BPK Belum Bawa Ali Masykur ke Komite Etik
KATADATA ? Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) belum akan mengajukan anggotanya, Ali Masykur Musa ke Majelis Kehormatan Kode Etik (MKKE) BPK. Ali Masykur melanggar kode etik BPK karena terlibat politik praktis, menjadi tim sukses pasangan calon presiden-wakil presiden Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.
Menurut Ketua BPK Rizal Djalil, Ali Masykur sendiri telah mengajukan cuti untuk melaksanakan kegiatan politiknya. Ia bahkan tidak melihat adanya pelanggaran, kendati menurut Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Ali Masykur dinyatakan melakukan pelanggaran kode etik. Rizal Djalil bahkan terkesan melindungi koleganya itu.
"Kalau cuti seperti teman BPK yang lain, dia berhak melaksanakan hak-hak dia. Kalau Bawaslu menganggap ada persoalan, silahkan saja dipanggil. Kalau Bawaslu meminta penjelasan BPK, kami siap memberikan penjelasan," ujar Rizal di DPR, Selasa 10 Juni 2014.
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengatakan Ali Masykur melanggar kode etik BPK nomor 2 Tahun 2011 Pasal 6 ayat 2 butir a yang menyebutkan anggota BPK pemeriksa dan pelaksana BPK lainnya dilarang menunjukkan keberpihakan dan dukungan kepada kegiatan-kegiatan politik praktis. Ali Masykur sendiri kemudian mengundurkan diri dari susunan tim kampanye Prabowo-Hatta. Tak hanya menjadi tim sukses, Ali Masykur sebelumnya juga mengikuti konvensi pemilihan calon presiden Partai Demokrat. Ketika ditanya apakah BPK akan memberikan sanksi terhadap dua aktivitas politik tersebut, Rizal Djalil enggan berkomentar.
"Saya tak bisa menjawab, tanyakan ke Pak Ali Masykur saja," tuturnya. Termasuk ketika ditanya apakah masalah ini akan dibawa ke MKKE, "Saya no comment. Itu tergantung nanti, kita lihat," tambahnya.
Sebelumnya peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Abdullah Dahlan meminta kasus pelanggaran itu dibawa ke MKKE BPK. ICW bahkan mendesak sanksi terhadap pelanggaran kode etik tersebut. Menurutnya cuti bukanlah menjadi alasan, karena tetap menunjukkan keberpihakannya dan dukungan kepada kegiatan politik praktis. Selain melanggar kode etik BPK, juga melanggar aturan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Dalam UU No 42 tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden pasal 41 ayat 2 huruf b dan Peraturan KPU No 16 tahun 2014 Pasal 59 ayat 2 huruf b disebutkan "Anggota BPK, Pemeriksa dan Pelaksana BPK lainnya dilarang menunjukkan keberpihakan dan dukungan kepada kegiatan-kegiatan politik praktis"
Sorotan terhadap aktivitas politik anggota BPK juga disorot oleh BPK Najwyzsza Izba Kontroli atau BPK Polandia yang melakukan penelaahan sejawat (peer review) terhadap BPK RI. Aktivitas politik itu berpotensi menimbulkan konflik kepentingan, terkait independensi dan transparansi pemeriksaan.
Dalam kajiannya, BPK Polandia merekomendasikan agar anggota BPK mengundurkan diri dari keanggotaan organisasi politik, dan menarik diri dari kegiatan politik selama masa jabatannya. BPK Polandia menilai, keterlibatan anggota BPK dalam aktivitas politik berpotensi melanggar kode etik The International Organisation of Supreme Audit Institutions (INTOSAI) yang menjadi payung auditor negara di seluruh dunia, di mana Indonesia menjadi salah satu anggotanya. Penelaahan oleh BPK Polandia ini pun termasuk dalam program INTOSAI, sebagai sistem kontrol bagi BPK. (Baca: Aktivitas Politik Anggota BPK Disorot)