BI: Ekonomi Kuartal II Cenderung Stagnan
KATADATA ? Bank Indonesia (BI) menilai kinerja ekonomi pada kuartal II-2015 tidak mengalami peningkatan. Selama periode April-Juni 2015, pertumbuhan ekonomi diperkirakan masih di kisaran 4,7 persen, sama dengan realisasi pada kuartal I.
?Kami ikuti sampai hari ini (kemarin), ternyata kinerja pertumbuhan ekonomi kuartal II tidak terlalu menggembirakan. Mungkin (angkanya) di kisaran kuartal I,? kata Gubernur BI Agus Martowardojo di kantornya, Rabu (8/7) malam.
Kemungkinan, kata dia, kalau pun ada perbedaan dengan realisasi pada kuartal I hanya selisih 0,2 persen ke atas dan ke bawah. ?Tapi di semester II, kami harap lebih baik,? tutur Agus.
(Lihat Ekonografik: 5 Lembaga Revisi Ekonomi Indonesia)
Dalam perhitungan BI, tidak bergeraknya kinerja perekonomian pada kuartal II karena konsumsi masyarakat masih rendah. Padahal, pada periode ini sudah masuk bulan puasa. Ini terlihat dari rendahnya laju inflasi Juni yang hanya 0,54 persen. Padahal, konsumsi diharapkan menjadi sentimen utama pendorong pertumbuhan ekonomi, karena belanja pemerintah belum menunjukan peningkatan.
Melihat kondisi ini, BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada 2015 akan berada di batas bawah dari rentang 5 persen -5,4 persen. Agus berharap, pemerintah pusat dan daerah meningkatkan koordinasi agar penyerapan anggaran dapat meningkat pada semester II.
Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara menambahkan, perlambatan ekonomi Cina diperkirakan berlanjut yang akan berpengaruh terhadap harga komoditas. Bagi Indonesia, kondisi ini dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di daerah yang bergantung pada sumber daya alam (SDA).
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro sebelumnya menyampaikan, realisasi pertumbuhan ekonomi pada semester I-2015 hanya sebesar 4,9 persen. Kinerja perekonomian selama enam bulan pertama tersebut lebih rendah daripada periode yang sama tahun lalu sebesar 5,1 persen.
Turunnya harga komoditas di pasar internasional dinilai menjadi salah satu faktor yang menyebabkan perekonomian melambat. Dampak turunnya harga komoditas tersebut, telah menyebabkan provinsi-provinsi yang selama ini mengandalkan pada ekspor komoditas, seperti batubara, karet, sawit, dan hasil tambang lainnya ikut tertekan.
Sementara pemerintah tidak bisa mengandalkan investasi swasta di sektor manufaktur untuk mendorong perekonomian. Investasi swasta baru akan akan terasa pada tahun berikutnya. Makanya peran pemerintah harus sangat dominan dalam hal ini. (Baca: Lembaga Dunia: Ada Masalah Komunikasi Pemerintah dengan Pasar)
Salah satunya adalah dengan memastikan penyerapan anggaran belanja infrastruktur bisa maksimal. Namun, data Kementerian Keuangan menyebutkan, hingga 26 Juni serapan anggaran pemerintah pusat baru mencapai 33 persen.
Serapan anggaran yang minim ini menjadi salah satu penyebab rendahnya pertumbuhan ekonomi semester I. Belanja pemerintah dianggap menjadi faktor utama peningkatan konsumsi dan investasi swasta untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang sedang melambat tahun ini. (Baca: Bank Dunia Revisi Target Pertumbuhan Ekonomi Indonesia)
?Ini (penurunan harga komoditas) yang harus kami siasati. Kalau kami lihat pelajaran tahun ini dan tahun depan, mau nggak mau peran pemerintah masih harus dominan,? kata dia.