Ahli Epidemiologi: 30% Penduduk Kebal Cacar Monyet

Amelia Yesidora
22 Agustus 2022, 17:08
cacar monyet
ANTARA FOTO/REUTERS/Brian W.J. Mahy/CDC/Handout /RWA/dj
Telapak tangan pasien kasus cacar monyet dari Lodja, sebuah kota berlokasi di dalam Zona Kesehatan Katako-Kombe, terlihat selama penyelidikan kesehatan di Republik Demokratik Kongo pada 1997.

Kementerian Kesehatan mengumumkan satu pasien teridentifikasi cacar monyet di Indonesia. Pakar epidemiologi menyatakan potensi kecil kasus cacar monyet di Indonesia berkembang menjadi pandemi seperti halnya Covid-19.

“Berbicara pandemi itu bukan hanya wabah besar, tapi juga bicara bagaimana bekal imunitas di masyarakat dunia,” ujar epidemiologi Griffith University Dicky Budiman kepada Katadata, dikutip Senin (22/8).

Dalam perhitungan Dicky, setidaknya 30% dari penduduk dunia telah memiliki kekebalan terhadap cacar monyet. Perlindungan ini berasal dari proteksi silang vaksinasi cacar alias smallpox yang sudah pernah diterima oleh masyarakat sebelumnya. Adanya vaksinasi inilah yang membedakan potensi pandemi antara cacar monyet dan Covid-19 lalu.

Pernyataan Dicky berbeda dengan keterangan juru bicara Kementerian Kesehatan Mohammad Syahril menjelaskan ada kemungkinan penyakit cacar monyet menjadi pandemi baru di Indonesia. Pernyataan ini ia sampaikan pada Sabtu (20/8), bersamaan dengan konfirmasi kasus cacar monyet pertama di Indonesia asal DKI Jakarta.

Penyakit ini sebelumnya dikenal secara global dengan nama monkeypox, tapi Badan Kesehatan Dunia alias WHO merencanakan perubahan menjadi Clade. Nama varian penyakit ini kemudian didasarkan dengan daerah asal temuannya, seperti Clade I dari Cekungan Kongo, Afrika Tengah, dan Clade II dari Afrika Barat. Ada dua subvarian untuk Clade II, yakni Clade IIa dan Clade IIb.

Penggantian nama ini berdasar pada kekhawatiran timbulnya konotasi diskriminatif dan stigma di masyarakat. Sebelumnya, penyakit ini diberi nama cacar monyet karena ditemukan pertama kali pada seekor monyet yang diteliti di Denmark pada 1958. Kini, nama itu dianggap dianggap sudah tidak relevan karena penularan virus tidak berasal dari monyet.

“Selain itu juga untuk meminimalisir dampak negatif pada perdagangan, perjalanan, pariwisata, dan kesejahteraan hewan,” kata WHO dalam laman resmi.

Mengutip dari laman Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC AS), gejala cacar monyet salah satunya memiliki ruam di dekat alat kelamin atau anus.

"Ruam tersebut juga bisa muncul di daerah lain, seperti tangan, kaki, dada, wajah, atau mulut," demikian tertulis dalam laman CDC AS, dikutip Senin (22/8).

Pada awalnya, ruam bisa terlihat seperti jerawat atau lecet yang terasa sakit atau gatal. Nantinya, ruam itu akan melalui beberapa tahap, termasuk menjadi keropeng.

Selain itu, gejala cacar monyet dapat berupa demam, panas dingin, pembengkakan kelenjar getah bening, kelelahan, sakit otot, sakit punggung, dan sakit kepala.

Kemudian, gejala pernapasan seperti sakit tenggorokan, hidung tersumbat, atau batuk. Seseorang dengan cacar monyet bisa mengalami beberapa atau seluruh gejala tersebut.

Halaman:
Reporter: Amelia Yesidora
Editor: Yuliawati
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...