Aturan Skema Baru Kontrak Migas Ditargetkan Selesai Akhir Agustus

Safrezi Fitra
11 Agustus 2015, 16:51
Katadata
KATADATA

KATADATA ? Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mengatakan tengah menyelesaikan aturan skema  kerjasama usaha minyak dan gas bumi, selain kontrak bagi hasil produksi (production sharing contract/PSC). Setelah aturan ini keluar, kontraktor migas diperbolehkan merubah kontraknya.

?Kami targetkan peraturan menterinya akan selesai akhir bulan ini," kata Direktur Pembinaan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian ESDM Djoko Siswanto kepada Katadata, Selasa (11/8). 

 (Baca: Pemerintah Kaji Skema Kontrak Migas Baru Selain PSC)

Djoko mengatakan dengan aturan ini kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) bisa memilih akan menggunakan sistem PSC atau sistem gross split. Kontrak PSC yang sudah berjalan pun bisa saja diubah skema kerjasamanya menggunakan gross split, selama kedua belah pihak yang berkontrak setuju.

Skema gross split telah digunakan di berbagai negara, salah satunya Australia. Dengan sistem ini, pemerintah tidak lagi mengganti biaya operasi yang dikeluarkan oleh kontraktor atau yang selama ini dikenal sebagai cost recovery. Sebagai gantinya, investor akan mendapat sebagian besar hasil pada awal produksi. Setelah investasinya hampir tertutup (balik modal), bagi hasil untuk pemerintah menjadi semakin besar.

Pemerintah optimistis dengan skema kerjasama migas yang baru ini, kegiatan eksplorasi dan produksi migas akan meningkat. Pengelolaan migas di laut dalam bisa berkembang dengan baik, seperti yang terjadi di negara-negara yang menerapkan sisten ini. Skema yang baru ini juga akan menciptakan efisiensi biaya dalam industri migas.  

Dia tidak terlalu menghiraukan adanya pro dan kontra terhadap sistem yang baru ini. Menurut dia, skema kontrak kerja sama di luar PSC ini dimungkinkan dalam Undang-Undang No 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.

Menurut dia sistem ini hanya sebagai alternatif untuk para KKKS bukan menggantikan sistem yang sudah ada. "Kami tidak menyarankan mengubah, tapi memberikan pilihan atau fleksibilitas khususnya untuk kontrak baru coal bed methane (CBM). Kalau ini berhasil dan sukses, saya yakin mereka yang kontra pelan-pelan akan mengikutinya," ujar dia.

(Baca: SKK Migas: Sistem Baru KKS Buat Kontraktor Migas Tak Terkendali)

Mantan analis fiskal OPEC Benny Lubiantara mengkritisi sistem baru yang akan diterapkan pemerintah. Menurut dia konstruksi sistem gross split tidak lain adalah sistem konsesi atau pajak dan royalti, seperti yang diterapkan pada kontrak pertambangan.

Pada awalnya, sistem PSC dibuat karena pemerintah ingin terlibat langsung dalam industri migas. Pemerintah melalui wakilnya PT Pertamina (Persero)  yang kemudian digantikan oleh BP Migas dan kemudian menjadi SKK Migas melakukan kontrak dengan KKKS. Peran SKK Migas di sini sebagai manajemen pengawasan, dengan begitu pihak yang mewakili Pemerintah tersebut berhak mengetahui dan menyetujui setiap biaya yang dikeluarkan KKKS.

(Baca: Rencana Sistem Baru KKS Migas Dianggap Tak Sesuai Konstitusi)

Sementara pada sistem konsesi atau royalty tax, Pemerintah tidak berkontrak, hanya memberi izin. Pemerintah juga tidak berperan aktif dalam hal pengawasan manajemen biaya, perusahaan dapat langsung membebankan biaya, tanpa perlu evaluasi dan persetujuan Pemerintah sebagaimana halnya dalam sistem PSC.

"Sistem gross PSC misleading. Karena di satu sisi, pemerintah tidak boleh terlibat manajemen biaya (ciri khas model konsesi), disisi lain, maunya model ini tetap dianggap masuk golongan PSC. Kelihatannya sederhana, tetapi bagi yang paham, hal ini sangat prinsipil," ujar dia.

Reporter: Arnold Sirait

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...