Rupiah Menguat, BI Diminta Turunkan Suku Bunga
KATADATA - Bank Indonesia (BI) perlu melonggarkan kebijakan moneternya seiring penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). BI tidak perlu terlalu mengkhawatirkan kebijakan bank sentral AS yang terus menunda kenaikan suku bunganya.
Ekonom Universitas Indonesia Anton Gunawan menyarankan BI untuk menurunkan suku bunga acuan (BI Rate) yang sejak Februari lalu bertahan di angka 7,5 persen. Penguatan rupiah yang terjadi saat ini merupakan momentum tepat bagi BI untuk menurunkan suku bunga.
Sekarang, dia melanjutkan, permasalahan utama yang dihadapi Indonesia adalah tingkat pertumbuhan ekonomi yang rendah. Ini dapat distimulus dengan tingkat suku bunga yang lebih rendah.
“Masalah kita growth (pertumbuhan ekonomi), jadi lupakan dulu the Fed, mereka juga menunda-nunda terus. Turunkan saja BI Rate. Jangan kebijakan BI ini terlalu ketat,” kata Anton saat dihubungi Katadata, Jumat (9/10). (Baca: Dana Asing Sebabkan Rupiah Meroket)
Apabila BI tidak mau menurunkan BI Rate, Anton menyarankan agar BI menurunkan tingkat bunga dari Fasilitas Simpanan Bank Indonesia (Fasbi) yang sejak Februari berada di angka 5,5 persen. Penurunan suku bunga Fasbi diyakini akan memaksa perbankan menurunkan bunga, sehingga mendukung sektor riil bergeliat.
Anton mencontohkan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang telah berani menurunkan bunga penjaminan simpanan sebesar 25 bps, yakni menjadi sebesar 7,5 persen untuk simpanan rupiah dan 1,25 persen untuk valuta asing (valas). LPS dinilai telah memberikan sinyal bahwa kondisi ekonomi saat ini cukup aman dan waktu yang tepat untuk memacu pertumbuhan ekonomi.
“Memang BI itu khawatir apabila ada capital outflow, dan khawatir nilai riil dari interest rate masih kecil. Tapi yang sekarang itu hitungan real interest rate kita masih 3,5 persen, belum kecil,” kata Anton. (Baca: BI Rate Belum Bisa Turun, Ini Sebabnya)
Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara memberikan sinyal bahwa BI akan tetap menggunakan kebijakan suku bunga yang ketat meski nilai tukar rupiah terus menujukkan penguatan dalam sepekan terakhir. Dia beralasan masih ada ancaman dari naiknya suku bunga the Fed yang dapat terjadi pada tahun depan.
“Memang kemungkinan naiknya bisa jadi bukan pada kuartal I mendatang. Tapi saat ini lebih baik kami tetap prudent dan menjaga stabilitas,” kata Mirza. (Baca: Rupiah Meroket, Investor Panik Lepas Dolar AS)
BI akan menjaga kebijakan moneter dengan menambah suplai valas jangka pendek di pasar spot dan juga menambah valas di pasar forward. Sejalan dengan itu Otoritas Jasa Keuangan juga mengeluarkan kebijakan yang mendukung pendalaman pasar keuangan seperti mengeluarkan asuransi petani. “Hal ini agar pasar keuangan percaya bahwa kami juga melakukan reformasi,” kata Mirza.
Rupiah pada perdagangan hari ini kembali menguat tajam. Di pasar spot berdasarkan data Bloomberg, rupiah ditutup pada posisi Rp 13.412 per dolar AS, menguat 3,42 persen dibandingkan penutupan kemarin. Dalam sepekan, rupiah telah menguat sebesar 1.279 poin atau 8,7 persen. Artinya, hampir separuh pelemahan rupiah sejak awal tahun ini sudah berkurang yang pada pekan lalu mencapai 18,6 persen. Kini, kalau dihitung sepanjang tahun ini, rupiah cuma melemah 8,27 persen terhadap dolar AS.