Pengusaha Menilai Tax Amnesty Cocok untuk Perusahaan Domestik

Yura Syahrul
19 Oktober 2015, 14:57
Pajak_Katadata_Arief.jpg
Arief Kamaludin|KATADATA

KATADATA - Para pengusaha menilai kebijakan pengampunan pajak (tax amnesty) lebih efektif ketimbang dua insentif lain perpajakan, yaitu pembebasan pajak penghasilan badan (tax holiday) dan potongan pajak (tax allowance). Dengan adanya kebijakan itu, pengusaha berjanji akan patuh membayar pajak.

Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Agribisnis, Pengolahan Makanan, dan Industri tembakau Juan Permata Adoe menjelaskan kebijakan pengampunan pajak biasa dilakukan di beberapa negara secara berkala. Dibandingkan insentif pajak yang lain, tax amnesty lebih menarik karena bukan sekadar pengampunan pajak dengan menyetorkan sejumlah uang sebagai tebusan. Ini merupakan peluang bagi perusahaan yang selama ini menghadapi masalah “Faktor dalam negeri banyak masalahnya. Sosialisasi antara turunnya peraturan lebih cepat dibandingkan respons pasar,” katanya kepada Katadata, akhir pekan lalu.

Menurut dia, banyak pengusaha yang enggan melaporkan dananya atau menilai kembali (revaluasi) asetnya karena khawatir akan dikenai pajak dengan nilai yang besar. Sementara insentif pajak, seperti penghapusan pajak (tax holiday) ataupun pengurangan pajak (tax allowance), masih belum menarik di mata para pengusaha karena ancaman sanksinya besar.

Karena itu, Juan menilai kebijakan pengampunan pajak lebih bagus untuk perusahaan-perusahaan di dalam negeri. Selain itu, membantu perusahaan dalam menjalankan usahanya di tengah kondisi perlambatan ekonomi saat ini. Kalau masalah itu sudah selesai, dia pun yakin perusahaan-perusahaan akan lebih patuh membayar pajak.

Juan juga menolak anggapan bahwa insentif pengampunan pajak ini diberikan karena para pengusaha atau perusahaan telah melanggar hukum. Bahkan, kebijakan ini tidak terkait dengan pengampunan bagi para pelaku korupsi. “Tidak ada hubungan dengan dana hasil korupsi,” tukasnya.

Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat juga menilai, insentif pajak yang diberikan selama ini, seperti tahun pembinaan (reinventing policy), belum efektif karena sanksinya masih besar. “Masih belum atraktif menarik dana yang diparkir di luar (negeri). Jadi perlu amnesty dengan denda rendah,” katanya.

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Haryadi Sukamdani juga setuju dengan kebijakan tax amnesty. Pengusaha sebagai wajib pajak akan bersedia membuka data harta kekayaannya bila kebijakan ini diterapkan. Alhasil, kepatuhan wajib pajak akan meningkat. “Jangka panjang, wajib pajak akan membuka semua data kekayaan masing-masing dan membayar pajak,” katanya.

Namun, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo pernah menilai kebijakan itu tidak akan efektif karena Direktorat Jenderal Pajak (DJP) belum memiliki data akurat para wajib pajak. Selain itu, belum ada kejelasan soal skema penempatan kembali (repatriasi) dananya di dalam negeri.

(Baca: Menteri Keuangan: Tax Amnesty Hanya untuk Pidana Fiskal dan Pajak)

Alhasil, memungkinkan dana itu kembali kabur” ke luar negeri ketika insentif pengampunan pajak itu tidak lagi diberikan. “Dari sisi penerimaan pajak juga tidak sebanding dengan risiko pengorbanan yang diberikan. Kalau tiga persen misalnya, hanya akan dapat Rp 30 triliun,” katanya.

Saat ini,  Badan Legislatif Dewan Perwakilan Rakyat (Baleg DPR) menggodok rancangan Undang-Undang Pengampunan Pajak. Tujuannya untuk meningkatkan penerimaan negara dari sektor perpajakan. Namun, pemerintah berbeda pandangan dengan DPR dalam hal obyek penerima fasilitas pengampunan pajak itu. Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menegaskan, pengampunan pajak secara nasional hanya diperuntukkan bagi para pelaku pidana fiskal dan pengemplang pajak di masa lalu.

Sebelumnya, Wakil Ketua Baleg DPR Firman Subagyo mengatakan, pengampunan pajak tidak berlaku bagi pelaku terorisme, narkotika, dan perdagangan manusia (human trafficking). Namun, koruptor tidak dikecualikan dalam perlakuan tersebut. Dalam draf RUU Pengampunan Pajak yang salinannya dimiliki Katadata, tidak menyebutkan adanya pengecualian bagi pidana korupsi. “Nanti kalau kami ketemu DPR, kami akan bicara,” tukas Bambang. “Tanpa korupsi.”

Reporter: Desy Setyowati
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...