bogor – Ciawi – Sukabumi dan Kayu Agung – Kapal Betung melalui Penyertaan Modal Negara (PMN) yang saat ini masih dalam kajian.
Dia mengatakan perseroan sedang mencari formula untuk kondisi perusahaan saat ini. Mursyid menyebut perusahaan sedang melakukan beberapa langkah untuk memperbaiki kondisi Waskita Karya. Misalnya saja seperti implementasi penerapan SNI ISO 37001:2016 tentang Sistem Manajemen Anti Penyuapan dan penerapan Whistle Blowing System yang bertujuan untuk mendeteksi secara dini fraud yang terjadi.
“Seluruh upaya-upaya perbaikan dan program transformasi yang sedang dilakukan oleh perseroan demi memperbaiki kinerja keuangan dan performa perusahaan secara
menyeluruh," kata Mursyid.