Tiga Orang di Balik Rekaman Skenario Kontrak Freeport
KATADATA - Kabar pencatutan nama Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam proses perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia makin merebak. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said melaporkan hal tersebut ke Mahkamah Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat (MKD) hari ini, Senin, 16 November 2015. Pasalnya, satu anggota Dewan diduga melanggar etika dalam pencatutan nama Presiden tersebut.
Wakil Ketua MKD Junimart Girsang mengatakan instansinya telah menerima laporan tersebut. Saat ini, MKD tengah menanti hasil verifikasi dari tenaga ahli yang memeriksa kasusnya, terutama menyangkut transkrip rekaman tentang pembicaraan sejumlah orang yang diduga mengatur skenario perpanjangan kontrak perusahaan tambang emas terbesar di Indonesia ini.
Selain itu, MKD menekankan kepada Sudirman untuk menyerahkan rekaman yang dimaksud. “Tadi pagi waktu saya tanya, dia bilang segera mungkin akan menyerahkan rekamannya,” kata Junimart di kompleks DPR. Majelis Kehormatan pun berencana meminta penjelasan dari Freeport untuk membuka perkara ini agar tambah jelas.
Menurutnya, transkrip sebanyak tiga halaman yang diketik sendiri oleh Sudirman Said itu berisi pembicaraan sejumlah orang. “Di situ ada tiga orang,” ujarnya. Sayangnya, Junimart enggan menyebutkan satu per-satu identitas ketiga orang tersebut. (Baca juga: Perpanjangan Kontrak Freeport, Jokowi Minta 5 Syarat).
Walau begitu, tidak lama setelah anggota Dewan, juga Sudirman, tutup mulut mengenai para tokoh tersebut, sebuah pesan berantai tersebar di kalangan wartawan. Data tiga halaman itu berisi pembicaraan tiga orang dengan inisial SN, R, dan MS. Sumber Katadata mengatakan SN merujuk kepada tokoh yang diduga Ketua DPR Setya Novanto, R mengacu pada pengusaha Riza, dan MS diduga Presiden Direktur Freeport Maroef Sjamsuddin.
Berikut sejumlah petikan dalam transkrip tersebut:
MS: Bapak, juga nanti baru bisa bangun setelah kita purchsing garanty, lho Pak. Nah, purchsing garanty-nya dari kita Pak.
R: PLTA-nya.
MS: Artinya patungan? Artinya investasi patungan? 49 – 51 persen. Investasi patungan, off taker kita juga? Double dong Pak. Modalnya dari kita, off taker-ya dari kita juga.
R: Ok deh, Freeport gak usah ikut.
MS: Oh kalau komitmen, Freeport selalu komitmen. Terus untuk smelter, Desember nanti kita akan taruh 700 ribu dolar. Tanpa kepastian lho Pak. Sori, 700 juta dolar.
SN: Presiden Jokowi itu sudah setuju di sana, di Gresik, tapi pada ujung-ujungnya di Papua. Waktu saya ngadep itu, saya langsung tahu ceritanya. Ini waktu rapat sama Darmo ...
Setelah hasil ketik rekaman ini beredar, Sudirman membenarkan bahwa politisi yang dilaporkannya ke Mahkamah Kehormatan adalah Setya Novanto. “Di situ, ada kop surat kementerian, ada paraf saya. Saya kira, ya ini laporan yang saya bikin,” kata Sudirman sebagaimana yang dia ungkapkan kepada Najwa Shihab dalam wawancara dengan Metro TV, Senin petang. Ketika itu, Najwa memperlihatkan foto surat laporan Sudirman dengan Setya Novanto sebagai pihak terlapor.
Ketika melaporkan ke Majelis Kehormatan pada pagi harinya, Sudirman menceritakan anggota DPR yang dia laporkan bersama seorang pengusaha beberapa kali memanggil dan melakukan pertemuan dengan pimpinan Freeport. Pada pertemuan ketiga, anggota DPR tersebut menjanjikan penyelesaian tentang kelanjutan kontrak Freeport di Indonesia. Pertemuan terakhir ini berlangsung sekitar pukul 14.00-16.00 WIB, pada Senin, 8 Juni 2015, di Pacific Place, SCBD, Jakarta Pusat.
Agar perpanjangan kontrak Freeport berjalan mulus, Setya diduga meminta sejumlah imbalan. Dalam permintaan ini dia mengatasnamakan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Selain itu, ada pula permintaan jatah saham pada proyek pembangkit listrik tenaga air (PLTA) Uru Muka di Kabupaten Mimika, Papua, yang berkapasitas 1 gigawatt (GW).
Total kepemilikan yang diminta 49 persen. Sejumlah saham tersebut akan diberikan kepada Presiden dan Wakil Presiden sebesar 20 persen. Untuk Jokowi 11 persen dan JK 9 persen. Bukan hanya jatah saham, dia pun berharap Freeport menjadi investor sekaligus pembeli (off taker) listrik yang akan dihasilkan pembangkit ini. “Tindakan ini bukan saja melanggar tugas dan tanggung jawab seorang anggota dewan mencampuri tugas eksekutif tetapi juga mengandung unsur konflik kepentingan. Lebih tidak patut lagi tindakan ini melibatkan pengusaha swasta,” kata Sudirman di Gedung DPR.
Selain Presiden dan Wakil Presiden, dalam transkrip rekaman tadi juga muncul nama lain, yakni Luhut. Nama ini disebut-sebut mengarah kepada Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Panjaitan.
SN: Kalau nggak salah Pak Luhut waktu itu bicara dengan Jim Bob. Pak Luhut itu sudah ada yang mau diomongin.
R: Gua udah ngomong dengan Pak Luhut. Ambilah 11, kasilhlah Pak JK sembilan. Harus adil, kalau nggak ribut.
SN: Jadi kalau pembicaraan Pak Luhut dan Jim di Santiago, empat tahun yang lampau itu dari 30 persen, itu 10 persen dibayar pakai deviden.. Ini menjadi perdebatan sehingga mengganggu konstelasi.. Ini begitu masalah cawe-cawe itu. Presiden nggak suka, Pak Luhut.
R: Freeport jalan, bapak itu happy, kita ikut-ikut happy. Kumpul-kumpul kita golf, kita beli private jet yang bagus, yang reperesentatif.
MS: Tapi saya yakin Pak, Freeport pasti jalan.
SN: Jadi kita harus banyak akal. Kita harus jeli, kuncinya itu ada pada Pak Luhut, ada saya.
Sebetulnya, ketika masih di DPR Sudirman masih tutup mulut identitas SN tadi. Dia hanya menekankan tidak akan membawa permasalahan ini ke proses hukum. Alasanya, hal ini hanya merupakan pelanggaran etika. “Yang menimbulkan korupsi atau tidak, itu (urusan) penegak hukum. Saya melaporkan pelanggaran etika dan tempatnya MKD,” ujarnya.
Sementara itu, Juru Bicara Freeport Indonesia Riza Pratama mengatakan tidak dapat berkomentar menyangkut informasi tersebut. Alasannya, masalah tersebut telah dilaporkan dan diperiksa oleh Majelis Kehormatan Dewan. Dia meyakinkan Freeport senantiasa patuh pada perundang-undangan Indonesia dan prinsip etika bisnis perusahaan.
Adapun Setya Novanto membantah sebagai orang yang ditudingkan dalam laporan Sudirman tersebut. “Saya selaku pimpinan DPR tidak pernah untuk bawa-bawa nama Presiden atau mencatut nama Presiden,” kata Setya.